Rabu, 26 September 2012

Laporan Limnologi


LAPORAN PRAKTIKUM
Limnologi

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2








FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga laporan praktikum Limnologi dapat terselesaikan tanpa ada halangan apapun. Atas terselesaikan laporan praktikum Limnologi ini, kami mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu, diantaranya:
·         Orang tua yang selalu memberi dukungan dan doanya
·         Seluruh dosen pengampu mata kuliah Limnologi yang telah membimbing dalam pemberian materi kuliah limnologi
·         Semua asisten limnologi yang telah membimbing dalam pelaksanaan praktikum di lapang maupun di laboratorim
·         Teman – teman yang selalu menemani dan membantu dalam pembuatan laporan praktikum Limnologi
·         Semua pihak yang belum tercatat yang telah memberikan dukungannya baik moral maupun spiritual atas tersusunnya laporan praktikum Limnologi ini
Diharapkan dengan tersusunnya laporan praktikum Limnologi ini dapat memenuhi prasyarat 1SKS dari mata kuliah Limnologi ini serta dapat bermanfaat bagi para pembacanya.




Malang,  Desember 2011

Penyusun,
1.   PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dalam pengertian luas limnologi adalah suatu pembelajaran tentang hubungan fungsional dan produktivitas komunitas air tawar bagaimana mereka dipengaruhi oleh factor-faktor fisika,  kimia dan biotic lingkungan. (Wetzet, 1989)
Kualitas perairan memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap survival dan pertumbuhan makhluk-makhluk yang hidup di air. Air tawar merupakan lingkungan hidup untuk hewan dan tumbuh-tumbuhan tingkat rendah, untuk itu air terlebih dahulu harus merupakan lingkungan hidup yang baik renik yang mampu berasimilasi. (Asmawi,1986)
Parameter lingkungan yang dapat dijadikan control adany polusi dalah oksigen terlarut, konsentrasi ammonia, pH dan suhu perairan. Selain itu bahwa toksik, polutan tersuspensi dan jasad renik pathogen merupakan kelompok pencemar suatu perairan. (Connell dan Miller, 1995 dalam Sari 2007)
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari praktikum limnologi adalah agar praktikan dapat mengetahui pengukuran parameter kualitas air seperti DO, kecerahan, suhu, pH, kecepatan arus, kecerahan, kedalaman air, warna perairan, substrat, karbondioksida, alkalinitas, TOM (total bahan organik), orthofosfat, nitrat-nitrogen, BOD (Biologycal Oxygen Demand).
Tujuan dari praktikum limnologi adalah agar praktikan mampu dan mengetahui mengukur parameter kualitas air seperti DO, kecerahan, suhu, pH, kecepatan arus, kecerahan, kedalaman air, warna perairan, substrat, karbondioksida, alkalinitas, TOM (total bahan organik), orthofosfat, nitrat-nitrogen, BOD (Biologychal Oxygen Demand).


1.3 Tempat dan Waktu
            Pada praktikum limnologi tentang kualitas air pada zona inlet pada hari sabtu tanggal 3 Desember 2011 pada pukul 10.00 – 14.30 WIB, bertempat di waduk Karangkates, Malang, Jawa Timur. Sedangkan praktikum Laboratorium dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal 9 Desember 2011 shitf 1 pada pukul 07.00 – 09.00 WIB dan shitf 2 pada pukul 09.00 – 11.00 WIB, bertempat di Laboratorium Reproduksi Gedung D lantai 1, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur. Praktikum limnologi pengamatan zona outlet dilaksanakan pada hari minggu tanggal 4 Desember 2011 pukul 07.00 – 11.30 WIB, bertempat di Waduk Karangkates, Kabupaten Malang, Jawa Timur.












2.   TINJAUAN PUSTAKA
 

a.                                     Pengertian Limnologi
Limnologi merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang sifat struktur perairan daratan yang meliputi mata air, sungai, danau, kolam, dan rawa-rawa, baik yang berupa air tawar maupun air payau. Selain itu, dikenal oseanologi yang mempelajari tentang ekosistem laut. Lomnologi dan oseanologi merupakan cabang ilmu ekologi yang khusus mempelajari tentang sistem perairan yang terdapat di permukaan bumi (Barus, 2001).
Limnologi (dari bahasa Inggris- Limnology, dari bahasa Yunani: lymne “danau” dan logos “pengetahuan” merupakan pendelaman bagi biologi perairan darat terutama perairan tawar, lingkup kajiannya kadang-kadang mencakup juga perairan payau cestuari). Limnology merupakan bagian menyeluruh mengenai kehidupan di periaran darat sehingga digolongkan sehingga bagian dari ekologi. Dalam bidang perikanan, limnology dipelajari sebagai dasar bagi budidaya perairan (akuakulture) darat (Luarhardgson, 2010).
Kualitas suatu perairan ditentukan oleh sifat fisik, kimia, dan biologis dari perairan tersebut. Interaksi antara ketiga sifat tersebut menentukan kemampuan periairan untuk mendukung kehidupan organisme di dalamnya. Kualitas air mempengaruhi jumlah, komposisi, keanekaragaman jenis, produksi dan keadaan fisiologi organisme perairan. Habitat air tawar menempati daerah yan relatif kecil pada permukaan bumi, dibandingkan dengan habitat lautan dan daratan, tetapi bagi manusia kepentingannya jauh lebih berarti dibandingkan dengan luas daerahnya, sedangkan sifat fisik, kimia, dan biologi perairan seperti suhu, kecerahan, kedalaman, konduktivitas, pH, alkalinitas, kadar oksigen terlarut (DO), sangat mudah berubah. Oleh karena itu diperlukan suatu cara tertentu untuk menentukan kualitas perairan baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Adsense, 2010)






2.2  Parameter Fisika
2.2.1 Suhu
a.    Pengertian
Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyerapan organisme. Proses kehidupan vital yang sering disebut proses metabolisme. Hanya berfungsi dalam kisaran suhu yang relatif sempit. Biasanya 00C-40C (Nybakken 1992 dalam sembiring, 2008)
Menurut Handjojo dan Djoko Setianto (2005) dalam Irawan (2009), suhu air normal adalah suhu air yang memungkinkan makhluk hidup dapat melakukan metabolism dan berkembang biak. Suhu merupakan faktor fisik yang sangat penting di air
b.    Faktor-Faktor yang  mempengaruhi suhu
Pola temperature ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya, ketinggian geografis dan juga oleh faktor kanopii (penutup oleh vegetari) dari pepohonan yang tumbuh sel tepi (Brehm  dan Melfering, 1990, dalam Barus, 2010). Disamping itu pola temperature perairan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor anthrcopogen (faktor yang diakibatkan oleh aktifitas manusia) seperti limbah panas yang berasal dari pendinginan pabrik. Pengunduran BAS yang menyebabkan hilangnya perlindungan sehingga badan air terkena cahaya matahari secara langsung. Hal ini terutama akan menyebabkan peningkatan temperatur suatu sistem perairan (Barus, 2001)
Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi suhu dan salinitas di perairan ini adalah penyerapan panas (heat flux) curah hujan (prespiration) aliran sungai (Flux) dan pola sirkulasi air (Hadikusumah, 2008)
2.2.2 Kecepatan Arus
a.    Pengertian
Menurut Barus (2001), arus air adalah faktor yang mempunyai peranan yang sangat penting baik pada periran letik maupun pada perairan lentik. Hal ini berhubungan dengan penyebaran organisme, gas-gas terlarut dan mineral yang terdapat di dalam air. Kecepatan aliran air akan bervariasi secara vertikal. Arus air pada perairan lotik umumnya bersifat tusbulen yaitu arus air yang bergerak ke segala arah sehingga air akan terdistribusi ke seluruh bagian dari perairan.
Menurut Husabarat dan Stewart (2008), arus merupakan gerakan air yang sangat luas terjadi pada seluruh lautan di dunia. Arus-arus ini mempunyai arti yang sangat penting dalam menentukan arah pelayaran bagi kapal-kapal.
b.    Faktor-faktor yang mempengaruhi
Menurut Barus (2001), pada ekosistem lentik arus dipengaruhi oleh kekuatan angin, semakin kuat tiupan angin akan menyebabkan arus semakin kuat dan semakin dalam mempengaruhi lapisan air. Pada perairan letik umumnya kecepatan arus berkisar antara 3 m / detik. Meskipun demikian sangat sulit untuk membuat suatu batasan mengenai kecepatan arus. Karena arus di suatu ekosistem air sangat berfluktuasi dari waktu ke waktu tergantung dari fluktuasi debit dan aliran air dan kondisi substrat yang ada.
Kecepatan arus sungai dipengaruhi oleh kemiringan, kesuburan kadar sungai. Kedalaman dan keleburan sungai, sehingga kecepatan arus di sepanjang aliran sungai dapat berbeda-beda yang selanjutnya akan mempengaruhi jenis substrat sungai (Ozum, 1993 dalam Suliati, 2006).
2.2.3      Kecerahan
a.    Pengertian
Kecerahan adalah sebagian cahaya yang diteruskan dalam air dan dinyatakan dengan persen (%) dari beberapa panjang gelombang di daerah spectrum yang terlihat cahaya yang melalui lapisan sekitar satu meter, jatuh agak lurus pada permukaan air (kerdi dan Tancung, 2007).
Kecerahan air berkisar antara 40-85 cm. tidak menunjukkan perbedaan yang besar. Kecerahan air pada musim kemarau (Juli – September 2000) adalah 40-85 cm dan pada musim hujan (November dan Desember 2000) antara 60-80 cm. kecerahan air di bawah 100 cm tergolong tingkat kecerahan rendah (Akromi dan Subroto, 2002).
b.    Faktor-Faktor yang mempengaruhi
Kejernihan sangat ditentukan oleh partikel-partikel terlarut dan Lumpur. Semakin banyak partikel atau bahan organik terlarut maka kekeruhan akan meningkat. Kekeruhan atau konsentrasi bahan tersuspensi dalam perairan akan menurunkan efisiensi makan dari organisme (Sembiring, 2008).
Menurut Effendi (2003). Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara visual dengan menggunakan recchi disk. Kekeruhan pada perairan yang tergenang (lentik), misalnya danau, lebih banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi yang berupa koloid dan partikel –partikel halus. Sedangkan kekeruhan pada sungai yang sedang banjir lebih banyak disebabkan oleh bahan-bahan tersuspensi yang berukuran lebih besar yang berupa lapisan permukaan tanah yang terletak oleh aliran air pada saat hujan.

2.2.4      Kedalaman Perairan
a.    Pengertian
Kedalaman merupakan parameter yang penting dalam memecahkan masalah teknik berbagai pesisir seperti erosi. Pertambahan stabilitas garis pantai, pelabuhan dan kontraksi, pelabuhan, evaluasi, penyimpanan pasang surut, pergerakan, pemeliharaan, rute navigasi (Roonawale et al, 2010)
Batimetti (dari bahasa Yunani. Barus, berarti kedalam dan ukuran) adalah ilmu yang mempelajari kedalaman di bawah air dan studi tentang tiga dimensi lantai samudra atau danau. Sebuah peta gatimetri umumnya menampilkan relief pantai atau daratan dengan garis-garis kontor (Contor lines) yang disebut kontor kedalaman (depth contous atau subath) (Aridianto, 2010)
b.    Faktor-Faktor yang mempengaruhi
Menurut Ariana (2002) bathmmetri adalah ukuran tinggi rendahnya dasar laut. Perubahan kondisi hidrografi di wilayah perairan laut dan pantai di samping disebabkan oleh fenomena perubahan penggunaan lahan di wilayah tersebut dan proses-proses yang terjadi di wilayah hulu sungai. Terbawanya berbagai material partikel dan kandungan oleh aliran sungai semakin mempercepat proses pendangkalan di perairan pantai.
Kedalaman perairan sangat berpengaruh terhadap kualitas air pada lokasi tersebut. Lokasi yang dangkal akan lebih mudah terjadinya pengadukan dasar akibat dari pengaruh gelombang yang pada akhirnya kedalaman perairan lebih dari 3 m dari pengaruh gelombang yang pada akhirnya kedalaman perairan lebih dari dasar jaring (Setiawan, 2010)

2.2.5      Warna perairan
a.    Pengertian
Menurut Marindro (2002). Kriteria warna air tambak yang dapat dijadikan acuan standart dalam pengelolaan kualitas air adalah seperti di bawah ini:
1.    warna air tambak hijau tua yang berarti menunjukkan adanya dominasi chloropiceae dengan sifat lebih stabil terhadap perubahan lingkungan dan cuaca karena mempunyai waktu moralitas yang relatif panjang.
2.    warna air tampak kecoklatan yang berarti menunjukkan adanya dominasi diatamoe
3.    warna air tambak hijau kecoklatan yang berarti menunjukkan dominasi yang terjadi merupakan perpaduan antara chlorocyiceae
warna air merupakan salam satu unsur dari parameter fisika terhadap standar persyaratan kualitas air (Darmayanto, 2009).
Warna air merupakan hasil refleksi kembali dari berbagai panjang gelombang cahaya sejumlah material yang berada dalam air yang tertangkap oleh mata. Material dalam air dapat berupa jumlah zat tersuspensi (TDS) (pemuji dan Anthonius, 2010).
b.    Faktor-Faktor yang mempengaruhi
Warna perairan pada umumnya disebabkan oleh partikel koloid bermuatan negatif, sehingga penghilangan warna di perairan dilakukan dengan penambahan koagulan yang bermuatan positif. Misalnya alumunium dan besi (Sawyer dan Mclarty, 1978). Warna perairan juga dapat disebabkan oleh peledakan (Blooming) Fitoplankton (algae) (Effendi, 2003).
Warna air pada kolam dan tambak, baik sistem tradisional demi intensif maupun intensif bermacam-macam. Adanya warna air tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain hadirnya beberapa jenis plankton, baik fitoplankton maupun zooplankton, larutan tersuspensi, dekomposisi bahan organik, mineral ataupun bahan-bahan lain yang terlarut dalam air (Kordi,  2009).

2.2.6      Substrat
a.    Pengertian
Menurut Flamid (2010), bahan tak hidup yaitu komponen fisik dan kimia yang terdiri dari tanah, air, udara, sinar matahari, bahan lain hidup merupakan medium atau substrat tempat berlangsungnya kehidupan atau lingkungan tempat hidup.
Menurut Djum 1971 dalam Sahri et al. 2000. substrat dasar yang berupa batuan merupakan habitat yang penting baik dibandingkan dengan substrat pasir dan kerikil. Substrat pasir dan kerikil mudah sekali terbawa oleh arus air. Sedangkan substrat batuan tidak mudah terbawa oleh arus air.
b.    Faktor-Faktor yang mempengaruhi
Kandungan bahan organik menggambarkan tipe dan substrat dan kandungan nutrisi di dalam perairan. Tipe substrat berbeda-beda seperti pasir Lumpur dan tanah liat (Sembiring, 2008)
Menurut Suliati (2006), kecerahan arus sungai dipengaruhi oleh kemiringan. Kekasanan kadar sungai. Kedalaman dan kelebaran sungai sehingga kecepatan arus di sepanjang aliran sungai dapat berbeda-beda yang selanjutnya akan mempengaruhi jenis substrat dasar sungai pada umumnya, tipe substrat dalam sungai dapat berupa Lumpur, pasir, kerikil dan sampah.

2.3   Parameter Kimia
2.3.1 pH
a.    Pengertian
Derajat keasaman lebih dikenal dengan istilah H. pH (singkatan dari pulscane negatif te H), yaitu logaritma dari kepekatan ion-ion H (hidrogen) yang terlepas dalam satu cairan. Derajat keasaman atau pH air menunjukkan aktifitas ion hydrogen dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hydrogen (dalam nol per lter) pada suhu tertentu atau dapat ditulis pH = - log (H+) (kordi dan Tancung, 2007).
Suatu ukuran yang menunjukkan apakah air bersifat asam atau dasar dikenal sebagai pH. Lebih tepatnya pH menunjukkan konsentrasi ion hydrogen dalam air dan didefinisikan sebagai logaritma asam bila pH dibawah 7 dan dasar ketika pH di atas 7. sebagian besar nilai pH ditemui jatuh antara 0 sampai 14. pH yang baik dalam budidaya adalah 6,5-9,0 (Mutris, 1992).
b.    Faktor-Faktor yang mempengaruhi
Peningkatan keasaman air (pH rendah) umumnya disebabkan limbah yang mengandung asam-asam mineral bebas dan asam karbonat. Keasaman tinggi (pH rendah) juga dapat disebabkan adanya FeS2  dalam air akan membentuk H2SO4 dan ion Fe2+ (larut dalam air ) (manik, 2003).
Perairan laut maupun pesisir memiliki pH relatif stabil dan berada dalam kisaran yang sempit. Biasanya berkisar antara 7,7 – 8,4 pH dipengaruhi olah kapasitas penyangga (buffer) yaitu adanya garam-garam karbonat dan bikarbonat yang dikandungnya (Boyd, 1982, Nybakkan, 1992 dalam Irawan et al, 2009)



2.3.2      DO
a.    Pengertian
Oksigen terlarut (Dssolved Oxigen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Di samping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi dan anorganik dalam proses aerobic (Salmin, 2005)
Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam ekosistem akuatik, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme (Suin, 2002 dalam Semburing, 2008)
b.    Faktor-Faktor yang mempengaruhi
Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung dari beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa dan udara, seperti kekeruhan, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara, seperti arus, gelombang dan pasang surut (Salmin, 2005)
Oksigen terlarut dapat berasal dari proses fotosintesis tumbuhan air dan dari proses fotosintesis tumbuhan air dan dari udara yang masuk ke dalam air. Konsentrasi DO dalam air tergantung pada suhu dan tekanan udara. Pada suhu 200C tekanan udara satu atmosfer konsentrasi DO dalam keadaan jenuh 9,2 ppm dan pada suhu 500 C (tekanan udara sama) konsentrasi DO adalah 5,6 ppm (Manik, 2000)

2.3.3      CO2
a.    Pengertian
Menurut Kordi dan Tancung (2007), karbondioksida (CO2) atau disebut asam arang sangat mudah larut dalam suatu larutan. Pada umumnya perairan alami mengandung karbondioksida sebesar 2 mg/ L. karbondioksida (CO2) merupakan gas yang dibutuhkan oleh tumbuh-tumbuhan air renik maupun tingkat tinggi untuk melakukan fotosintesis.
Istilah karbondioksida bebas (free CO2) digunakan untuk menjelaskan CO2 yang terlarut dalam air, selain yang berada dalam bentuk terikat sebagai ion bikarbonat (HCO3) dan ion karbonat (CO3-2) CO2 bebas menggambarkan keberadaan gas CO2 di perairan yang membentuk kesetimbangan dengan CO2 di atmosfer. Nilai CO2 yang terukur biasanya berupa CO2 bebas (Effendi, 2003).
b.    Faktor-Faktor yang mempengaruhi
Adanya arus dan angin diduga menyebabkan bergeraknya massa CO2 terlarut ini. Selain faktor cuaca seperti kecepatan angin, arah angin dan curah hujan, salinitas dan pH juga mempengaruhi konsentrasi karbondioksida terlarut (CO2 latur) bakker et al 1996 dalam Sukatno dan Bayu. 2010).
Menurut Alffandi (2009), karbondioksida yang terdapat di perairan berasal dari berbagai sumber yaitu sebagai berikut:
1.    Difusi dari atmosfer, karbondiosida yang terdapat di atmosfer
2.    air hujan
3.    air yang melewati tanah organik, karbondioksida hasil dekomposisi ini akan terlarut dalam air
4.    respirasi tumbuhan, hewan dan bakteri aerob maupun anaerob respirasi tumbuhan dan hewan mengeluarkan karbondioksida

2.3.4      Alkalinitas
a.    Pengertian
Alkalinitas atau yang lebih dikenal total alkalinitas adalah konsentrasi total dari unsur basa-basa yang terkandung dalam air dan biasa dinyatakan dalam mg/ L atau setara dengan kalsium karbonat (CaCO2) dalam air, basa-basa yang terkandung biasanya dalam bentuk ion karbonat dan bikarbonat (Kordi dan Tancung, 2007)
Alkalinitas adalah jumlah asam (ion hidrogen) air yang dapat menyebar (buffer) sebelum mencapai pH yang diinginkan. Total alkalinitas diungkapkan sebagai milligram per liter atau bagian per juta kalsium karbonat (mg/l atau ppm CaCO3-alkalinitas total 20 mg/ l atau lebih banyak diperlukan untuk tambak yang berproduksi baik).
b.    Faktor-faktor yang mempengaruhi
Menurut Kordi (2009), konsentrisi total alkalinitas sangat erat hubungannya dengan konsentrasi total kesadahan air. di lahan umumnya total alkalinitas mempunyai konsentrasi yang sama dengan total kesadahan air. Hal ini disebabkan kesadahan atau yang disebut juga dengan konsentrasi ion-ion logam bervalensi 2. seperti Ca2+ dan Mg2+ dipasok dalam jumlah yang sama dari lapisan tanah dengan HCO3- dan CO32- yang merupakan unsur pembentuk total alkalinitas
Di larutan alkalinitas total akan berubah karena adanya perubahan salinitas sebagai akibat adanya konsentrasu ion na+ dan ion Cl- lainnya (Frisetal, 2003). Selain itu yang dapat mempengaruhi perubahan alkalinitas kalsium karbonat atau adanya produksi partikel senyawa organik oleh mikroalga (Wolf-Gladwow. 2007 dalam Sulino dan Bayu, 2007)

2.3.5      TOM
a.    Pengertian
Menurut Effendi (2007), Kalium perman ganat (KMnO4) telah lama dipakai sebagai oksidator pada penentuan konsumsi oksigen untuk mengoksidasi bahan organik yang terkenal sebagai parameter nilai permanganate atau sering disebut sebagai kandungan bahan organik total atau TOM (Total Organic Matter). Akan tetapi, kemampuan oksidasi oleh permanganat sangat bervariasi, tergantung pada senyawa-senyawa yang terkandung dalam air.
Menurut Mulya (2002) bahan organik dibagi atas dua bagian yaitu:
·         Bahan organik terlarut yang berukuran < 0,5 cm
·         Bahan organik yang tidak terlarut yang berukuran > 0,5 cm
b.    Faktor-faktor yang mempengaruhi
Menurut Koesbrono (1985) dalam Syaifudin (2004), terdapat empat macam sumber penghasil bahan organik terlarut dalam air laut yaitu (1) berasal dari daratan, (2) proses pembusukan organisme yang telah mati (3) perubahan matabolik-metabolik ekstra seluler oleh algae, larutan sitoplankton dan (4) eksresi zooplankton.
Hampir seluruh organik karbon terlarut di dalam air laut berasal dari karbondioksida yang dihasilkan oleh fitoplankton. Konsentrasinya tergantung pada keseimbangan antara rata-rata organik karbon terlarut yang dibentuk oleh hasil pembusukan eksresi dan rata-rata hasil penguraian atau pemanfaatannya (Mulya, 2002)

2.3.6      Orthopospat
a.    Pengertian
Orthopospat merupakan bentuk yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuh akuatik. Sedangkan polipospat harus mengalami hidrolisis membentuk orthopospat terlebih dahulu sebelum dapat dimanfaatkan sebagai sumber fosfir. Setelah masuk ke dalam tumbuhan. Misalnya fitoplankton fosfat organik mengalami perubahan menjadi organofosfat (Effendi, 2003)
Ortofosfat merupakan nutrisi yang paling penting dalam menentukan produktivitas perairan. Keberadaan fosfat di perairan  dengan segera dapat diserap oleh bakteri. Phytoplankton dan makrofita (Sembering, 2008)
b.    Faktor-faktor yang mempengaruhi
Input utama fosfat ke danau berasal dari aliran sungai dan pengendapan. Air hujan juga merupakan sumber fosfat namun hanya sedikit mengandung fosfat dari pada hydrogen. Sebagian besar fosfor terbang ke danau yang tidak berpolusi sebagai partikel organik dan anorganik. Hampir setengah dari fosfor yang terkandung dalam limbah rumah tangga berasal dari detergen (Golaman and Horne, 1983 dalam Apridayanti, 2008).
Menurut Fansuri (2009), distribusi bentuk yang beragam dari fosfat di air laut dipengaruhi oleh proses biologi dari fisik. Di permukaan air, forfat diangkat oleh fitoplankton sejak proses fotosintesis, konsentrasi fosfat diatas 0,3 mm akan menyebabkan kecepatan pertumbuhan  pada banyak spesifik fitoplankton.

2.3.7      Nitrat Nitrogen
a.    Pengertian
Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nitrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang merupakan proses yang penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung aerob (Effendi, 2003).
Nitrat adalah salah satu jenis senyawa kimia yang sering ditemukan di alam, seperti dalam tanaman dan air. Senyawa ini terdapat dalam tiga bentuk, yaitu ion hitrat (ion NO3) ketiga bentuk senyawa nitrat ini menyebabkan efek yang sama terhadap ternak meskipun pada konsentrasi yang berbeda (Stohenow dan Lardy, 1998, Cassel dan Boran 2000 dalam yuningsih, 2003).
b.    Faktor-faktor yang mempengaruhi
Dalam kondisi dimana konsentrasi oksigen terlarut sangat rendah dara terjadi proses kebaikan dari nitrifikasi yaitu proses denitrifikasi dimana nitrat melalui nitrit akan menghasilkan nitrogen bebas yang akhirnya akan lepas ke udara atau dapat juga kembali membentuk ammonium / amoniak melalui proses fikasi altrat (Barus, 2001).
Ammonia berada dalam air karena pemupukan kotoran biota budidaya dan hasil kegiatan jasad renik did alam pembusukan bahan organik yang kaya akan nitrogen (protein). Senyawa asam ini dapat digunakan oleh fitoplankton dan tumbuhan air setelah diubah menjadi nitrit dan nitrat oleh bakteri dalam proses nitrifikasi (Kordi, 2009).

2.3.8      BOD
a.    Pengertian
Menurut Effendi (2003), secara tidak langsung BOD merupakan gambar kadar garam organik, yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air (Davis and Cornwell, 1991). Dengan kata lain, BOD menunjukkan jumlah oksigen yang diinkubasi pada suhu sekitar 200C selama lima hari, dalam keadaan tanpa cahaya (Boyd, 1988).
BOD atau blochemical oxygen demand adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oxygen yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurangi atau mendekomposisi Bahan organik dalam kondisi aerobic (Umaly dan Lurin 1988, Metcalf and Ebby 1991 dalam Hariyadi, 2004)
b.    Faktor-Faktor yang mempengaruhi
Selama pemeriksaan BOD, contoh yang diperiksa harus bebas dari udara luar mencegah kontaminasi dari oksigen yang ada di udara bebas. Konsentrasi air buangan/ sampel tersebut yang harus berada pada suatu tingkat pencemaran tertentu. Hal ini untuk menjaga supaya oksigen terlarut selalu ada selama permiksaan. Hal ini penting diperhatikan mengingat kelarutan oksigen salam air terbatas dan hanya berkisar -9 ppm pada suhu 200C (Salmin. 2005).
Faktor-faktor yang mempengaruhi BOD adalah jumlah senyawa organik yang diuraikan, tersedianya mirkoorganisme aerob dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian tersebut (barus, 1990 dalam Sembiring, 2008).

2.3.9      Amoniak
a.      Pengertian
       Sumber utama amoniak dalam air adalah hasil perombakan bahan organik, sedangkan sumber bahan organik terbesar dalam budidaya udang intensif adalah pakan. Sebagian besar pakan yang diberikan akan dimanfaatkan udang untuk pertumbuhannya, namun sebagian lagi akan dieksresikan dalam bentuk kotoran padat dan amoniak terlarut (NH2) dalam air. Kotoran padat pun selanjutnya akan mengalami perombakan menjadi NH2 dalam bentuk gas (fitaasri,2008).
       Amonia (NH4+) pada suatu perairan berasal dari urin dan feses yang dihasilkan oleh ikan. Kandungan amonia ada dalam jumlah yang relatif kecil jika dalam perairan kandungan oksigen terlarut tinggi. Sehingga kandungan amonia dalam perairan bertambah seiring dengan bertambahnya kedalaman (Maswira,2009).

b.      Faktor – Faktor yang mempengaruhi
       Toksisitas amonia dipengaruhi oleh pH, yang ditunjukkan dengan kondisi pH rendah akan bersifat racun jika jumlah amonia banyak, sedangkan dengan kondisi pH tinggi hanya dengan jumlah amonia yang sedikit akan bersifat racun. Selain itu, pada saat kandungan oksigen terlarut tinggi, amonia yang ada dalam jumlah yang relatif kecil sehingga amonia bertambah seiring dengan bertambahnya kedalaman (Fitaasri,2008).
       Secara biologis, di alam sebenarnya dapat terjadi perombakan amoniak menjadi nitrat (NO3), suatu bentuk yang tidak berbahaya dalam proses nitrifikasi dengan bantuan bakteri nitrifikasi terutama nitrosomonas dan nitrobacter. Selain memerlukan bakteri tersebut dalam proses perombakan ini juga diperlukan jumlah oksigen yang cukup di dalam air. Proses perombakan yang tidak sempuma dapat mengakibatkan akumulasi ion nitrit (NO2) yang juga bersifat racun Dalam darah udang nitrit dapat mengoksidasi hemoglobin, sehingga hemoglobin menjadi tidak mampu berfungsi sebagai pembawa oksigen kejaringan tubuh. Dalam darah yang mengandung hemocyanin mekanisme mi mungkin pula terjadi (Maswira,2009).


2.3.10   Turbiditas
a.      Pengertian
Turbiditas ( Kekeruhan ) merupakan kandungan bahan Organik maupun Anorganik yang terdapat di peraairan sehingga mempengaruhi proses kehidupan organisme yang ada di perairan tersebut. Turbiditas sering di sebut dengan kekeruhan, apabila di dalam air media terjadi kekeruhan yang tinggi maka kandungan oksigen akan menurun, hal ini disebabkan intensitas cahaya matahari yang masuk kedalam perairan sangat terbatas sehingga tumbuhan / phytoplankton tidak dapat melakukan proses fotosintesis untuk mengasilkan oksigen (Zoel-kifli,2001).
Turbiditas ( Kekeruhan ) merupakan kandungan bahan Organik maupun Anorganik yang terdapat di peraairan sehingga mempengaruhi proses kehidupan organisme (Mandala-manik,2010).
b.      Faktor – faktor yang mempengaruhi
.                       Menurut Zoel-kifli (2011), Faktor- faktor kekeruhan air ditentukan oleh:
                   a. Benda-benda halus yang disuspensikan (seperti lumpur dsb).
                   b. Jasad-jasad renik yang merupakan plankton.
       c. Warna air (yang antara lain ditimbulkan oleh zat-zat koloid berasal dari daun-
          daun tumbuhan yang terektrak).

       Menurut Mandala, (2010), Faktor-faktor ini dapat menimbulkan warna dalam air. Pengukuran kekeruhan suatu perairan dapat dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut dengan Jackson Candler Turbidimeter dengan satuan unit turbiditas setara dengan 1 mg/l SiO2. Satu unit turbiditas Jackson Candler Turbidimeter dinyatakan dengan satuan 1 JTU (Jackson Turbidity Unit).

2.4    Proses Nitrifikasi

Menurut Yuningsih (2007). Proses nitrifikasi sebagai berikut: dalam tubuh ternak










Monium dan amoniak yang merupakan produk penguraian protein yang sudah dibahas sebelumnya masuk ke dalam bawah sungai akan semakin berkurang bila semakin jauh dari titik pembuangan yang disebabkan adanya aktifitas mikroorganisme di dalam air. Mikroorganisme tersebut akan mengoksidasi ammonium menjadi nutrot dan akhirnya menjadi nitrat. Penguraian ini dikenal sebagai proses nitrifikasi (Borneft, 1982. Schewoebel 1987 dan 194 Huter 1990 dalam Barus, 2010)

2.5    Pembagian Perairan Menurut kesuburan perairan
Pengertian profiktropi mangan kepada kandungan zat hara yang terdapat dalam suatu ekosistem danau nilai  produktifitas suatu produktivitas suatu danau yang bersifat eligotropik (miskin zat hara) akan mempunyai nilai produktivitas rendah. Peningkatan akumulai zat hara dalam danau dapat mengubah kondisi algotropik menjadi kondisi entrofik dan itu juga berarti terjadi peningkatan produktifitas (Barus, 2001)
Menurut Effendi (2003), berdasarkan tingkat keduburannya (Tropik status) perairan tergenang khususnya danau dapat diklasifikasikan menjadi lima sebagai berikut:
a)    Oligotropik (miskin unsur hara dan produktifitas rendah) yaitu perairan dengan produktifitas primer dan biomasa yang rendah, perairan ini memiliki kadar unsur hara nitrogen dan fosfor rendah, namun cenderung jenuh dengan oksigen
b)    Mesotropik (unsur hara dan produktifitas sedang) yaitu perairan dengan produktivitas primer dan biomasa sedang perairan ini merupakan perairan antara akgotropik dan entropik.
c)    Eutropik (Kaya unsur hara dan tingkat produktifitas tinggi) yaitu perairan dengan kadar unsur hara dan tingkat produktifitas primer tinggi
d)    Hiper eutropik yaitu perairan dengan kadar unsur hara dan produktifitas primer sangat tinggi
e)    Distropik yaitu jenis perairan yang banyak mengandung bahan organik (misalnya asam humus dan fulfic)













3.           METODOLOGI

3.1   Alat dan Fungsi
A.   Parameter Fisika
1)    Suhu
            Alat yang digunakan dalam pengukuran pH adalah :
·         Termometer Hg : untuk mengukur suhu
2)    Pengukuran kecerahan
            Alat yang digunakan dalam pengukuran Kecerahan adalah :
·         Sacchi disk : untuk mengukur kecerahan air
3)    Warna Perairan
             Alat yang digunakan dalam pengukuran Warna Perairan adalah:
·         Kamera digital   : sebagai alat untuk mengambil gambar warna
4)     Kecepatan Arus
        Alat yang digunakan dalam pengukuran Kecepatan Arus adalah:
·         2 botol Air mineral        : sebagai pelampung dan pemberat
·         Stop watch                   : Sebagai alat pengukur waktu
5)     Kedalaman Air
            Alat yang digunakan dalam pengukuran kedalaman air adalah:
·         Tongkat skala 2-5 m : Untuk mengukur kedalaman air
6)     Substrat
·         Tangan Pengamat      : Sebagai alat bantu meraba substrat
B.   Parameter Kimia
1)    DO (Oksigen terlarut)
                  Alat yang digunakan dalam pengukuran DO adalah :
·         Buret               : untuk tempat larutan titrasi
·        Botol DO         : untuk mengambil sampel air
·         Pipet tetes       : untuk mengambil larutan dalam jumlah sedikit
·        Statif                : untuk penyanggah buret.
·        Klem                : untuk menyatukan Buret dan Statif.
·        Corong            : untuk membantu memasukan larutan ke dalam buret
2)    pH
                  Alat yang digunakan dalam pengukuran pH adalah:
·        Kotak pH         : untuk mencocokkan hasil pembacaan kertas
3)    Orthophosfat
            Alat yang digunakan dalam Pengukuran orthophosfat adalah:
·      Pipet tetes                   : untuk mengambil larutan dalam jumlah sedikit
·        Beaker glass              : sebagai wadah sampel
·        Gelas ukur                  : untuk mengukur volume air sampel
·        Cuvet                          : untuk wadah sampel yang akan diukur 
 panjang Gelombang.
·        Spektrofotometer        : untuk mengukur panjang gelombang
·        Botol Kosong               : Untuk tempat sampel air     
4)  Nitrat nitrogen
                        Alat yang digunakan dalam Pengukuran nitrat nitrogen adalah :
·        Hot plate                      : untuk memanaskan air sample sampai 
            menjadi kerak.
·      Pipet tetes                     : untuk mengambil larutan dalam jumlah   
      sedikit
·        Beaker glass               : sebagai wadah sampel air
·        Gelas ukur                   : untuk mengukur volume air sampel
·      Cuvet                           : untuk wadah sampel yang akan diukur panjang gelombangnya.
·        Spektrofotometer: untuk mengukur panjang gelombang
·        Spatula                        : untuk menghomogenkan campuran bahan
·        Botol kosong               : Untuk tempat sampel air
·        Bola Hisap                   : Untuk membantu mengambil larutan dengan  bantuan pipet volum
·         Botol Kosong               : Untuk tempat sampel air




5)  Amonia
            Alat yang digunakan dalam Pengukuran Amonia adalah :
·         Erlenmeyer     : sebagai wadah air yang disaring
·      Corong            : untuk memudahkan memasukkan larutan titaran ke dalam buret.
6)  CO2
       Alat yang digunakan dalam Pengukuran  COadalah :
·        Pipet tetes                   : untuk mengambil larutan dalam jumlah sedikit
·        Beaker glass               : sebagai wadah sampel air
·        Gelas ukur                   : untuk mengukur volume air sampel
·        Statif                            : untuk penyanggah buret
7). TOM (Total Bahan Organik)
                  Alat yang digunakan dalam pengukuran Tom adalah :
·      Erlenmeyer      : Sebagai tempat larutan yang akan di titrasi.
·         Buret                           : Sebagai tempat larutan titran untuk titrasi
·         Termometer Hg           : Untuk mengukur suhu Larutan
·         Statif                            : Untuk penyangga buret.
·      Pipet tetes                   :Untuk mengambil larutan dalam jumlah sedikit
·        Hot plate                      : Alat untuk memanaskan larutan dan aquades
·         Klem                             : Alat penghubung statif dan klem.
·         Botol Kosong               : Untuk tempat sampel air
·         Klem                             : Alat penghubung statif dan klem.
8).BOD (Biochemical Oxygen Demand)
                  Alat yang digunakan dalam pengukuran BOD adalah
·         Botol Do                       : sebagai tempat sample Do
·      Corong                        : untuk memudahkan memasukkan larutan ke dalam buret
·         Buret                            : sebagai tempat larutan titran untuk titrasi
·         Statif                            : untuk penyangga buret.
·         Pipet tetes                   : untuk mengambil larutan dalam jumlah
           sedikit
·         Klem                             : Alat penghubung statif dan klem.
9).Turbiditas
                  Alat yang digunakan dalam pengukuran turbiditas adalah :
·        Cuvet                          : untuk wadah sampel yang akan diukur 
  panjang Gelombang.
·        Spektrofotometer        : untuk mengukur panjang gelombang
·         Botol Kosong               : Untuk tempat sampel air     
11). Alkalinitas
                  Alat yang digunakan dalam pengukuran Tom adalah :
·         Erlenmeyer    : Sebagai tempat larutan yang akan di titrasi.
·         Buret                           : Sebagai tempat larutan titran untuk titrasi
·         Termometer Hg           : Untuk mengukur suhu Larutan
·         Statif                            : Untuk penyangga buret.
·         Pipet tetes                   :Untuk mengambil larutan dalam jumlah sedikit
·         Hot plate                      : Alat untuk memanaskan larutan dan aquades
·         Klem                             : Alat penghubung statif dan klem.
·         Botol Kosong               : Untuk tempat sampel air
·         Klem                             : Alat penghubung statif dan klem.

Bahan dan Fungsi
       Parameter Fisika 
a)    Suhu
                          Bahan yang digunakan dalam Pengukuran suhu adalah:
·              Air Sampel      : sebagai bahan yang akan diukur suhunya
b)    Kecerahan
                         Bahan yang digunakan dalam Pengukuran Kecerahan adalah
·              Air kolam                     : sebagai bahan yang akan diukur suhunya
c)    Warna Perairan
                             Bahan yang digunakan dalam Warna perairan adalah
·        Perairan           : Sebagai bahan yang diamati warna perairannya
d)    Substrat
                        Bahan yang digunakan dalam Pengukuran Substrat adalah
·        Substrat           : Sebagai bahan yang diamati substrat perairannya
e)    Kedalaman Perairan
Bahan yang digunakan pengamatan dalam kedalaman perairan adalah
·        Air Perairan     : Sebagai objek yang di amati.
Parameter Kimia
a).DO
     Bahan – bahan yang digunakan dalam Pengukuran DO adalah :
·  MnSO4                                : untuk mengikat O2
·  NaOH + KI      : untuk membentuk endapan coklat dan melepas I2
·  Air  sampel      : sebagai bahan yang akan diukur DOnya
·  Na­2S2O3             : untuk titrasi
·  H2SO4                 : untuk melarutkan endapan coklat serta 
             pengkondisian asam
·  Amilum            : untuk indicator warna ungu dan
             pengkondisaian basa
b).Orthophosfat
                        Bahan yang digunakan dalam Pengukuran orthopospat adalah :
·              Air Sampel      : sebagai bahan yang akan diukur kadar fosfatnya
·              Larutan SnCl: sebagai indikator suasana basa (ungu)
·              Amonium molybdate – asam sulfat: untuk mengikat fosfat
·              Aquadest         : untuk kalibrasi cuvet
c). Nitrat nitrogen
                        Bahan yang digunakan dalam Pengukuran Nitrat Nitrogen adalah :
·              Air Sampel                  : sebagai bahan yang akan diukur kadar nitrat
                                               nitrogen
·              Aquadest                     : untuk kalibrasi cuvet
·              Asam fenoldisulfonik  : untuk melarutkan kerak
·              Larutan NH4OH          : sebagai indikator pada suasana basa
d). Ammonia
                        Bahan yang digunakan dalam Pengukuran ammonia adalah
·              Air Sampel      : sebagai bahan yang akan diukur kadar amonianya
·              Aquadest         : untuk kalibrasi cuvet
·              Larutan nesler: untuk mengikat amonia
e). CO2
                        Bahan yang digunakan dalam Pengukuran CO2 adalah
·              Air Sampel      : sebagai bahan yang akan diukur kadar CO2nya
·              Indikator pp     : sebagai indikator warna merah muda pada suasana
          asam
·              Na2CO3              : Sebagaibahan titran apabila air sampel mengandung
           Co2
f)     TOM (Tota Bahan Organik)
                        Bahan yang digunakan dalam Pengukuran TOM adalah:
·         Air Sampel             : Sebgai bahan yang akan diukur kadar TOMnya
·         Larutan KMNo4   : Untuk titran dan sebagai oksidator
·         Larutan H2SO4   : Untuk mempercepat reaksi
·         Na Oxalat            : Sebagai pereduksi
·         Aquadest                : Sebagai larutan pembanding
g)    BOD (Biochemical Oxygen Demand)
                        Bahan yang digunakan dalam Pengukuran BOD adalah
·               Air Sampel      : Sebagai bahan yang akan diukur kadar TOMnya
·        MnSO4                                : untuk mengikat O2
·        NaOH + KI      : untuk membentuk endapan coklat dan melepas I2
·        Air  sampel      : sebagai bahan yang akan diukur DOnya
·        Na­2S2O3             : untuk titrasi
·        H2SO4                 : untuk melarutkan endapan coklat serta 
             pengkondisian asam
·        Amilum            : untuk indicator warna ungu dan
             pengkondisaian basa
·         Kertas Koran   : Sebagai pembungkus
h)    pH
                        Bahan – bahan yang digunakan dalam Pengukuran pH adalah :
·              Air Sampel      : sebagai bahan yang akan diukur pHnya
·              pH paper         : bahan intuk mengukur pH
i)      Alkalinitas
Bahan – bahan yang digunakan dalam Pengukuran alkalinitas adalah :
·               Air Sampel      : Sebagai Objek yang akan diukur salinitasnya
·               Larutan Hcl     : Sebagai larutan titran
·               Indikator PP    : Sebagai Indikator warna ungu/pink/pengkondisian
                  asam
·               Indikator MO   : Sebagai indicator warna orange/pengkondisian asam
j)      Turbinitas
Bahan – bahan yang digunakan dalam Pengukuran turbinitas adalah
·               Air Sampel      : sebagai objek yang diukur turbiditasnya
·               Aquadest         : Untuk mengkalibrasi



3.3 Analisa Prosedur
Parameter Fisika
3.3.1 Suhu
Sebelum melakukan praktikum pengambilan suhu perairan, disiapkan alat dan bahan terlebih dahulu. Disiapkan thermometer Hg yang berfungsi untuk mengetahui suhu perairan. Pertama-tama posisikan tubuh membelakangi datangnya sinar matahari yang bertujuan agar sinar matahari tidak mempengaruhi suhu pada thermometer. Dimasukkan thermometer ke dalam perairan, kemudian dibaca nilai pada skala thermometer dengan keadaan thermometer masih di dalam air yang bertujuan agar suhu tidak berubah lagi. Dan yang perlu diingat, cara memegang thermometer dengan tidak menyentuh langsung pada thermometer karena akan mempengaruhi suhu pada thermometer dan di catat hasilnya.
3.3.2 Kecepatan Arus
            Pertama-tama disiapkan alat dan bahan sebelum melakukan praktikum. Disiapkan 2 botol air mineral yang berukuran 600 ml sebagai pemmberat dan pelampung, karena salah satu dari botol diisi air penuh dan yang lainnya tidak. Kemudian ukur tali raffia sepanjang 30 cm dan diikatkan pada botol yang telah diisi air. Diukur kembali tali raffia sepanjang 2 m da diikatkan pada botol yang tidak berisi air. Setelah siap, bawa kedua botol tersebut ke daerah yang terdapat arus. Setelah itu rapatkan kedua botol dan lepas kedua botol secara bersamaan dengan tali yang tersisa pada sebelumnya botol pemberat dipegang agar botol tidak terbawa arus. Bersamaan dengan dilepasnya botol, stopwatch dinyalakan dan ditunggu sampai tali antara kedua botol menjadi meregang. Setelah tali pada botol meregang, matikan stopwatch dan dihitung dalam rumus kecepatan yaitu v = s/t dengan v = kecepatan, s = jarak yang di tempuh, t = waktu, dan dicatat hasilnya.
3.3.3 Kecerahan
            Pertama-tama disiapkan alat dan bahan sebelum melakukan praktikum. Disiapkan secchi disk  yang berwarna hitam-putih yang bertujuan agar dapat membedakan dan melihat dengan jelas. Masukkan secchi disk ke dalam perairan  dan secara perlahan-lahan dan setelah tidak tampak pertama kali dicatat sebagai D1. Setelah itu diangkat dan dicatat saat secchi disk  terlihat pertama kali sebagai D2. Setelah itu, dihitung dengan menggunakan rumus D = D1 + D2 / 2.
3.3.4 Kedalaman Perairan
            Pertama-tama disiapkan alat dan bahan sebelum melakukan praktikum. Disiapkan tongkat skala 2-5 m yang digunakan untuk mengukur kedalaman perairan. Setelah itu, tongkat skala dimasukkan ke dalam perairan secara perlahan-lahan sampai tongkat skala menyentuh dasar perairan. Dicatat hasilnya dari permukaan sampai ke dasar perairan.
3.3.5 Warna Perairan
            Pada praktikum, pengamatan warna perairan dilakukan dengan melihat secara langsung pada perairan dan di foto dengan kamera digital untuk mempermudah pengamatan agar tidak lupa dan dicatat hasilnya.
3.3.6 Substrat Perairan
            Pada praktikum substrat yang harus dilakukan adalah mengambil substrat pada dasar perairan dan diangkat pada permukaan untuk diamati dan menentukan jenis dari substrat perairan tersebut. Setelah itu dicatat hasil yang diperoleh.

3.4         Pengukuran Parameter Kimia
3.4.1   Oksigen Terlarut ( DO )
              Pertama-tama,disiapkan alat dan bahan sebelum melakukan praktikum. Disiap kan botol DO yang sebelum nya di catat volume botol .botol DO berfungsi sebagai tempat air sample.kemudian botol DO dimasukkan kedalam perairan secara perlahan-lahan dan diusahakan tidak ada gelembung udara karena itu akan mempengaruhi nilai DO. Ditutup botol DO dalam air. Kemudian botol DO yang berisi air sample, ditambahkan 2 ml MnSO4 untuk mengikat O2 dengan  menggunakan pipet tetes. Kemudian ditambahkan 2 ml NaOH + KI untuk membentuk endapan coklat dan melepas I2 masing-masing sebanyak 2 ml dengan menggunakan pipet tetes dan dihomogenkan. Dibiarkan sampai terbentuk endapan coklat. Setelah itu dibuang air bening bagian atas karena air yang bening tidak mengandung O2, lalu endapan coklat tersebut diberi 2 ml H2SO4 pekat untuk pengkondisian asam dan melarutkan endapan coklat dengan menggunakan pipet tetes dan dihomogenkan sampai endapan terlarut, lalu diberi 3-4 tetes amilum sebagai indikator suasana basa dan warna ungu dengan menggunakan pipet tetes. Kemudian dititrasi dengan 0,025 Na-thiosulfat dan dicatat volume NaS2O3 yang terpakai dan dihitung jumlahnya dengan rumus DO :


           
3.4.2 pH
             melakukan praktikum Pertama-tama,disiapkan alat dan bahan,di siap kan  pH paper yang di gunakan  untuk mengetahui pH suatu perairan.  pH paper di masuk kan ke dalam perairan dan di tunggu  selama 2-3 menit, kemudian diangkat dan di kibas-kibaskan hingga  kering ,kemudian di cocok kan warna pada pH paper dengan kotak standart yang terdapat warna .warna untuk menentu kan nilai pH.setelah dicocokkan dengan  kotak standart catat hasil yang diperoleh.
3.4.3      Ortofosfat
Praktikum ortofosfat, yang pertama di lakukan adalah disiapkan alat dan bahan. Selanjutnya diukur 50 ml air sample dengan gelas ukur dan dimasukkan ke dalam beaker glass 250 ml, ditambahkan dengan 2 ml amonium molybdate untuk mengikat fosfat dengan menggunakan pipet tetes dan dihomogenkan. Kemudian di tambahkan 5 tetes larutan SnCl2 dengan meggunakan pipet tetes setelah itu, dimasukan kedalam cuvet.Sebelum cuvet digunakan dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan aquadest dan dikeringkan dengan tissue. Selanjutnya cuvet dimasukkan kedalam spektofotometer untuk mengukur panjang gelombang. Pada penggunaan spektofotometer terlebih dahulu dinyalakan dengan menekan tombol power, lalu tunggu sampai angka yang ditentukan muncul dan tekan enter.kemudian cuvet dibersihkan dengan aquades dan dimasukkan sample ke dalam cuvet dan diukur panjang gelombang yang dicari dan dicatat hasil yang didapat. Setelah itu cuvet diambil dikalibrasi dengan aquadest. Cara penggunan spektofotometer adalah dikalibrasi cuvetdengan aquades, kemudian di keringkan dengan penggunaan tissue, dihidupkan power di tunggu hingga keluar method, di tekan Skala 480 untuk larutan orthofosfat kemudian di tekan enter, dan di samakan panjang gelombangnya kemudian cuvet diambil lalu di kalibrasi dengan menggunakan aquades kemudian di tekan zero dan dibuang aquades, di keringkan dengan menggunakan tissue.
3.4.4  Nitrat Nitrogen
Pada pengukuran nitrat nitrogen digunakan beaker glass 250 ml sebagai tempat air sample dan diambil air sample 50 ml.kemudian diuapkan sampai kering dan membentuk kerak di atas hot plate. Setelah air habis dan kering, didinginkan dan ditetesi 1 ml asam fenol disulfanik untuk melarutkan kerak denagn menggunakan pipet tetes dan diaduk sampai rata dengan pengaduk. Selanjutnya ditambahkan 10 ml aquades diambil dengan gelas ukur dan ditambahkan NH4OH 44 tetes untuk mengkondisikan suasana basa sampai terbentuk warna, dengan menggunakan pipet tetes  lalu ditambahkan lagi dengan 100 ml aquadest dari washing botle.kemudian diukur kadar larutan dengan spektofotometer. Pada penggunaan spektofotometer terlebih dahulu dinyalakan dengan menekan tombol power, lalu tunggu sampai angka yang ditentukan muncul dan tekan enter.kemudian cuvet dibersihkan dengan aquades dan dimasukkan sample ke dalam cuvet dan diukur panjang gelombang ‘353 ‘ dan dicatat hasil yang didapat. Setelah itu cuvet diambil dikalibrasi dengan aquadest. Cara penggunan spektofotometer adalah dikalibrasi cuvetdengan aquades, kemudian di keringkan dengan penggunaan tissue, dihidupkan power di tunggu hingga keluar method, di tekan Skala 353 untuk larutan orthofosfat kemudian di tekan enter, dan di samakan panjang gelombangnya kemudian cuvet diambil lalu di kalibrasi dengan menggunakan aquades kemudian di tekan zero dan dibuang aquades, di keringkan dengan menggunakan tissue.
3.4.5                      CO2
Pada pengukuran CO2 pertama disiapkan alat dan bahan Selanjutnya dimasukkan 25 ml air sample ke dalam erlenmeyer kemudian ditambahkan 1-2 tetes indikator PP dalam air untuk memberi warna pink dan suasana basa dengan menggunakan pipet tetes, bila air berwarna merah muda berarti air tidak mengandung CO2 bebas, sedangkan apabila air tidak berwarna perlu dititrasi dengan 0,0454 N Na2CO3. diletakkan erlenmeyer di bawah buret yang disangga oleh statif yang berisi larutan Na2CO3 sambil dihomogenkan pelan-pelan sampai terbentuk warna merah muda. Kemudian dihitung jumlahnya dengan rumus CO2 :
3.4.6                   Amonia
        Pada pengukuran amonia, pertama disiapkan alat dan bahan. Selanjutnya diambil air sample 25 ml dengan menggunakan gelas ukur, kemudian disaring bila airnya kotor, lalu dimasukkan ke dalam beaker glass 250 ml. Kemudian ditambahkan 1 ml nesler dengan menggunakan pipet tetes, dihomogenkan dan diendapkan sampai terbentuk warna kuning. Bila sudah terbentuk warna, diambil larutan yang berwarna kuning saja. Kemudian dimasukkan ke dalam cuvet dan dihitung larutannya dengan spektofotometer. Cara kerja spektofotometer adalah dengan menekan tombol power untuk menyalakan alat, namun terlebih dahulu cuvet dibersihkan dengan aquadest. Lalu dimasukkan larutan air sample ke dalam cuvet dan dihitung panjang gelombangnya. Catat hasilnya dan cuvet dibersihkan lagi dengan cuvet.
3.4.7                      TOM atau Total Bahan Organik
        Pada praktikum TOM atau Total Bahan Organik, air sampel disiapkan untuk bahan yang akan diukur total bahan organiknya. Kemudian air sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml sebagai tempat air sampel yang akan dititrasi. Setelah itu ditambahkan 9,5 ml KMnO4 dari buret, KMnO4 digunakan untuk bahan titrasi dan sebagai oksidator. Lalu ditambahkan 10 ml N2SO4 (1:4) yang digunakan untuk mempercepat reaksi dan pengkondisian suasana asam. Kemudian dipanaskan digunakan hot plate sampai suhu 70-80oC, pengukuran suhu saat dipanaskan dengan menggunakan thermometer yang dimasukkan ke dalam erlenmeyer dengan dipegang ujung tali thermometer. Setelah suhu 70-80oC air sampel dibiarkan dingin sampai suhu 60-70oC dengan menggunakan thermometer. Setelah itu ditambahkan Na-Oxalat 1m 0,01N yang digunakan sebagai pereduksi, penambahan Na-Oxalat dilakukan secara berlahan sampai tidak berwarna. Kemudian ditrasi dengan KMnO4 yang digunakan sebagai titrasi dan sebagai oksidator. Pemberian KMnO4 dilakukan dengan cara KMnO4 dimasukkan ke dalam buret yang disangga oleh statif. Pemberiannya dilakukan secara perlahan sampai berwarna merah jambu atau pink dan dicatat ml titran sebagai (xml). Setelah itu dibuat larutan pembanding dengan menggunakan aquades yang dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Lalu ditambahkan 9,5 ml KMnO4 dari buret. Kemudian ditambahkan 10 ml H2SO4 (1:4) dan dipanaskan dengan hot plate sampai suhu 70-80oC. Setelah itu 70-80oC erlenmeyer yang berisi aquades diangkat dibiarkan dingin sampai suhu 60-70oC. kemudian ditambah Na-Oxalat 1 ml 0,01 N secara berlahan sampai tidak berwarna. Setelah itu dititrasi dengan KMnO4 hingga berwarna merah jambu atau pink dan dicatat ml titran sebagai Yml kemudian dihitung nilai TOM dengan rumus
3.4.8   BOD (Biologycalical Oxygen Demand)
Hal pertama yang dilakukan adalah menyiapkan air sampel untuk diuji BODnya. Kemudian diambil dengan menggunakan botol gelap dan botol kering pada wilayah yang sama. Kemudian diukur oksigen terlarut pada botol terang saat itu juga dan dicatat sebagai DO. Pada botol gelap diinkubasi selama 1 hari. Setelah 1 hari botol DO dibuka dan ditambahkan 2 ml MnSO4 untuk mengikat oksigen dengan menggunakan pipet tetes. Setelah itu ditambah 2 ml NaOH + Kl untuk membentuk endapan coklat dan mengikat ion iodidat lalu dihomogenkan, penambahan NaOH + Kl menggunakan pipet tetes. Kemudian dibiarkan + 30 menit sampai terjadi endapan coklat. Setelah terjadi endapan coklat, air bening yang ada di atas dibuang karena tidak mengandung oksigen. Setelah itu ditambahkan H2SO4 sebanyak 2 ml dengan menggunakan pipet tetes dan dihomogenkan, H2SO4 digunakan untuk melarutkan endapat coklat dan untuk indikator suasana asam. Setelah itu diberi 3-4 tetes amilum sebagai indikator warna ungu dan suasana basa dengan menggunakan pipet tetes. Kemudian dititrasi dengan 0,025 N Na-thiosulfat menggunakan buret untuk tempat titran dan statis untuk menyangga buret sampai jernih pertama kali dan dicatat ml Na-thiosulfat yang terpakai. Penggunaan Na-thiosulfat sebagai bahan larutan titran. Kemudian dihitung DO pada botol gelap dengan rumus



Hasil perhitungan dicatat sebagai DO2. Setelah itu dihitung BOD dengan  rumus
Dan dicatat sebagai data hasil pengamatan
3.4.9 Turbiditas
Hal pertama yang dilakukan adalah menyiapkan air sampel. Kemudian mengkalibrasi cuvet dengan aquades dan dikeringkan dengan tissu lalu air sampel dimasukkan ke dalam cuvet. Setelah itu cuvet dimasukan ke dalam spektofotometer yang sudah disambungkan dengan aliran listrik lalu ditekan tombol power dan ditunggu hingga keluar method. Kemudian ditekan 340 untuk turbinitas karena itu adalah kode dari turbinitas pada label yang tertera pada spektofotometer. Kemudian ditekan onter dan diputar bagian sisi kanan spektofotometer dan ditekan onter. Dimasukkan cuvet berisi air sampel ditekan zero. Lalu ditekan onter dan dilihat angka yang muncul pada spektofotometer dan dicatat sebagai data hasil pengamatan. Cara penggunan spektofotometer adalah dikalibrasi cuvetdengan aquades, kemudian di keringkan dengan penggunaan tissue, dihidupkan power di tunggu hingga keluar method, di tekan Skala 340 untuk larutan orthofosfat kemudian di tekan enter, dan di samakan panjang gelombangnya kemudian cuvet diambil lalu di kalibrasi dengan menggunakan aquades kemudian di tekan zero dan dibuang aquades, di keringkan dengan menggunakan tissue.
3.4.10   Alkalinitas
            Pertama-tama di siapkan alat dan bahan yang digunakan dalam pengukuran alkalinitas seanjutnya dimasukan 50 ml air sampel kedalam enlemayer kemudian di tambahkan indikator MO (metil orange) sebanyak 3 tetes dengan menggunakan pipe tetes untuk memberikan warna orange untuk suasana asam. Jika PHnya kurang dari 8,3  atau di tabahkan 2-3 tetes ndikator PP dengan menggunakan pipet tetes yang berfungsi untuk memberikan warna pink, jika PHnya lebih dari 8,5 di berikan indikator MO. Keudian di titrasi dengan menggunan HCL 0,02 N sampai berubah warna , larutan HCL berfungsi sebagai indikator warna asam

4.2 Analisa Data Tiap Parameter
a. Parameter fisika
1. Suhu
            Pada praktikum pengukuran parameter suhu di perairan diperoleh hasil yaitu 29°C. suhu sangat berpengaruh terhadap laju pertumbuhan biota air. Menurut Asmawi (1986), bahwa suhu optimum untuk selera makan ikan adalah 25°C sampai °C. Dari data keseluruhan dapat disimpulkan suhu rata-rata di waduk selorejo adalah 25°C sehingga optimum untuk selera makan ikan.   
2. Kecepatan Arus
            Pada praktikum tentang pengukuran parameter kecepatan arus sebesar 0,09 m/s. Menurut Brotowijoyo,dkk (1996) pada umumnya ikan berenang kea rah datangnya arus.       Difusi oksigen dari atmosfer ke dalam air dapat terjadi secara langsung pada kondisi air diam. Difusi juga dapat terjadi karena agitasi atau pergerakan massa air akibat adanya gelombang atau ombak dan air terjun (Effendie,2003). Dari data keseluruihan dapat disimpulkan bahwa ikan banyak hidup di daerah inlet
3. Kecerahan
            Pada praktikum pengukuran kecerahan di perairan adalah 75 cm pada perairan tersebut kecerahannya tidak terlalu baik untuk perairan budidaya karena sinar matahari tidak menembus ke dasar perairan. Jika kecerahannya kurang dari  25 cm harus dilakukan pergantian air karena dapat menyebabkan fitoplankton mati sehingga perairan akan menjadi jernih dan tidak ada pelinding bagi biota budidaya dari cahaya matahari. Kecerahan yang baik bagi budidaya perairan adalah berkisar antara 30-40 cm (Kordi,2007).
            Menurut Asmawi (1986), nilai kecerahan yang baik untuk kelangsungan hidup ikan adalah lebih besar dari 45 cm maksudnya kita masih dapat melihat ke dalam air sejumlah 45 cm atau lebih) karena kalau lebih kecil dari nilai tersebut, batas pandang ikan akan berkurang. Dapat disimpulkan dari data kecerahan bahwa waduk selorejo masih baik untuk kelangsungan hidup ikan.
4. Kedalaman Air
            Data hasil pengukuran kedalaman air di perairan adalah 188 cm. daerah kedalaman kompensasi dalam perairan umumnya berkisar antara ≥1.5-≥0.5 (Andayani, 2005).
            Kedalaman perairan dimana proses fotosintesis sama dengan proses respirasi disebut dengan kedalaman konpensasi.kedalaman konpensasi biasanya terjadi pada saat cahaya yang ada di dalam kolam air hanya tinggal 10% dari seluruh intensitas cahaya yang mengalami penetrasi di permukaan air. Kedalaman konpensasi sangat dipengaruhi oleh kekeruhan dan keberadaan awan sehingga berfluktuasi secara harian dan musiman (Effendi, (2003) dalam Andri, dkk (2009)).
5. Warna Perairan
            Data hasil tentang warna perairan pada saat praktikum adalah hijau kecoklatan. Warna perairan hijau kecoklatan menunjukkan bahwa perairan tersebut banyak mengandung  fitoplankton. Menurut Mudjiman, dkk (2007), indikasi perairan didominasi jenis algae hijau dari jenis Chlorella adalah berwarna hijau kecoklatan. Menurut Anonymous dalam Yudha (2005), warna air hijau kecoklatan disebabkan oleh alga hijau biru. Perairan yang berwarna hijau kecoklatan paling cocok untuk. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa waduk selorejo  pembesaran udang karena didominasi jenis algae hijau dari jenis Chlorella dan masih dapat untuk hidup ikan-ikan tertentu.
6. Substrat
            Data hasil tentang substrat pada saat praktikum adalah Lumpur berpasir. Menurut Nybaakken (1992) dalam Efriyeldi (1999), menyatakan bahwa keberadaan Lumpur di dasar perairan sangat dipengaruhi oleh banyaknya partikel tersuspensi yang dibawa oleh air tawar dan air laut serta fktor-faktor yang mempengaruhi penggumpalan pengendapan bahan tersuspensi tersebut seperti arus di laut.
            Menurut Andi (2002), substrat lumpur untuk mengakumulasi bahan organic, sehingga cukup banyak makan yang potensial bagi bentos. Adapun substrat berpasir yang umumnya miskin akan organism, tidak dihuni oleh kehidupan makrofita. Jadi dapat disimpulkan bahwa daerah berlumpur jauh lebih baik daripada daerah berpasir.
B. parameter kimia
1. pH
            Dari pengaruh PH yang telah dilakukan, di dapatkan hasil dari kelompok PH perairan sebesar 7. dapat disimpulkan bahwa pada PH 8 ini ikan masih bisa melakukan kelangsungan hidupnya. Menurut Asmawi (1986), bahwa untuk menciptakan suasana yang bagus dalam perairan, PH air harus sudah agak mantap atau tidak terlalu berguncang karena ikan perairan yang baik untuk kehidupan ikan adalah perairan dengan PH 6 sampai 8,7.
Dari data diatas dapat diketahui bahwa PH juga sangat berpengaruh pada kehidupan fitoplankton maupun organisme air, sehingga dengan PH = 8 pada perairan waduk selorejo membuat pertumbuhan ikan maksimal.
2.  DO
            Hasil pengukuran DO perwakilan inlet dalah sebesar 9,67 mg/L sedangkan untuk outlet sebesar 9,1 mg/L. Menurut Asmawi (1986), kalu jumlah oksigen terlarut diperairan hanya 1,5 mg/l, kecepatan makan ikan filapia akan berkurang atau jika kadar oksigen makan ikan tersebut akan berhenti makan tetapi kalau oksigen terlarut dalam jumlah yang sangat banyak ikan-ikan memang jarang sekali mati, tapi pada keadaan-keadaan tertentu hal ini demikian dapat mematikan.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa kandungan DO pada waduk selorejo cukup baik untuk pertumbuhan ikan. Jumlah oksigen yang dikonsumsi ikan sangat baik untuk pertimbuhan ikan., sehingga kebutuhan oksigen tiap spesies ikan juga berbeda-beda
3Karbondioksida (CO2)
            Dari pengukuran karbondioksida yang telah dilakukan di dapatkan hasil CO2 sebesar 39,95 mg/l. Menurut Kordi dan Andi (2007), karbondioksida (CO2) atau biasa disebut asam orang sangat mudah larut dalam suatu larutan . pada ummnya perairan alami mengandung karbondioksida sebesar 2 mg/ l pada kosentrasi tinggi (> 10 mg/l). karboindioksida dapat beracun, karena keberadaannya dalam darah dapat menghambat pengikatan oksigen oleh homo globin. Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwa kandungan CO2 pada waduk selorejo kurang baik untuk pertumbuhan ikan maupun organisme lainnya karena kandungan CO2-nya terlalu besar.
4Alkallinitas
Dari pengukuran alkalinitas yang telah dilakukan didapatkan hasil alkalinitas sebesar 42.8 mg/l. Dari data data diatas dapat disimpulkan bahwa kandungan alkalinitas waduk selorejo terlalu tinggi, sehingga tidak baik dan dapat menyebabkan kehidupan ikan terganggu. Menuerut Jusuf dalam Yudha (2005). Alkalinitas optirmun bagi pertumbuhan udang memiliki kisaran antara 75-200 mg CaCO3/ l.
Alkalinitas dipertahankan pada nilai 90-150 Rpm. Alkanitas yang rendah atau kurang 90 ppm harus dilakukan pengapuran sehingga alkalinitas mencapai angka sesuai dengan kisaran. Jenis kapur yang digunakan disesuaikan dengan kondisi PH air sehingga pengaruh pengapuran tidak membuat PH tinggi. Jenis kapur disesuaikan dengan keperluan dan fungsinya. Sebagai contoh kapur hidroksida Ca(OH)2 dii aplikasikan untuk menaikan alkalinitas sekaligus menaikan PH air, bila PH air sudah tinggi, maka untuk menaikan  alkalinitas digunakan jenis kapur carbonat (ca CO3) atau kaptan (Arifin. al, 2007).
5TOM
Dari data pengamatan TOM/ total bahan organic pada praktikum limnology diperoleh perwakilan inlet 3,318(kelompok 3) dan perwakilan outlet 1,975 (kelompok 10). Menurut Alan (1995) dalam sari (2007), TOM dapat berupa allochtihonous yang berasal dari perairan ini sendiri seperti pembusukan organisme mati oleh destritus, aktiviotas perifithon, maktofil yang dibawa oleh aliran air dari daerah sekitar.
Menurut Sari (2007), kandungan bahan organic yang terlarut dekat sungai berkisar antara 256,69-447,97 mg/L dan diantara karamba ikan berkisar antara 348,16-456 mg/ L nilai tersebut masih standart mutu air. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa kandungan TOM waduk selorejo kurang baik untuk kehidupan ikan karena hasilnya kurang dari optimal.
6Orthofosfat
Pada praktikum pengukuran orhofosfat didapatkan kelompok 3 dengan hasil 5.6 mg/L (inlet). Dari pengukuran orthofosfat yang telah dilakukan, di dapatkan hasil pada kelompok 10 besar orthofosfat adalah 7.2 mg/l (outlet). Menurut Lind (1979) dalam Subararijanti (1990) alam Arfiati (2001), orthophosfat adalah senyawa pospat yang berbentuk athophosfat pertumbuhan yang optimal bagi phytoplankton berkisar antara 0.018-0.09 mg/l.      
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa kandungan orthofosfat waduk selorejo tidak baik untuk pertumbuhan ikan maupun organisme air karena terlalu tinggi atau melebihi kisaran yang optimal dan akn terjadi blooming karena orthophospat yang optimal bagi plankton berkisar antara 6,018-0,09 mg/L.
7. Nitrat – Nitrogen
Dari pengukuran nitrat –nitrogen yang telah dilakukan di dapatkan hasil sebesar 5 mg/l untuk kelompok 3 (inlet) dan 1 mg/L untuk kelompok 10 (outlet). Menurut Noutji (1924) dalam Pirzan dan Petnis (2008), bentuk ion nitrat dan ammonia mempunyai peranan penting sebagai sumber nitrogen bagi plankton meskipun peranan masing-masing ion tidak  sama terhadap berbagai jenis plankton. Menurut Raymat (1980) dalam Pirzan dan Petnis (2008) ada jenis plankton yang lebih dulu menggunakan nitrat dan ada juga yang lebih dulu menggunakan ammonium.
Menurut Arfiati (2001), nitrat merupakan hasil dari reaksi biologi yaitu nitrogen organik limbah industri dan domestik akan mengandung nitrat dan akan menjadi polusi untuk permukaan air. Sedangkan menurut Macktor (1909) dalam Fachrul (1993) dalam Organsastra (2007), kadar nitrat yang optimal bagi kehidupan fitoplankton berkisar antara 3.9 – 15.5 mg/l, sehingga dapat disimpulkan bahwa kadar nitrat di kawasan outlet waduk selorejo minimum karena hasilnya 0.5 mg/l. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa tidak baik untuk pertumbuhan ikan dan organisme air lainnya karena hasilnya terlalu rendah karena nilainya kurang dari 3,9- 15,5 mg/L.
8.    Amonia
Dari pengukuran amonia yang telah dilakukan di dapatkan hasil sebesar 0.16 mg/L untuk kelompok 3 (inlet) dan 0.29 mg/L untuk kelompok 10 (outlet). Menurut poppo, dkk (2009), nilai amonia dalam industri perikanan telah melewati standar baku mutu yaitu 4.5 mg/l, sedangkan nilai standar baku mutu yang dipersyaratkan untuk amonia adalah tidak lebih dari 1 mg/l. tingginya kandungan amonia  pada air limbah disebabkan karena senyawa ammonia melalui proses nitrifikasi yang terjadi secara aerob.
Menurut Brown (1957) dalam Asmawi (1985) bahwa kadar ammonia yang rendah baik untuk kehidupan jasad-jasad hewan termasuk ikan, dan kadar ammonia 2-7 ppm dapat mematikan beberapa jenis ikan.  Dari data di atas dapat dilsimpulkan bahwa kandungan ammonia pada waduk selorejo cocok untuk pertumbuhan ikan karena kurang dari 1 mg/l, sehingga organisme air yang lainnya dapat tumbuh optimal
9. BOD (Biochemical Oxygen Demand)
Dari pengukuran BOD yang telah dilakukan didapatkan hasil sebesar 2,195 mg/l untuk kelompok 3 (inlet) dan 4,8 mg/l untuk kelompok 10 (outlet) dengan perhitungan BOD (ppm).  Menurut Darsono (2007) pentingnya jumlah oksigen yang berada dalam air, menyebabkan perlunya disediakan ukuran kebutuhan oksigen yang diperlukan oleh bahteri merambak limbah. Salah satu ukuran tersebut dalam Biological Oxygen Demand (BOD, kebutuhan oksigen untuk proses biologi). BOD adalah “jumlah oksigen dalam ppm yang diperlukan selama proses stabilisasi dari pemecahan bahan organik oleh bakteri agrab”
Menurut Bardo dan Syamsul (2006).pada hasil analisis kadar BOD pada air sungai Code didapatkan hasil bahwa BOD tersendah sebesar 3.20 mg/l. kadar BOD dalam air sungai Code pada bagian hulu lebih rendah dan bagian yang lain dengan kadar  BOD di antara 3-4 mg/l. hal ini disebabkan bahan-bahan buangan dalam air pada bagian hulu masih dalam sedikit sehingga jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan tersebut masih sedikit. Dapat disimpulkan bahwa kandungan BOD tersebut tidak baik untuk kehidupanikan karena jumlahnya terlalu rendah.
10. Turbiditas
Dari pengukuran turbiditas yang telah dilakukan di dapatkan hasil sebesar 3 FTU. Menurut Kordi dan Andi (2007), kekeruhan yang baik adalah kekeruhan yang disebabkan oleh jasad-jasad renik atau plankton, kekeruhan dipengaruhi oleh 1). Benda-benda halus yang disuspensikan, seperti Lumpur dan sebaginya 2). Adanya jasad-jasad renik (plankton), dan 3) warna air. Dapat disimpulkan bahwa perairan inlet memiliki tingkat kekeruhan lebih tinngi disbanding periran outlet, karena di daerah inlet terdapat banyak jasad-jasad dan lumpur yang tersuspensi.
4.3 Hubungan Antar Parameter Kualitas Air
            Dari data praktikum limnologi pada daerah outlet rata-rata suhu 270 C sedangkan kandungan kadar oksigen terlarut dalam perairan waduk didaerah outlet rat-rata 1.4 mg/l sedangkan pada daerah inlet 6.2 mg/l. Bisa dilihat dari data bila suhu naik maka kadar oksigennya juga ikut naik. Menurut Slamet, dkk (2009), kadar oksigen terlarut dalam air (DO) rata-rata tiap stasiun berkisar 6.8-7.67 ppm dengan rata-rata terendah pada stasiun 10 dan tertinggi pada stasiun 13, terlihat bahwa tertinggi pada bagian permukaan air (7.04-8.11 ppm = 7.28 ppm) disusul kemudian titik bagian tengah (6.5-7.9 ppm dengan rata-rata 6.9 ppm), hal ini disebabakan karena cahaya masih banyak didaerah permukaan sehingga suhu dipermukaan lebih tinggi dibandingkan diperairan tengah maupun dalam, dan kegiatan fotosintesa fitoplankton banyak dibagian perairan permukaan dibandingkan diperairan tengah atau dalam.
            Dari data yang didapat pada praktikum limnologi pada daerah outlet substrat yang didapat liat berpasir, sedangkan pada daerah inlet diperoleh data berlumpur dan nilai alkalinitas pada kelompok 2 yang mewakili daerah outlet bernilai 141 mg/l dan data dari kelompok 7 yang mewakili daerah inlet bernilai 188.72 mg/l. Alkalinitas dapat dibagi alkalinitas bikarbonat, alkalinitas karbonat dan pada beberapa perairan alkalinitas hidroksida. Total alkalinitas alami berkisar 5 mg/l sampai lebih dari 500mg/l. Perairan dengan total alkalinitas yang tinggi telah berkaitan dengan endapan batu kapur tanah. Kolam dengan nilai total alkalinitas  yang lebih rendah berada didaerah yang bertanah liat atau lempung yang sering kali mengadung kalium karbonat. Nilai alkalinitas yang tinggi biasanya terdapat pada perairan didaerah kering (living stone, 1983) dimana penguapan konsentrasi ion diperairan lebih banyak terjadi perairan dengan kadar alkalinitas rendah ditemukan ada tanah berpasir dan tanah yang mengandung banyak bahan organic akan memiliki kadar alkalinitas yang rendah (Andayani, 2005)
4.4 Kelayakan Kualitas Air Terhadap Budidaya dan Usaha Recovery
            Menurut Asmani (1986) kualitas perairan memberi pengaruh yang cukup besar terhadap survival dan pertumbuhan makhluk-makhluk yang hidup di air. Untuk itu air terlebih dahulu harus merupakan lingkungan hidup yang baik tumbuh-tumbuhan renik yang mampu berfotosintesis agar tumbuh-tumbuhan renik dapat berasimilasi, air harus :
-          Mempunyai suhu yang optimal untuk mendorong proses hidup
-          Menerima matahari yang cukup
-          Mengandung gas karbondioksida yang cukup
-          Mengandung mineral-mineral yang cukup
Suhu air yang optimal untuk makan ikan ikan adalah antara 25-270C. Perairan yang mengandung 3 mg/l, oksigen pada suhu 20-300C  masih dipandang sebagai air yang cukup baik untuk kehidupan ikan. Kadar amoniak yang baik untuk kehidupan ikan dan organisme perairan lainnya adalah kurang dari 1 ppm.
Menurut Brotowidjoyo, dkk (1996) ikan herring berubah arah renangnya bila ada arus dengan kekuatan lebih dari 3-9 cm/detik.
Menurut Asmawi (1986) nilai kecerahan yang baik untuk kelangsungan hidup ikan adalah lebih besar dari 45 cm.
Menurut Anonymous (1995) dalam Yudha (2005) warna hijau ini disebabkan oleh algae hijau biru (blue green algae).
Menurut Asmawi (!986) bahwa untuk menciptakan suasana yang bagus dalam suatu perairan, phl arus air sudah agak mantap atau tidak terlalu guncangan, karena ikan hanya terhadap pegunungan  ph 5 sampai 8.
Menurut Pirzan dan Petrus (2008) perairan alam yang memiliki alkalinitas total 40 mg/l atau telah dianggap produktif dari pada perairan beralkalinitas rendah.
Dari data hasil praktikum limnologi diwaduk selorejo dapat disimpulkan bahwa perairan tersebut layak usaha budidaya karena unsur hara didalamnya tercukupi untuk proses budidaya. Dari data kelompok 7 didapatkan suhu 250C dimana suhu tersebut optimal untuk selera makan ikan, dari data hasil pengamatan DO didapat 9.67 mg/l baik untuk selera makan ikan karena adanya fitoplankton yang hidup didalamnya. Kecerahan 25, ikan masih dapat hidup tetapi kecerahan dibawah 25 ikan tidak dapat hidup.
4.5 Aplikasi Limnologi Dalam Budidaya Ikan
            Menurut Wetzel (1989), limnologi dalah suatu pembelajaran tentang hubungan fungsional dan produktivitas komunitas air tawar bagaimana mereka dipengaruhi oleh faktor fisik kimia dan biotik. Oleh karena mempelajari limno dapat dimanfaatkan dalam budidaya ikan. Didalam budidaya harus diketahui tingkat kualitas air yang baik agar ikan yang dibudidayakan, seperti perairan waduk selorejo yang dijadikan tempat pengamatan didapatkan rata-rata suhu 250C hal ini baik untuk kegiatan budidaya. Menurut Yudha (2005) suhu yang sesuai untuk kehidupan udang berkisar antara 28-320C. Jika suhu terlalu tinggi udang akan mengalami kram (kejang) dan tidak mau makan. Dengan mempelajari limnologi dapat mengetahui ada tidaknya tingkat pencemaran didalam suatu tambak atau kolam budidaya. Menurut Sari (2007) parameter linkungan yang dapat dijadikan kontrol adanya polusi adalah oksigen terlarut, konsentrasi amonia, pH dan suhu. Hal ini disebabkan karena parameter tersebut dapat mempengaruhi kehidupan biota perairan. Sedangkan menurut Asmani (1986) kualitas perairan memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap survival dan pertumbuhan makhluk-makhluk yang hidup di air. Air harus merupakan lingkungan hidup yang baik untuk hewan dan tumbuh-tumbuhan tingkat rendah. Untuk itu air terlebih dahulu harus merupakan lingkungan hidup yang baik tumbuh-tumbuhan renik yang mampu berasimilasi.




















1.   PENUTUP

5.1 Kesimpulan
            Adapun kesimpulan pada praktikum limnologi adalah:
-          Limnologi adalah suatu pembelajaran tentang hubungan fungsional dan produktivitas komunitas air tawar bagaimana dipengaruhi oleh faktor fisik, kimia dan biologi lingkungan
-          Dari hasil pengamatan kelompok 7 mendapatkan hasil suhu 250C, kecepatan arus 3.25 mg/l, kecerahan 25 cm, kedalaman 154 cm, warna perairan hijau kecoklatan, substrat lumpur, pH 8, DO 9.67 mg/l, CO2 27.97 mg/l, alkalinitas 188.72 dan TOM -1.39, orthopospat 5.8 mg/l, nitrat nitrogen 0.9 mg/l, BOD 8.26 ppm, Amonia 1.27 mg/l dan 1.037 mg/l dan turbiditas 79 FTV
-          Kelayakan kualias air terhadap budidaya dan usaha recovery. Perairan tersebut layak utuk usaha budidaya karena unsur hara didalamnya tercukupi untuk proses budidaya.
-          Aplikasi limnologi dalam budidaya ikan dengan mempelajari limnologi, dapat mengetahui ada tidaknya tingkat tingkat pencemaran didalam suatu tambak atau kolam budidaya. Menurut Sam (2007), parameter lingkungan yang dapat dijadikan kontrol adanya polusi adalah oksigen terlarut, konsentrasi amonia, pH dan suhu, hal ini disebabkan karena parameter tersebut dapat mempengaruhi kehidupan perairan.

5.2 Saran
            Dari praktikum yang dilakukan, hal yang perlu ditingkatkan yaitu :
-          Pemanfaatan waduk yang lebih optimal, seperti membuat KJA
-          Menjaga kualitas air pada perairan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Andayani, Sri. 2005. Manajemen Kualitas Air Untuk Budidaya Peraiaran. Universitas Brawijaya. Malang
Andri, dkk. 2009. Makalah Faktor-faktor Penting Dalam proses Pembesaran Ikan Di Fasilitas Nursery dan Pembesaran. http:google.com Diakses pada tanggal 11 November 2009 pukul 20.00 WIB
Anwar, Nurmila. 2009. Tinjauan Pustaka. http:google.com Diakses pada tanggal 11 November 2009 pukul 20.00 WIB
Asmawi, 1986. Pemeliharaan Ikan Dalam Keramba. Jakarta : Gramedia
Brotowidjoyo, dkk. 1996. Pengantar Lingkungan dan Perairan dan Budidaya Laut. Liberty. Yogyakarta
Efriyeldi, 1999. Sebaran Spasial Karakteristik Sedimen dan Kualitas Air Muara Sungai Bantan Tengah, Bengkalis Kaitannya dengan Budidaya KJA (Keramba Jaring Apung) : http: /e journal.ac.id Diakses pada tanggal 11 November 2009 pukul 20.00 WIB
Kordi, K, M. Ghufran dan Andi Baso Tanjung, 2007. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan. Jakarta : Rineka Cipta
Pappo, Ari dkk. 2009. Studi Kualitas Perairan Pantai Dikawasan Industri Perikanan Desa Rembangan Kecamatan Naegara, Kabupaten Jembaran, Ude.Journal/pappo.paf http:akademikunsri.ac.id Diakses pada tanggal 11 November 2009 pukul 20.00 WIB
Pirzan Andi M dan Petrus Rani D. 2008. Hubungan Keragaman Fitoplankton Dengan Kualitas Air Dipulau Gaululuang Kabupaten Takalar,Sulawesi Selatan www.uhud.ac.id. Diakses pada tanggal 11 November 2009 pukul 20.00 WIB


Yudha, Indra Gumay. 2005. Aplikasi Sistem Resirkulasi Tertutup (Closed Resirculation System) Dalam Pengelolan Kualitas Air Tambak Udang. Http//e journal.ac.id Diakses pada tanggal 11 November 2009 pukul 20.00 WIB

Sari, Sam gendro. 2007 Kualitas Air Sungai Manon Dengan Perlakuan Keramba Ikan Di Kecamatan Rawae Kabupaten Mojokerto Jawa Timur. www.uncam.ac.id Diakses pada tanggal 11 November 2009 pukul 20.00 WIB
Wetzel, Robert G. 1989. Limnology Second Edition. Sainders Collage Publishing Philadelphia new york Chicago. San Francisco Montrea Noronto London Sydney Tokyo Mexico city. Rio de jamnamadrid





Tidak ada komentar:

Posting Komentar