LAPORAN PRAKTIKUM
Limnologi
DISUSUN
OLEH :
KELOMPOK
2
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufik serta
hidayah-Nya sehingga laporan praktikum Limnologi dapat terselesaikan tanpa ada
halangan apapun. Atas terselesaikan laporan praktikum Limnologi ini, kami
mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu,
diantaranya:
·
Orang
tua yang selalu memberi dukungan dan doanya
·
Seluruh
dosen pengampu mata kuliah Limnologi yang telah membimbing dalam pemberian
materi kuliah limnologi
·
Semua
asisten limnologi yang telah membimbing dalam pelaksanaan praktikum di lapang
maupun di laboratorim
·
Teman
– teman yang selalu menemani dan membantu dalam pembuatan laporan praktikum
Limnologi
·
Semua
pihak yang belum tercatat yang telah memberikan dukungannya baik moral maupun
spiritual atas tersusunnya laporan praktikum Limnologi ini
Diharapkan
dengan tersusunnya laporan praktikum Limnologi ini dapat memenuhi prasyarat
1SKS dari mata kuliah Limnologi ini serta dapat bermanfaat bagi para
pembacanya.
Malang, Desember 2011
Penyusun,
1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam pengertian luas limnologi adalah suatu pembelajaran
tentang hubungan fungsional dan produktivitas komunitas air tawar bagaimana
mereka dipengaruhi oleh factor-faktor fisika,
kimia dan biotic lingkungan. (Wetzet, 1989)
Kualitas perairan memberikan pengaruh yang cukup besar
terhadap survival dan pertumbuhan makhluk-makhluk yang hidup di air. Air tawar
merupakan lingkungan hidup untuk hewan dan tumbuh-tumbuhan tingkat rendah,
untuk itu air terlebih dahulu harus merupakan lingkungan hidup yang baik renik
yang mampu berasimilasi. (Asmawi,1986)
Parameter
lingkungan yang dapat dijadikan control adany polusi dalah oksigen terlarut,
konsentrasi ammonia, pH dan suhu perairan. Selain itu bahwa toksik, polutan
tersuspensi dan jasad renik pathogen merupakan kelompok pencemar suatu
perairan. (Connell dan Miller, 1995 dalam Sari 2007)
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari praktikum limnologi adalah
agar praktikan dapat mengetahui pengukuran parameter kualitas air seperti DO, kecerahan, suhu, pH, kecepatan arus, kecerahan, kedalaman air, warna perairan, substrat, karbondioksida, alkalinitas, TOM (total bahan organik), orthofosfat, nitrat-nitrogen, BOD (Biologycal
Oxygen Demand).
Tujuan dari
praktikum limnologi adalah agar praktikan mampu dan mengetahui mengukur parameter kualitas air
seperti DO, kecerahan, suhu, pH, kecepatan arus, kecerahan, kedalaman air, warna perairan, substrat, karbondioksida, alkalinitas, TOM (total bahan organik), orthofosfat, nitrat-nitrogen, BOD (Biologychal
Oxygen Demand).
1.3 Tempat dan Waktu
Pada praktikum limnologi tentang kualitas air pada zona
inlet pada hari sabtu tanggal 3 Desember 2011 pada pukul 10.00 – 14.30 WIB,
bertempat di waduk Karangkates, Malang, Jawa Timur. Sedangkan praktikum
Laboratorium dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal 9 Desember 2011 shitf 1 pada
pukul 07.00 – 09.00 WIB dan shitf 2 pada pukul 09.00 – 11.00 WIB, bertempat di
Laboratorium Reproduksi Gedung D lantai 1, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur. Praktikum limnologi
pengamatan zona outlet dilaksanakan pada hari minggu tanggal 4 Desember 2011
pukul 07.00 – 11.30 WIB, bertempat di Waduk Karangkates, Kabupaten Malang, Jawa
Timur.
2.
TINJAUAN PUSTAKA
a.
Pengertian
Limnologi
Limnologi merupakan cabang
ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang sifat struktur perairan daratan yang
meliputi mata air, sungai, danau, kolam, dan rawa-rawa, baik yang berupa air
tawar maupun air payau. Selain itu, dikenal oseanologi yang mempelajari tentang
ekosistem laut. Lomnologi dan oseanologi merupakan cabang ilmu ekologi yang
khusus mempelajari tentang sistem perairan yang terdapat di permukaan bumi
(Barus, 2001).
Limnologi (dari bahasa
Inggris- Limnology, dari bahasa Yunani: lymne “danau” dan logos “pengetahuan”
merupakan pendelaman bagi biologi perairan darat terutama perairan tawar,
lingkup kajiannya kadang-kadang mencakup juga perairan payau cestuari).
Limnology merupakan bagian menyeluruh mengenai kehidupan di periaran darat sehingga
digolongkan sehingga bagian dari ekologi. Dalam bidang perikanan, limnology
dipelajari sebagai dasar bagi budidaya perairan (akuakulture) darat
(Luarhardgson, 2010).
Kualitas
suatu perairan ditentukan oleh sifat fisik, kimia, dan biologis dari perairan
tersebut. Interaksi antara ketiga sifat tersebut menentukan kemampuan periairan
untuk mendukung kehidupan organisme di dalamnya. Kualitas air mempengaruhi
jumlah, komposisi, keanekaragaman jenis, produksi dan keadaan fisiologi
organisme perairan. Habitat air tawar menempati daerah yan relatif kecil pada
permukaan bumi, dibandingkan dengan habitat lautan dan daratan, tetapi bagi
manusia kepentingannya jauh lebih berarti dibandingkan dengan luas daerahnya,
sedangkan sifat fisik, kimia, dan biologi perairan seperti suhu, kecerahan,
kedalaman, konduktivitas, pH, alkalinitas, kadar oksigen terlarut (DO), sangat
mudah berubah. Oleh karena itu diperlukan suatu cara tertentu untuk menentukan
kualitas perairan baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Adsense, 2010)
2.2
Parameter Fisika
2.2.1 Suhu
a. Pengertian
Suhu merupakan salah
satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyerapan
organisme. Proses kehidupan vital yang sering disebut proses metabolisme. Hanya
berfungsi dalam kisaran suhu yang relatif sempit. Biasanya 00C-40C
(Nybakken 1992 dalam sembiring, 2008)
Menurut Handjojo dan
Djoko Setianto (2005) dalam Irawan
(2009), suhu air normal adalah suhu air yang memungkinkan makhluk hidup dapat
melakukan metabolism dan berkembang biak. Suhu merupakan faktor fisik yang
sangat penting di air
b. Faktor-Faktor yang
mempengaruhi suhu
Pola temperature
ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya
matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya, ketinggian
geografis dan juga oleh faktor kanopii (penutup oleh vegetari) dari pepohonan
yang tumbuh sel tepi (Brehm dan
Melfering, 1990, dalam Barus, 2010). Disamping itu pola temperature
perairan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor anthrcopogen (faktor yang diakibatkan
oleh aktifitas manusia) seperti limbah panas yang berasal dari pendinginan
pabrik. Pengunduran BAS yang menyebabkan hilangnya perlindungan sehingga badan
air terkena cahaya matahari secara langsung. Hal ini terutama akan menyebabkan
peningkatan temperatur suatu sistem perairan (Barus, 2001)
Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi suhu dan
salinitas di perairan ini adalah penyerapan panas (heat flux) curah hujan
(prespiration) aliran sungai (Flux) dan pola sirkulasi air (Hadikusumah, 2008)
2.2.2 Kecepatan Arus
a. Pengertian
Menurut Barus (2001),
arus air adalah faktor yang mempunyai peranan yang sangat penting baik pada
periran letik maupun pada perairan lentik. Hal ini berhubungan dengan
penyebaran organisme, gas-gas terlarut dan mineral yang terdapat di dalam air.
Kecepatan aliran air akan bervariasi secara vertikal. Arus air pada perairan
lotik umumnya bersifat tusbulen yaitu arus air yang bergerak ke segala arah
sehingga air akan terdistribusi ke seluruh bagian dari perairan.
Menurut Husabarat dan
Stewart (2008), arus merupakan gerakan air yang sangat luas terjadi pada
seluruh lautan di dunia. Arus-arus ini mempunyai arti yang sangat penting dalam
menentukan arah pelayaran bagi kapal-kapal.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Menurut Barus (2001),
pada ekosistem lentik arus dipengaruhi oleh kekuatan angin, semakin kuat tiupan
angin akan menyebabkan arus semakin kuat dan semakin dalam mempengaruhi lapisan
air. Pada perairan letik umumnya kecepatan arus berkisar antara 3 m / detik.
Meskipun demikian sangat sulit untuk membuat suatu batasan mengenai kecepatan
arus. Karena arus di suatu ekosistem air sangat berfluktuasi dari waktu ke
waktu tergantung dari fluktuasi debit dan aliran air dan kondisi substrat yang
ada.
Kecepatan arus sungai
dipengaruhi oleh kemiringan, kesuburan kadar sungai. Kedalaman dan keleburan
sungai, sehingga kecepatan arus di sepanjang aliran sungai dapat berbeda-beda
yang selanjutnya akan mempengaruhi jenis substrat sungai (Ozum, 1993 dalam
Suliati, 2006).
2.2.3 Kecerahan
a. Pengertian
Kecerahan adalah sebagian
cahaya yang diteruskan dalam air dan dinyatakan dengan persen (%) dari beberapa
panjang gelombang di daerah spectrum yang terlihat cahaya yang melalui lapisan
sekitar satu meter, jatuh agak lurus pada permukaan air (kerdi dan Tancung, 2007).
Kecerahan air berkisar
antara 40-85 cm. tidak menunjukkan perbedaan yang besar. Kecerahan air pada
musim kemarau (Juli – September 2000) adalah 40-85 cm dan pada musim hujan
(November dan Desember 2000) antara 60-80 cm. kecerahan air di bawah 100 cm tergolong
tingkat kecerahan rendah (Akromi dan Subroto, 2002).
b. Faktor-Faktor yang mempengaruhi
Kejernihan sangat ditentukan
oleh partikel-partikel terlarut dan Lumpur. Semakin banyak partikel atau bahan
organik terlarut maka kekeruhan akan meningkat. Kekeruhan atau konsentrasi
bahan tersuspensi dalam perairan akan menurunkan efisiensi makan dari organisme
(Sembiring, 2008).
Menurut Effendi (2003).
Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran
transparansi perairan yang ditentukan secara visual dengan menggunakan recchi
disk. Kekeruhan pada perairan yang tergenang (lentik), misalnya danau, lebih
banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi yang berupa koloid dan partikel
–partikel halus. Sedangkan kekeruhan pada sungai yang sedang banjir lebih
banyak disebabkan oleh bahan-bahan tersuspensi yang berukuran lebih besar yang
berupa lapisan permukaan tanah yang terletak oleh aliran air pada saat hujan.
2.2.4 Kedalaman Perairan
a. Pengertian
Kedalaman merupakan
parameter yang penting dalam memecahkan masalah teknik berbagai pesisir seperti
erosi. Pertambahan stabilitas garis pantai, pelabuhan dan kontraksi, pelabuhan,
evaluasi, penyimpanan pasang surut, pergerakan, pemeliharaan, rute navigasi
(Roonawale et al, 2010)
Batimetti (dari bahasa
Yunani. Barus, berarti kedalam dan ukuran) adalah ilmu yang mempelajari
kedalaman di bawah air dan studi tentang tiga dimensi lantai samudra atau
danau. Sebuah peta gatimetri umumnya menampilkan relief pantai atau daratan
dengan garis-garis kontor (Contor lines) yang disebut kontor kedalaman (depth
contous atau subath) (Aridianto, 2010)
b. Faktor-Faktor yang mempengaruhi
Menurut Ariana (2002)
bathmmetri adalah ukuran tinggi rendahnya dasar laut. Perubahan kondisi
hidrografi di wilayah perairan laut dan pantai di samping disebabkan oleh
fenomena perubahan penggunaan lahan di wilayah tersebut dan proses-proses yang
terjadi di wilayah hulu sungai. Terbawanya berbagai material partikel dan
kandungan oleh aliran sungai semakin mempercepat proses pendangkalan di
perairan pantai.
Kedalaman perairan sangat
berpengaruh terhadap kualitas air pada lokasi tersebut. Lokasi yang dangkal
akan lebih mudah terjadinya pengadukan dasar akibat dari pengaruh gelombang
yang pada akhirnya kedalaman perairan lebih dari 3 m dari pengaruh gelombang
yang pada akhirnya kedalaman perairan lebih dari dasar jaring (Setiawan, 2010)
2.2.5 Warna perairan
a. Pengertian
Menurut Marindro (2002).
Kriteria warna air tambak yang dapat dijadikan acuan standart dalam pengelolaan
kualitas air adalah seperti di bawah ini:
1. warna air tambak hijau tua yang berarti menunjukkan
adanya dominasi chloropiceae dengan sifat lebih stabil terhadap perubahan
lingkungan dan cuaca karena mempunyai waktu moralitas yang relatif panjang.
2. warna air tampak kecoklatan yang berarti menunjukkan adanya
dominasi diatamoe
3. warna air tambak hijau kecoklatan yang berarti
menunjukkan dominasi yang terjadi merupakan perpaduan antara chlorocyiceae
warna air merupakan salam
satu unsur dari parameter fisika terhadap standar persyaratan kualitas air
(Darmayanto, 2009).
Warna air merupakan hasil
refleksi kembali dari berbagai panjang gelombang cahaya sejumlah material yang
berada dalam air yang tertangkap oleh mata. Material dalam air dapat berupa
jumlah zat tersuspensi (TDS) (pemuji dan Anthonius, 2010).
b. Faktor-Faktor yang mempengaruhi
Warna perairan pada umumnya
disebabkan oleh partikel koloid bermuatan negatif, sehingga penghilangan warna
di perairan dilakukan dengan penambahan koagulan yang bermuatan positif.
Misalnya alumunium dan besi (Sawyer dan Mclarty, 1978). Warna perairan juga
dapat disebabkan oleh peledakan (Blooming) Fitoplankton (algae) (Effendi,
2003).
Warna air pada kolam dan
tambak, baik sistem tradisional demi intensif maupun intensif bermacam-macam.
Adanya warna air tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain hadirnya
beberapa jenis plankton, baik fitoplankton maupun zooplankton, larutan
tersuspensi, dekomposisi bahan organik, mineral ataupun bahan-bahan lain yang
terlarut dalam air (Kordi, 2009).
2.2.6 Substrat
a. Pengertian
Menurut Flamid (2010), bahan
tak hidup yaitu komponen fisik dan kimia yang terdiri dari tanah, air, udara,
sinar matahari, bahan lain hidup merupakan medium atau substrat tempat
berlangsungnya kehidupan atau lingkungan tempat hidup.
Menurut Djum 1971 dalam
Sahri et al. 2000. substrat dasar yang berupa batuan merupakan habitat yang
penting baik dibandingkan dengan substrat pasir dan kerikil. Substrat pasir dan
kerikil mudah sekali terbawa oleh arus air. Sedangkan substrat batuan tidak
mudah terbawa oleh arus air.
b. Faktor-Faktor yang mempengaruhi
Kandungan bahan organik
menggambarkan tipe dan substrat dan kandungan nutrisi di dalam perairan. Tipe
substrat berbeda-beda seperti pasir Lumpur dan tanah liat (Sembiring, 2008)
Menurut Suliati (2006),
kecerahan arus sungai dipengaruhi oleh kemiringan. Kekasanan kadar sungai.
Kedalaman dan kelebaran sungai sehingga kecepatan arus di sepanjang aliran
sungai dapat berbeda-beda yang selanjutnya akan mempengaruhi jenis substrat
dasar sungai pada umumnya, tipe substrat dalam sungai dapat berupa Lumpur,
pasir, kerikil dan sampah.
2.3
Parameter Kimia
2.3.1 pH
a. Pengertian
Derajat keasaman lebih
dikenal dengan istilah H. pH (singkatan dari pulscane negatif te H), yaitu
logaritma dari kepekatan ion-ion H (hidrogen) yang terlepas dalam satu cairan.
Derajat keasaman atau pH air menunjukkan aktifitas ion hydrogen dalam larutan
tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hydrogen (dalam nol per lter)
pada suhu tertentu atau dapat ditulis pH = - log (H+) (kordi dan
Tancung, 2007).
Suatu ukuran yang menunjukkan
apakah air bersifat asam atau dasar dikenal sebagai pH. Lebih tepatnya pH
menunjukkan konsentrasi ion hydrogen dalam air dan didefinisikan sebagai
logaritma asam bila pH dibawah 7 dan dasar ketika pH di atas 7. sebagian besar
nilai pH ditemui jatuh antara 0 sampai 14. pH yang baik dalam budidaya adalah
6,5-9,0 (Mutris, 1992).
b. Faktor-Faktor yang mempengaruhi
Peningkatan keasaman air (pH
rendah) umumnya disebabkan limbah yang mengandung asam-asam mineral bebas dan
asam karbonat. Keasaman tinggi (pH rendah) juga dapat disebabkan adanya FeS2
dalam air akan membentuk H2SO4
dan ion Fe2+ (larut dalam air ) (manik, 2003).
Perairan laut maupun pesisir
memiliki pH relatif stabil dan berada dalam kisaran yang sempit. Biasanya
berkisar antara 7,7 – 8,4 pH dipengaruhi olah kapasitas penyangga (buffer)
yaitu adanya garam-garam karbonat dan bikarbonat yang dikandungnya (Boyd, 1982,
Nybakkan, 1992 dalam Irawan et al, 2009)
2.3.2 DO
a. Pengertian
Oksigen terlarut (Dssolved
Oxigen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses
metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk
pertumbuhan dan pembiakan. Di samping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk
oksidasi dan anorganik dalam proses aerobic (Salmin, 2005)
Oksigen terlarut merupakan
suatu faktor yang sangat penting dalam ekosistem akuatik, terutama sekali
dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme (Suin, 2002 dalam
Semburing, 2008)
b. Faktor-Faktor yang mempengaruhi
Kecepatan difusi oksigen
dari udara, tergantung dari beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu,
salinitas, pergerakan massa dan udara, seperti kekeruhan, suhu, salinitas,
pergerakan massa air dan udara, seperti arus, gelombang dan pasang surut
(Salmin, 2005)
Oksigen terlarut dapat
berasal dari proses fotosintesis tumbuhan air dan dari proses fotosintesis
tumbuhan air dan dari udara yang masuk ke dalam air. Konsentrasi DO dalam air
tergantung pada suhu dan tekanan udara. Pada suhu 200C tekanan udara
satu atmosfer konsentrasi DO dalam keadaan jenuh 9,2 ppm dan pada suhu 500
C (tekanan udara sama) konsentrasi DO adalah 5,6 ppm (Manik, 2000)
2.3.3 CO2
a. Pengertian
Menurut Kordi dan Tancung
(2007), karbondioksida (CO2) atau disebut asam arang sangat mudah
larut dalam suatu larutan. Pada umumnya perairan alami mengandung karbondioksida
sebesar 2 mg/ L. karbondioksida (CO2) merupakan gas yang dibutuhkan
oleh tumbuh-tumbuhan air renik maupun tingkat tinggi untuk melakukan
fotosintesis.
Istilah karbondioksida bebas
(free CO2) digunakan untuk menjelaskan CO2 yang terlarut
dalam air, selain yang berada dalam bentuk terikat sebagai ion bikarbonat (HCO3)
dan ion karbonat (CO3-2) CO2 bebas
menggambarkan keberadaan gas CO2 di perairan yang membentuk
kesetimbangan dengan CO2 di atmosfer. Nilai CO2 yang
terukur biasanya berupa CO2 bebas (Effendi, 2003).
b. Faktor-Faktor yang mempengaruhi
Adanya arus dan angin diduga
menyebabkan bergeraknya massa CO2 terlarut ini. Selain faktor cuaca
seperti kecepatan angin, arah angin dan curah hujan, salinitas dan pH juga
mempengaruhi konsentrasi karbondioksida terlarut (CO2 latur) bakker
et al 1996 dalam Sukatno dan Bayu. 2010).
Menurut Alffandi (2009),
karbondioksida yang terdapat di perairan berasal dari berbagai sumber yaitu
sebagai berikut:
1. Difusi dari atmosfer, karbondiosida yang terdapat di
atmosfer
2. air hujan
3. air yang melewati tanah organik, karbondioksida hasil
dekomposisi ini akan terlarut dalam air
4. respirasi tumbuhan, hewan dan bakteri aerob maupun
anaerob respirasi tumbuhan dan hewan mengeluarkan karbondioksida
2.3.4 Alkalinitas
a. Pengertian
Alkalinitas atau yang lebih
dikenal total alkalinitas adalah konsentrasi total dari unsur basa-basa yang
terkandung dalam air dan biasa dinyatakan dalam mg/ L atau setara dengan
kalsium karbonat (CaCO2) dalam air, basa-basa yang terkandung
biasanya dalam bentuk ion karbonat dan bikarbonat (Kordi dan Tancung, 2007)
Alkalinitas adalah jumlah
asam (ion hidrogen) air yang dapat menyebar (buffer) sebelum mencapai pH yang
diinginkan. Total alkalinitas diungkapkan sebagai milligram per liter atau
bagian per juta kalsium karbonat (mg/l atau ppm CaCO3-alkalinitas
total 20 mg/ l atau lebih banyak diperlukan untuk tambak yang berproduksi
baik).
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Menurut Kordi (2009),
konsentrisi total alkalinitas sangat erat hubungannya dengan konsentrasi total
kesadahan air. di lahan umumnya total alkalinitas mempunyai konsentrasi yang
sama dengan total kesadahan air. Hal ini disebabkan kesadahan atau yang disebut
juga dengan konsentrasi ion-ion logam bervalensi 2. seperti Ca2+ dan
Mg2+ dipasok dalam jumlah yang sama dari lapisan tanah dengan HCO3-
dan CO32- yang merupakan unsur pembentuk total
alkalinitas
Di larutan alkalinitas total
akan berubah karena adanya perubahan salinitas sebagai akibat adanya
konsentrasu ion na+ dan ion Cl- lainnya (Frisetal, 2003).
Selain itu yang dapat mempengaruhi perubahan alkalinitas kalsium karbonat atau
adanya produksi partikel senyawa organik oleh mikroalga (Wolf-Gladwow. 2007
dalam Sulino dan Bayu, 2007)
2.3.5 TOM
a. Pengertian
Menurut Effendi (2007),
Kalium perman ganat (KMnO4) telah lama dipakai sebagai oksidator
pada penentuan konsumsi oksigen untuk mengoksidasi bahan organik yang terkenal
sebagai parameter nilai permanganate atau sering disebut sebagai kandungan
bahan organik total atau TOM (Total Organic Matter). Akan tetapi, kemampuan
oksidasi oleh permanganat sangat bervariasi, tergantung pada senyawa-senyawa
yang terkandung dalam air.
Menurut Mulya (2002) bahan
organik dibagi atas dua bagian yaitu:
·
Bahan organik
terlarut yang berukuran < 0,5 cm
·
Bahan organik yang
tidak terlarut yang berukuran > 0,5 cm
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Menurut Koesbrono (1985) dalam
Syaifudin (2004), terdapat empat macam sumber penghasil bahan organik terlarut
dalam air laut yaitu (1) berasal dari daratan, (2) proses pembusukan organisme
yang telah mati (3) perubahan matabolik-metabolik ekstra seluler oleh algae,
larutan sitoplankton dan (4) eksresi zooplankton.
Hampir seluruh organik
karbon terlarut di dalam air laut berasal dari karbondioksida yang dihasilkan
oleh fitoplankton. Konsentrasinya tergantung pada keseimbangan antara rata-rata
organik karbon terlarut yang dibentuk oleh hasil pembusukan eksresi dan
rata-rata hasil penguraian atau pemanfaatannya (Mulya, 2002)
2.3.6 Orthopospat
a. Pengertian
Orthopospat merupakan bentuk
yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuh akuatik. Sedangkan
polipospat harus mengalami hidrolisis membentuk orthopospat terlebih dahulu
sebelum dapat dimanfaatkan sebagai sumber fosfir. Setelah masuk ke dalam
tumbuhan. Misalnya fitoplankton fosfat organik mengalami perubahan menjadi
organofosfat (Effendi, 2003)
Ortofosfat merupakan nutrisi
yang paling penting dalam menentukan produktivitas perairan. Keberadaan fosfat
di perairan dengan segera dapat diserap
oleh bakteri. Phytoplankton dan makrofita (Sembering, 2008)
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Input utama fosfat ke danau
berasal dari aliran sungai dan pengendapan. Air hujan juga merupakan sumber
fosfat namun hanya sedikit mengandung fosfat dari pada hydrogen. Sebagian besar
fosfor terbang ke danau yang tidak berpolusi sebagai partikel organik dan
anorganik. Hampir setengah dari fosfor yang terkandung dalam limbah rumah
tangga berasal dari detergen (Golaman and Horne, 1983 dalam Apridayanti,
2008).
Menurut Fansuri (2009),
distribusi bentuk yang beragam dari fosfat di air laut dipengaruhi oleh proses
biologi dari fisik. Di permukaan air, forfat diangkat oleh fitoplankton sejak
proses fotosintesis, konsentrasi fosfat diatas 0,3 mm akan menyebabkan
kecepatan pertumbuhan pada banyak
spesifik fitoplankton.
2.3.7 Nitrat Nitrogen
a. Pengertian
Nitrat (NO3)
adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nitrien utama bagi
pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan
bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa
nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang merupakan proses yang penting dalam
siklus nitrogen dan berlangsung aerob (Effendi, 2003).
Nitrat adalah salah satu
jenis senyawa kimia yang sering ditemukan di alam, seperti dalam tanaman dan
air. Senyawa ini terdapat dalam tiga bentuk, yaitu ion hitrat (ion NO3)
ketiga bentuk senyawa nitrat ini menyebabkan efek yang sama terhadap ternak
meskipun pada konsentrasi yang berbeda (Stohenow dan Lardy, 1998, Cassel dan
Boran 2000 dalam yuningsih, 2003).
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Dalam kondisi dimana
konsentrasi oksigen terlarut sangat rendah dara terjadi proses kebaikan dari
nitrifikasi yaitu proses denitrifikasi dimana nitrat melalui nitrit akan
menghasilkan nitrogen bebas yang akhirnya akan lepas ke udara atau dapat juga
kembali membentuk ammonium / amoniak melalui proses fikasi altrat (Barus,
2001).
Ammonia berada dalam air
karena pemupukan kotoran biota budidaya dan hasil kegiatan jasad renik did alam
pembusukan bahan organik yang kaya akan nitrogen (protein). Senyawa asam ini
dapat digunakan oleh fitoplankton dan tumbuhan air setelah diubah menjadi
nitrit dan nitrat oleh bakteri dalam proses nitrifikasi (Kordi, 2009).
2.3.8 BOD
a. Pengertian
Menurut Effendi (2003),
secara tidak langsung BOD merupakan gambar kadar garam organik, yaitu jumlah
oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik
menjadi karbondioksida dan air (Davis and Cornwell, 1991). Dengan kata lain,
BOD menunjukkan jumlah oksigen yang diinkubasi pada suhu sekitar 200C
selama lima hari, dalam keadaan tanpa cahaya (Boyd, 1988).
BOD atau blochemical oxygen
demand adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oxygen yang
diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurangi atau
mendekomposisi Bahan organik dalam kondisi aerobic (Umaly dan Lurin 1988,
Metcalf and Ebby 1991 dalam Hariyadi, 2004)
b. Faktor-Faktor yang mempengaruhi
Selama pemeriksaan BOD,
contoh yang diperiksa harus bebas dari udara luar mencegah kontaminasi dari
oksigen yang ada di udara bebas. Konsentrasi air buangan/ sampel tersebut yang
harus berada pada suatu tingkat pencemaran tertentu. Hal ini untuk menjaga
supaya oksigen terlarut selalu ada selama permiksaan. Hal ini penting
diperhatikan mengingat kelarutan oksigen salam air terbatas dan hanya berkisar
-9 ppm pada suhu 200C (Salmin. 2005).
Faktor-faktor yang
mempengaruhi BOD adalah jumlah senyawa organik yang diuraikan, tersedianya
mirkoorganisme aerob dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam
proses penguraian tersebut (barus, 1990 dalam Sembiring, 2008).
2.3.9 Amoniak
a. Pengertian
Sumber utama amoniak dalam air adalah hasil perombakan bahan
organik, sedangkan sumber bahan organik terbesar dalam budidaya udang intensif
adalah pakan. Sebagian besar pakan yang diberikan akan dimanfaatkan udang untuk
pertumbuhannya, namun sebagian lagi akan dieksresikan dalam bentuk kotoran
padat dan amoniak terlarut (NH2) dalam air. Kotoran padat pun selanjutnya akan
mengalami perombakan menjadi NH2 dalam bentuk gas (fitaasri,2008).
Amonia (NH4+) pada suatu perairan berasal dari urin dan feses
yang dihasilkan oleh ikan. Kandungan amonia ada dalam jumlah yang relatif kecil
jika dalam perairan kandungan oksigen terlarut tinggi. Sehingga kandungan
amonia dalam perairan bertambah seiring dengan bertambahnya kedalaman (Maswira,2009).
b. Faktor – Faktor yang mempengaruhi
Toksisitas amonia dipengaruhi oleh pH,
yang ditunjukkan dengan kondisi pH rendah akan bersifat racun jika jumlah
amonia banyak, sedangkan dengan kondisi pH tinggi hanya dengan jumlah amonia
yang sedikit akan bersifat racun. Selain itu, pada saat kandungan oksigen
terlarut tinggi, amonia yang ada dalam jumlah yang relatif kecil sehingga
amonia bertambah seiring dengan bertambahnya kedalaman (Fitaasri,2008).
Secara biologis, di alam sebenarnya dapat
terjadi perombakan amoniak menjadi nitrat (NO3), suatu bentuk yang tidak
berbahaya dalam proses nitrifikasi dengan bantuan bakteri nitrifikasi terutama
nitrosomonas dan nitrobacter. Selain memerlukan bakteri tersebut dalam proses
perombakan ini juga diperlukan jumlah oksigen yang cukup di dalam air. Proses
perombakan yang tidak sempuma dapat mengakibatkan akumulasi ion nitrit (NO2)
yang juga bersifat racun Dalam darah udang nitrit dapat mengoksidasi
hemoglobin, sehingga hemoglobin menjadi tidak mampu berfungsi sebagai pembawa
oksigen kejaringan tubuh. Dalam darah yang mengandung hemocyanin mekanisme mi
mungkin pula terjadi (Maswira,2009).
2.3.10 Turbiditas
a. Pengertian
Turbiditas
( Kekeruhan ) merupakan kandungan bahan Organik maupun Anorganik yang terdapat
di peraairan sehingga mempengaruhi proses kehidupan organisme yang ada di
perairan tersebut. Turbiditas sering di sebut dengan kekeruhan, apabila di
dalam air media terjadi kekeruhan yang tinggi maka kandungan oksigen akan
menurun, hal ini disebabkan intensitas cahaya matahari yang masuk kedalam
perairan sangat terbatas sehingga tumbuhan / phytoplankton tidak dapat
melakukan proses fotosintesis untuk mengasilkan oksigen
(Zoel-kifli,2001).
Turbiditas ( Kekeruhan ) merupakan kandungan bahan Organik maupun Anorganik
yang terdapat di peraairan sehingga mempengaruhi proses kehidupan organisme
(Mandala-manik,2010).
b.
Faktor – faktor yang mempengaruhi
. Menurut Zoel-kifli (2011), Faktor- faktor kekeruhan air ditentukan oleh:
a. Benda-benda halus yang disuspensikan (seperti
lumpur dsb).
b. Jasad-jasad renik yang merupakan plankton.
c. Warna air
(yang antara lain ditimbulkan oleh zat-zat koloid berasal dari daun-
daun tumbuhan yang terektrak).
Menurut
Mandala, (2010), Faktor-faktor ini dapat menimbulkan warna dalam air. Pengukuran
kekeruhan suatu perairan dapat dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut
dengan Jackson Candler Turbidimeter dengan satuan unit turbiditas setara dengan
1 mg/l SiO2. Satu unit turbiditas Jackson Candler Turbidimeter dinyatakan
dengan satuan 1 JTU (Jackson Turbidity Unit).
2.4
Proses Nitrifikasi
Menurut Yuningsih (2007). Proses nitrifikasi sebagai berikut: dalam tubuh ternak
Monium dan amoniak
yang merupakan produk penguraian protein yang sudah dibahas sebelumnya masuk ke
dalam bawah sungai akan semakin berkurang bila semakin jauh dari titik
pembuangan yang disebabkan adanya aktifitas mikroorganisme di dalam air.
Mikroorganisme tersebut akan mengoksidasi ammonium menjadi nutrot dan akhirnya
menjadi nitrat. Penguraian ini dikenal sebagai proses nitrifikasi (Borneft,
1982. Schewoebel 1987 dan 194 Huter 1990 dalam Barus, 2010)
2.5
Pembagian Perairan Menurut kesuburan perairan
Pengertian
profiktropi mangan kepada kandungan zat hara yang terdapat dalam suatu
ekosistem danau nilai produktifitas
suatu produktivitas suatu danau yang bersifat eligotropik (miskin zat hara)
akan mempunyai nilai produktivitas rendah. Peningkatan akumulai zat hara dalam
danau dapat mengubah kondisi algotropik menjadi kondisi entrofik dan itu juga
berarti terjadi peningkatan produktifitas (Barus, 2001)
Menurut Effendi
(2003), berdasarkan tingkat keduburannya (Tropik status) perairan tergenang
khususnya danau dapat diklasifikasikan menjadi lima sebagai berikut:
a) Oligotropik (miskin unsur hara dan produktifitas rendah)
yaitu perairan dengan produktifitas primer dan biomasa yang rendah, perairan
ini memiliki kadar unsur hara nitrogen dan fosfor rendah, namun cenderung jenuh
dengan oksigen
b) Mesotropik (unsur hara dan produktifitas sedang) yaitu
perairan dengan produktivitas primer dan biomasa sedang perairan ini merupakan
perairan antara akgotropik dan entropik.
c) Eutropik (Kaya unsur hara dan tingkat produktifitas
tinggi) yaitu perairan dengan kadar unsur hara dan tingkat produktifitas primer
tinggi
d) Hiper eutropik yaitu perairan dengan kadar unsur hara dan
produktifitas primer sangat tinggi
e) Distropik yaitu jenis perairan yang banyak mengandung
bahan organik (misalnya asam humus dan fulfic)
3.
METODOLOGI
3.1 Alat dan Fungsi
A. Parameter Fisika
1)
Suhu
Alat
yang digunakan dalam pengukuran pH adalah :
·
Termometer Hg : untuk mengukur suhu
2)
Pengukuran kecerahan
Alat yang digunakan dalam
pengukuran Kecerahan adalah :
·
Sacchi disk : untuk mengukur kecerahan air
3)
Warna Perairan
Alat yang digunakan dalam pengukuran Warna
Perairan adalah:
·
Kamera digital : sebagai alat untuk mengambil gambar warna
4)
Kecepatan Arus
Alat
yang digunakan dalam pengukuran Kecepatan Arus adalah:
·
2 botol Air mineral : sebagai pelampung dan pemberat
·
Stop watch : Sebagai alat pengukur waktu
5)
Kedalaman Air
Alat
yang digunakan dalam pengukuran kedalaman air adalah:
·
Tongkat skala 2-5
m : Untuk mengukur kedalaman air
6)
Substrat
·
Tangan Pengamat : Sebagai alat bantu meraba substrat
B.
Parameter
Kimia
1) DO
(Oksigen terlarut)
Alat
yang digunakan dalam pengukuran DO adalah :
·
Buret :
untuk tempat larutan titrasi
·
Botol DO :
untuk mengambil sampel air
·
Pipet tetes :
untuk mengambil larutan dalam jumlah sedikit
·
Statif :
untuk penyanggah buret.
·
Klem :
untuk menyatukan Buret
dan Statif.
·
Corong :
untuk membantu
memasukan larutan ke
dalam buret
2) pH
Alat
yang digunakan dalam pengukuran pH adalah:
·
Kotak pH :
untuk mencocokkan hasil pembacaan kertas
3) Orthophosfat
Alat
yang digunakan dalam Pengukuran orthophosfat adalah:
· Pipet
tetes : untuk mengambil
larutan dalam jumlah sedikit
·
Beaker glass
: sebagai wadah sampel
·
Gelas ukur
: untuk mengukur volume air
sampel
·
Cuvet
: untuk wadah sampel yang akan
diukur
panjang Gelombang.
·
Spektrofotometer : untuk mengukur panjang gelombang
·
Botol Kosong :
Untuk tempat sampel air
4) Nitrat
nitrogen
Alat
yang digunakan dalam Pengukuran nitrat nitrogen adalah :
·
Hot plate :
untuk memanaskan air sample sampai
menjadi
kerak.
· Pipet
tetes :
untuk mengambil larutan dalam jumlah
sedikit
·
Beaker glass :
sebagai wadah sampel air
·
Gelas ukur :
untuk mengukur volume air sampel
· Cuvet :
untuk wadah sampel yang akan diukur panjang gelombangnya.
·
Spektrofotometer: untuk mengukur panjang
gelombang
·
Spatula :
untuk menghomogenkan campuran bahan
·
Botol kosong :
Untuk tempat sampel air
·
Bola Hisap : Untuk membantu mengambil larutan
dengan bantuan pipet volum
·
Botol Kosong :
Untuk tempat sampel air
5) Amonia
Alat
yang digunakan dalam Pengukuran Amonia adalah :
·
Erlenmeyer :
sebagai wadah air yang disaring
·
Corong :
untuk memudahkan memasukkan larutan titaran ke dalam buret.
6)
CO2
Alat yang digunakan dalam
Pengukuran CO2 adalah :
·
Pipet tetes :
untuk mengambil larutan dalam jumlah sedikit
·
Beaker glass :
sebagai wadah sampel air
·
Gelas ukur :
untuk mengukur volume air sampel
·
Statif :
untuk penyanggah buret
7).
TOM (Total Bahan Organik)
Alat
yang digunakan dalam pengukuran Tom adalah :
·
Erlenmeyer
: Sebagai tempat larutan yang akan di titrasi.
·
Buret : Sebagai tempat larutan titran
untuk titrasi
·
Termometer Hg : Untuk mengukur suhu
Larutan
·
Statif : Untuk penyangga buret.
·
Pipet tetes
:Untuk mengambil larutan dalam jumlah sedikit
·
Hot plate
: Alat untuk memanaskan larutan dan aquades
·
Klem : Alat penghubung statif dan klem.
·
Botol Kosong :
Untuk tempat sampel air
·
Klem : Alat penghubung statif dan klem.
8).BOD (Biochemical Oxygen Demand)
Alat
yang digunakan dalam pengukuran BOD adalah
·
Botol Do : sebagai
tempat sample Do
· Corong : untuk memudahkan
memasukkan larutan ke dalam
buret
·
Buret : sebagai
tempat larutan titran untuk titrasi
·
Statif
: untuk penyangga buret.
·
Pipet tetes
: untuk mengambil
larutan dalam jumlah
sedikit
·
Klem : Alat penghubung statif dan klem.
9).Turbiditas
Alat
yang digunakan dalam pengukuran turbiditas adalah :
·
Cuvet
: untuk wadah sampel yang akan
diukur
panjang Gelombang.
·
Spektrofotometer : untuk mengukur panjang gelombang
·
Botol Kosong :
Untuk tempat sampel air
11). Alkalinitas
Alat
yang digunakan dalam pengukuran Tom adalah :
·
Erlenmeyer
: Sebagai tempat larutan
yang akan di titrasi.
·
Buret : Sebagai tempat larutan titran
untuk titrasi
·
Termometer Hg : Untuk mengukur suhu
Larutan
·
Statif : Untuk penyangga buret.
·
Pipet tetes
:Untuk mengambil larutan dalam jumlah sedikit
·
Hot plate
: Alat untuk memanaskan larutan dan aquades
·
Klem : Alat penghubung statif dan klem.
·
Botol Kosong :
Untuk tempat sampel air
·
Klem : Alat penghubung statif dan klem.
Bahan dan Fungsi
Parameter Fisika
a)
Suhu
Bahan yang digunakan dalam Pengukuran suhu
adalah:
·
Air Sampel :
sebagai bahan yang akan diukur suhunya
b)
Kecerahan
Bahan yang digunakan dalam Pengukuran
Kecerahan adalah
·
Air kolam :
sebagai bahan yang akan diukur suhunya
c)
Warna
Perairan
Bahan yang digunakan dalam Warna perairan
adalah
·
Perairan : Sebagai bahan yang diamati warna
perairannya
d)
Substrat
Bahan yang digunakan
dalam Pengukuran Substrat adalah
·
Substrat
: Sebagai bahan yang diamati
substrat perairannya
e)
Kedalaman Perairan
Bahan yang digunakan
pengamatan dalam kedalaman perairan adalah
·
Air
Perairan : Sebagai objek yang di
amati.
Parameter
Kimia
a).DO
Bahan – bahan yang digunakan dalam
Pengukuran DO adalah :
· MnSO4 : untuk
mengikat O2
· NaOH
+ KI : untuk membentuk endapan coklat
dan melepas I2
· Air sampel :
sebagai bahan yang akan diukur DOnya
· Na2S2O3 : untuk titrasi
· H2SO4 : untuk melarutkan
endapan coklat serta
pengkondisian
asam
·
Amilum :
untuk indicator warna ungu dan
pengkondisaian
basa
b).Orthophosfat
Bahan yang digunakan
dalam Pengukuran orthopospat adalah :
·
Air Sampel :
sebagai bahan yang akan diukur kadar fosfatnya
·
Larutan
SnCl2 : sebagai indikator
suasana basa (ungu)
·
Amonium molybdate – asam sulfat: untuk
mengikat fosfat
·
Aquadest :
untuk kalibrasi cuvet
c).
Nitrat nitrogen
Bahan yang digunakan
dalam Pengukuran Nitrat Nitrogen adalah :
·
Air Sampel :
sebagai bahan yang akan diukur kadar nitrat
nitrogen
·
Aquadest :
untuk kalibrasi cuvet
·
Asam fenoldisulfonik : untuk melarutkan kerak
·
Larutan NH4OH : sebagai indikator pada suasana basa
d).
Ammonia
Bahan yang digunakan
dalam Pengukuran ammonia adalah
·
Air Sampel :
sebagai bahan yang akan diukur kadar amonianya
·
Aquadest :
untuk kalibrasi cuvet
·
Larutan nesler: untuk mengikat amonia
e).
CO2
Bahan yang digunakan
dalam Pengukuran CO2 adalah
·
Air Sampel :
sebagai bahan yang akan diukur kadar CO2nya
·
Indikator pp :
sebagai indikator warna merah muda pada suasana
asam
·
Na2CO3 : Sebagaibahan titran apabila air sampel
mengandung
Co2
f)
TOM
(Tota Bahan Organik)
Bahan yang digunakan
dalam Pengukuran TOM adalah:
·
Air
Sampel : Sebgai bahan yang akan diukur kadar
TOMnya
·
Larutan
KMNo4 : Untuk titran dan sebagai
oksidator
·
Larutan
H2SO4 : Untuk mempercepat reaksi
·
Na
Oxalat : Sebagai pereduksi
·
Aquadest
: Sebagai larutan pembanding
g)
BOD
(Biochemical Oxygen Demand)
Bahan yang digunakan
dalam Pengukuran BOD adalah
·
Air
Sampel : Sebagai bahan yang akan
diukur kadar TOMnya
·
MnSO4 :
untuk mengikat O2
·
NaOH + KI :
untuk membentuk endapan coklat dan melepas I2
·
Air
sampel : sebagai bahan yang
akan diukur DOnya
·
Na2S2O3 : untuk titrasi
·
H2SO4 : untuk melarutkan endapan coklat serta
pengkondisian
asam
·
Amilum :
untuk indicator warna ungu dan
pengkondisaian
basa
·
Kertas
Koran : Sebagai pembungkus
h)
pH
Bahan – bahan yang digunakan
dalam Pengukuran pH adalah :
·
Air Sampel :
sebagai bahan yang akan diukur pHnya
·
pH paper :
bahan intuk mengukur pH
i)
Alkalinitas
Bahan – bahan yang
digunakan dalam Pengukuran alkalinitas adalah :
·
Air
Sampel : Sebagai Objek yang akan
diukur salinitasnya
·
Larutan
Hcl : Sebagai larutan titran
·
Indikator
PP : Sebagai Indikator warna
ungu/pink/pengkondisian
asam
·
Indikator
MO : Sebagai indicator warna
orange/pengkondisian asam
j)
Turbinitas
Bahan – bahan yang
digunakan dalam Pengukuran turbinitas adalah
·
Air
Sampel : sebagai objek yang diukur
turbiditasnya
·
Aquadest : Untuk mengkalibrasi
3.3 Analisa Prosedur
Parameter
Fisika
3.3.1 Suhu
Sebelum melakukan praktikum pengambilan suhu perairan,
disiapkan alat dan bahan terlebih dahulu. Disiapkan thermometer Hg yang
berfungsi untuk mengetahui suhu perairan. Pertama-tama posisikan tubuh
membelakangi datangnya sinar matahari yang bertujuan agar sinar matahari tidak
mempengaruhi suhu pada thermometer. Dimasukkan thermometer ke dalam perairan,
kemudian dibaca nilai pada skala thermometer dengan keadaan thermometer masih
di dalam air yang bertujuan agar suhu tidak berubah lagi. Dan yang perlu
diingat, cara memegang thermometer dengan tidak menyentuh langsung pada
thermometer karena akan mempengaruhi suhu pada thermometer dan di catat hasilnya.
3.3.2 Kecepatan Arus
Pertama-tama disiapkan alat dan
bahan sebelum melakukan praktikum. Disiapkan 2 botol air mineral yang berukuran
600 ml sebagai pemmberat dan pelampung, karena salah satu dari botol diisi air
penuh dan yang lainnya tidak. Kemudian ukur tali raffia sepanjang 30 cm dan
diikatkan pada botol yang telah diisi air. Diukur kembali tali raffia sepanjang
2 m da diikatkan pada botol yang tidak berisi air. Setelah siap, bawa kedua
botol tersebut ke daerah yang terdapat arus. Setelah itu rapatkan kedua botol
dan lepas kedua botol secara bersamaan dengan tali yang tersisa pada sebelumnya
botol pemberat dipegang agar botol tidak terbawa arus. Bersamaan dengan
dilepasnya botol, stopwatch dinyalakan dan ditunggu sampai tali antara kedua
botol menjadi meregang. Setelah tali pada botol meregang, matikan stopwatch dan
dihitung dalam rumus kecepatan yaitu v = s/t dengan v = kecepatan, s = jarak
yang di tempuh, t = waktu, dan dicatat hasilnya.
3.3.3 Kecerahan
Pertama-tama disiapkan alat dan
bahan sebelum melakukan praktikum. Disiapkan secchi disk yang berwarna
hitam-putih yang bertujuan agar dapat membedakan dan melihat dengan jelas.
Masukkan secchi disk ke dalam
perairan dan secara perlahan-lahan dan
setelah tidak tampak pertama kali dicatat sebagai D1. Setelah itu
diangkat dan dicatat saat secchi disk terlihat pertama kali sebagai D2.
Setelah itu, dihitung dengan menggunakan rumus D = D1 + D2
/ 2.
3.3.4 Kedalaman Perairan
Pertama-tama disiapkan alat dan
bahan sebelum melakukan praktikum. Disiapkan tongkat skala 2-5 m yang digunakan
untuk mengukur kedalaman perairan. Setelah itu, tongkat skala dimasukkan ke
dalam perairan secara perlahan-lahan sampai tongkat skala menyentuh dasar
perairan. Dicatat hasilnya dari permukaan sampai ke dasar perairan.
3.3.5 Warna Perairan
Pada praktikum, pengamatan warna
perairan dilakukan dengan melihat secara langsung pada perairan dan di foto
dengan kamera digital untuk mempermudah pengamatan agar tidak lupa dan dicatat
hasilnya.
3.3.6 Substrat Perairan
Pada praktikum substrat yang harus
dilakukan adalah mengambil substrat pada dasar perairan dan diangkat pada
permukaan untuk diamati dan menentukan jenis dari substrat perairan tersebut.
Setelah itu dicatat hasil yang diperoleh.
3.4
Pengukuran Parameter Kimia
3.4.1 Oksigen Terlarut ( DO )
Pertama-tama,disiapkan alat dan
bahan sebelum melakukan praktikum. Disiap kan botol DO yang sebelum nya di
catat volume botol .botol DO berfungsi sebagai tempat air sample.kemudian botol
DO dimasukkan kedalam perairan secara perlahan-lahan dan diusahakan tidak ada
gelembung udara karena itu akan mempengaruhi nilai DO. Ditutup botol DO dalam
air. Kemudian botol DO yang berisi air sample, ditambahkan 2 ml MnSO4
untuk mengikat O2 dengan
menggunakan pipet tetes. Kemudian ditambahkan 2 ml NaOH + KI untuk
membentuk endapan coklat dan melepas I2 masing-masing sebanyak 2 ml
dengan menggunakan pipet tetes dan dihomogenkan. Dibiarkan sampai terbentuk
endapan coklat. Setelah itu dibuang air bening bagian atas karena air yang
bening tidak mengandung O2, lalu endapan coklat tersebut diberi 2 ml
H2SO4 pekat untuk pengkondisian asam dan melarutkan
endapan coklat dengan menggunakan pipet tetes dan dihomogenkan sampai endapan
terlarut, lalu diberi 3-4 tetes amilum sebagai indikator suasana basa dan warna
ungu dengan menggunakan pipet tetes. Kemudian dititrasi dengan 0,025
Na-thiosulfat dan dicatat volume NaS2O3 yang terpakai dan dihitung jumlahnya
dengan rumus DO :
3.4.2 pH
melakukan praktikum Pertama-tama,disiapkan
alat dan bahan,di siap kan pH paper yang di
gunakan untuk mengetahui pH suatu
perairan. pH paper di masuk kan ke dalam
perairan dan di tunggu selama 2-3 menit,
kemudian diangkat dan di kibas-kibaskan hingga
kering ,kemudian di cocok kan warna pada pH paper dengan kotak standart
yang terdapat warna .warna untuk menentu kan nilai pH.setelah dicocokkan
dengan kotak standart catat hasil yang
diperoleh.
3.4.3 Ortofosfat
Praktikum ortofosfat, yang pertama
di lakukan adalah disiapkan alat dan bahan. Selanjutnya diukur 50 ml air sample
dengan gelas ukur dan dimasukkan ke dalam beaker glass 250 ml, ditambahkan
dengan 2 ml amonium molybdate untuk mengikat fosfat dengan menggunakan pipet
tetes dan dihomogenkan. Kemudian di tambahkan 5 tetes larutan SnCl2 dengan
meggunakan pipet tetes setelah itu, dimasukan kedalam cuvet.Sebelum cuvet
digunakan dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan aquadest dan
dikeringkan dengan tissue. Selanjutnya cuvet dimasukkan kedalam spektofotometer
untuk mengukur panjang gelombang. Pada penggunaan spektofotometer terlebih
dahulu dinyalakan dengan menekan tombol power, lalu tunggu sampai angka yang
ditentukan muncul dan tekan enter.kemudian cuvet dibersihkan dengan aquades dan
dimasukkan sample ke dalam cuvet dan diukur panjang gelombang yang dicari dan
dicatat hasil yang didapat. Setelah itu cuvet diambil dikalibrasi dengan
aquadest. Cara penggunan spektofotometer adalah dikalibrasi cuvetdengan
aquades, kemudian di keringkan dengan penggunaan tissue, dihidupkan power di
tunggu hingga keluar method, di tekan Skala 480 untuk larutan orthofosfat
kemudian di tekan enter, dan di samakan panjang gelombangnya kemudian cuvet
diambil lalu di kalibrasi dengan menggunakan aquades kemudian di tekan zero dan
dibuang aquades, di keringkan dengan menggunakan tissue.
3.4.4 Nitrat
Nitrogen
Pada pengukuran nitrat nitrogen
digunakan beaker glass 250 ml sebagai tempat air sample dan diambil air sample
50 ml.kemudian diuapkan sampai kering dan membentuk kerak di atas hot plate.
Setelah air habis dan kering, didinginkan dan ditetesi 1 ml asam fenol
disulfanik untuk melarutkan kerak denagn menggunakan pipet tetes dan diaduk
sampai rata dengan pengaduk. Selanjutnya ditambahkan 10 ml aquades diambil
dengan gelas ukur dan ditambahkan NH4OH 44 tetes untuk
mengkondisikan suasana basa sampai terbentuk warna, dengan menggunakan pipet
tetes lalu ditambahkan lagi dengan 100
ml aquadest dari washing botle.kemudian diukur kadar larutan dengan
spektofotometer. Pada penggunaan spektofotometer terlebih dahulu dinyalakan
dengan menekan tombol power, lalu tunggu sampai angka yang ditentukan muncul
dan tekan enter.kemudian cuvet dibersihkan dengan aquades dan dimasukkan sample
ke dalam cuvet dan diukur panjang gelombang ‘353 ‘ dan dicatat hasil yang
didapat. Setelah itu cuvet diambil dikalibrasi dengan aquadest. Cara penggunan
spektofotometer adalah dikalibrasi cuvetdengan aquades, kemudian di keringkan
dengan penggunaan tissue, dihidupkan power di tunggu hingga keluar method, di
tekan Skala 353 untuk larutan orthofosfat kemudian di tekan enter, dan di
samakan panjang gelombangnya kemudian cuvet diambil lalu di kalibrasi dengan
menggunakan aquades kemudian di tekan zero dan dibuang aquades, di keringkan
dengan menggunakan tissue.
3.4.5
CO2
Pada pengukuran CO2
pertama disiapkan alat dan bahan Selanjutnya dimasukkan 25 ml air sample ke
dalam erlenmeyer kemudian ditambahkan 1-2 tetes indikator PP dalam air untuk
memberi warna pink dan suasana basa dengan menggunakan pipet tetes, bila air
berwarna merah muda berarti air tidak mengandung CO2 bebas,
sedangkan apabila air tidak berwarna perlu dititrasi dengan 0,0454 N Na2CO3.
diletakkan erlenmeyer di bawah buret yang disangga oleh statif yang berisi
larutan Na2CO3 sambil dihomogenkan pelan-pelan sampai
terbentuk warna merah muda. Kemudian dihitung jumlahnya dengan rumus CO2 :
3.4.6
Amonia
Pada
pengukuran amonia, pertama disiapkan alat dan bahan. Selanjutnya diambil air
sample 25 ml dengan menggunakan gelas ukur, kemudian disaring bila airnya
kotor, lalu dimasukkan ke dalam beaker glass 250 ml. Kemudian ditambahkan 1 ml
nesler dengan menggunakan pipet tetes, dihomogenkan dan diendapkan sampai
terbentuk warna kuning. Bila sudah terbentuk warna, diambil larutan yang berwarna
kuning saja. Kemudian dimasukkan ke dalam cuvet dan dihitung larutannya dengan
spektofotometer. Cara kerja spektofotometer adalah dengan menekan tombol power
untuk menyalakan alat, namun terlebih dahulu cuvet dibersihkan dengan aquadest.
Lalu dimasukkan larutan air sample ke dalam cuvet dan dihitung panjang
gelombangnya. Catat hasilnya dan cuvet dibersihkan lagi dengan cuvet.
3.4.7
TOM
atau Total Bahan Organik
Pada
praktikum TOM atau Total Bahan Organik, air sampel disiapkan untuk bahan yang
akan diukur total bahan organiknya. Kemudian air sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml sebagai tempat air sampel yang akan dititrasi. Setelah itu
ditambahkan 9,5 ml KMnO4 dari buret, KMnO4 digunakan
untuk bahan titrasi dan sebagai oksidator. Lalu ditambahkan 10 ml N2SO4
(1:4) yang digunakan untuk mempercepat reaksi dan pengkondisian suasana asam. Kemudian
dipanaskan digunakan hot plate sampai suhu 70-80oC, pengukuran suhu
saat dipanaskan dengan menggunakan thermometer yang dimasukkan ke dalam
erlenmeyer dengan dipegang ujung tali thermometer. Setelah suhu 70-80oC
air sampel dibiarkan dingin sampai suhu 60-70oC dengan menggunakan
thermometer. Setelah itu ditambahkan Na-Oxalat 1m 0,01N yang digunakan sebagai
pereduksi, penambahan Na-Oxalat dilakukan secara berlahan sampai tidak
berwarna. Kemudian ditrasi dengan KMnO4 yang digunakan sebagai
titrasi dan sebagai oksidator. Pemberian KMnO4 dilakukan dengan cara
KMnO4 dimasukkan ke dalam buret yang disangga oleh statif.
Pemberiannya dilakukan secara perlahan sampai berwarna merah jambu atau pink
dan dicatat ml titran sebagai (xml). Setelah itu dibuat larutan pembanding
dengan menggunakan aquades yang dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Lalu
ditambahkan 9,5 ml KMnO4 dari buret. Kemudian ditambahkan 10 ml H2SO4
(1:4) dan dipanaskan dengan hot plate sampai suhu 70-80oC. Setelah
itu 70-80oC erlenmeyer yang berisi aquades diangkat dibiarkan dingin
sampai suhu 60-70oC. kemudian ditambah Na-Oxalat 1 ml 0,01 N secara
berlahan sampai tidak berwarna. Setelah itu dititrasi dengan KMnO4
hingga berwarna merah jambu atau pink dan dicatat ml titran sebagai Yml
kemudian dihitung nilai TOM dengan rumus
3.4.8 BOD (Biologycalical Oxygen Demand)
Hal pertama
yang dilakukan adalah menyiapkan air sampel untuk diuji BODnya. Kemudian
diambil dengan menggunakan botol gelap dan botol kering pada wilayah yang sama.
Kemudian diukur oksigen terlarut pada botol terang saat itu juga dan dicatat
sebagai DO. Pada botol gelap diinkubasi selama 1 hari. Setelah 1 hari botol DO
dibuka dan ditambahkan 2 ml MnSO4 untuk mengikat oksigen dengan
menggunakan pipet tetes. Setelah itu ditambah 2 ml NaOH + Kl untuk membentuk
endapan coklat dan mengikat ion iodidat lalu dihomogenkan, penambahan NaOH + Kl
menggunakan pipet tetes. Kemudian dibiarkan + 30 menit sampai terjadi
endapan coklat. Setelah terjadi endapan coklat, air bening yang ada di atas
dibuang karena tidak mengandung oksigen. Setelah itu ditambahkan H2SO4
sebanyak 2 ml dengan menggunakan pipet tetes dan dihomogenkan, H2SO4
digunakan untuk melarutkan endapat coklat dan untuk indikator suasana asam.
Setelah itu diberi 3-4 tetes amilum sebagai indikator warna ungu dan suasana
basa dengan menggunakan pipet tetes. Kemudian dititrasi dengan 0,025 N
Na-thiosulfat menggunakan buret untuk tempat titran dan statis untuk menyangga
buret sampai jernih pertama kali dan dicatat ml Na-thiosulfat yang terpakai. Penggunaan
Na-thiosulfat sebagai bahan larutan titran. Kemudian dihitung DO pada botol
gelap dengan rumus
Hasil perhitungan dicatat sebagai DO2. Setelah
itu dihitung BOD dengan rumus
Dan dicatat sebagai data hasil
pengamatan
3.4.9 Turbiditas
Hal pertama yang dilakukan adalah menyiapkan air sampel.
Kemudian mengkalibrasi cuvet dengan aquades dan dikeringkan dengan tissu lalu
air sampel dimasukkan ke dalam cuvet. Setelah itu cuvet dimasukan ke dalam
spektofotometer yang sudah disambungkan dengan aliran listrik lalu ditekan
tombol power dan ditunggu hingga keluar method. Kemudian ditekan 340 untuk
turbinitas karena itu adalah kode dari turbinitas pada label yang tertera pada
spektofotometer. Kemudian ditekan onter dan diputar bagian sisi kanan spektofotometer
dan ditekan onter. Dimasukkan cuvet berisi air sampel ditekan zero. Lalu
ditekan onter dan dilihat angka yang muncul pada spektofotometer dan dicatat
sebagai data hasil pengamatan. Cara penggunan spektofotometer adalah dikalibrasi
cuvetdengan aquades, kemudian di keringkan dengan penggunaan tissue, dihidupkan
power di tunggu hingga keluar method, di tekan Skala 340 untuk larutan
orthofosfat kemudian di tekan enter, dan di samakan panjang gelombangnya
kemudian cuvet diambil lalu di kalibrasi dengan menggunakan aquades kemudian di
tekan zero dan dibuang aquades, di keringkan dengan menggunakan tissue.
3.4.10 Alkalinitas
Pertama-tama di siapkan alat dan
bahan yang digunakan dalam pengukuran alkalinitas seanjutnya dimasukan 50 ml
air sampel kedalam enlemayer kemudian di tambahkan indikator MO (metil orange)
sebanyak 3 tetes dengan menggunakan pipe tetes untuk memberikan warna orange
untuk suasana asam. Jika PHnya kurang dari 8,3
atau di tabahkan 2-3 tetes ndikator PP dengan menggunakan pipet tetes
yang berfungsi untuk memberikan warna pink, jika PHnya lebih dari 8,5 di
berikan indikator MO. Keudian di titrasi dengan menggunan HCL 0,02 N sampai
berubah warna , larutan HCL berfungsi sebagai indikator warna asam
4.2 Analisa Data Tiap
Parameter
a.
Parameter fisika
1.
Suhu
Pada praktikum pengukuran parameter suhu di perairan
diperoleh hasil yaitu 29°C.
suhu sangat berpengaruh terhadap laju pertumbuhan biota air. Menurut Asmawi
(1986), bahwa suhu optimum untuk selera makan ikan adalah 25°C sampai °C. Dari
data keseluruhan dapat disimpulkan suhu rata-rata di waduk selorejo adalah 25°C
sehingga optimum untuk selera makan ikan.
2.
Kecepatan Arus
Pada praktikum tentang pengukuran parameter kecepatan
arus sebesar 0,09 m/s.
Menurut Brotowijoyo,dkk (1996) pada umumnya ikan berenang kea rah datangnya
arus. Difusi oksigen dari atmosfer
ke dalam air dapat terjadi secara langsung pada kondisi air diam. Difusi juga
dapat terjadi karena agitasi atau pergerakan massa air akibat adanya gelombang
atau ombak dan air terjun (Effendie,2003). Dari data keseluruihan dapat
disimpulkan bahwa ikan banyak hidup di daerah inlet
3.
Kecerahan
Pada praktikum pengukuran kecerahan di perairan adalah 75 cm pada perairan tersebut
kecerahannya tidak terlalu baik untuk perairan budidaya karena sinar matahari
tidak menembus ke dasar perairan. Jika kecerahannya kurang dari 25
cm harus dilakukan pergantian air karena dapat menyebabkan fitoplankton mati
sehingga perairan akan menjadi jernih dan tidak ada pelinding bagi biota
budidaya dari cahaya matahari. Kecerahan yang baik bagi budidaya perairan
adalah berkisar antara 30-40 cm (Kordi,2007).
Menurut Asmawi (1986), nilai kecerahan yang baik untuk
kelangsungan hidup ikan adalah lebih besar dari 45 cm maksudnya kita masih
dapat melihat ke dalam air sejumlah 45 cm atau lebih) karena kalau lebih kecil
dari nilai tersebut, batas pandang ikan akan berkurang. Dapat disimpulkan dari
data kecerahan bahwa waduk selorejo masih baik untuk kelangsungan hidup ikan.
4.
Kedalaman Air
Data hasil pengukuran kedalaman air di perairan adalah 188 cm. daerah kedalaman
kompensasi dalam perairan umumnya berkisar antara ≥1.5-≥0.5 (Andayani, 2005).
Kedalaman perairan dimana proses fotosintesis sama dengan
proses respirasi disebut dengan kedalaman konpensasi.kedalaman konpensasi
biasanya terjadi pada saat cahaya yang ada di dalam kolam air hanya tinggal 10%
dari seluruh intensitas cahaya yang mengalami penetrasi di permukaan air.
Kedalaman konpensasi sangat dipengaruhi oleh kekeruhan dan keberadaan awan
sehingga berfluktuasi secara harian dan musiman (Effendi, (2003) dalam Andri, dkk (2009)).
5.
Warna Perairan
Data hasil tentang warna perairan pada saat praktikum
adalah hijau kecoklatan. Warna perairan hijau kecoklatan menunjukkan bahwa
perairan tersebut banyak mengandung fitoplankton. Menurut Mudjiman, dkk (2007),
indikasi perairan didominasi jenis algae hijau dari jenis Chlorella adalah
berwarna hijau kecoklatan. Menurut Anonymous dalam Yudha (2005), warna air
hijau kecoklatan disebabkan oleh alga hijau biru. Perairan yang berwarna hijau
kecoklatan paling cocok untuk. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa waduk
selorejo pembesaran udang karena didominasi
jenis algae hijau dari jenis Chlorella dan masih dapat untuk hidup ikan-ikan
tertentu.
6.
Substrat
Data hasil tentang substrat pada saat praktikum adalah
Lumpur berpasir.
Menurut Nybaakken (1992) dalam
Efriyeldi (1999), menyatakan bahwa keberadaan Lumpur di dasar perairan sangat
dipengaruhi oleh banyaknya partikel tersuspensi yang dibawa oleh air tawar dan
air laut serta fktor-faktor yang mempengaruhi penggumpalan pengendapan bahan
tersuspensi tersebut seperti arus di laut.
Menurut Andi (2002), substrat lumpur untuk mengakumulasi
bahan organic, sehingga cukup banyak makan yang potensial bagi bentos. Adapun
substrat berpasir yang umumnya miskin akan organism, tidak dihuni oleh
kehidupan makrofita. Jadi dapat disimpulkan bahwa daerah berlumpur jauh lebih
baik daripada daerah berpasir.
B. parameter kimia
1. pH
Dari pengaruh PH yang telah dilakukan, di dapatkan hasil
dari kelompok PH perairan sebesar 7.
dapat disimpulkan bahwa pada PH 8 ini ikan masih bisa melakukan kelangsungan
hidupnya. Menurut Asmawi (1986), bahwa untuk menciptakan suasana yang bagus
dalam perairan, PH air harus sudah agak mantap atau tidak terlalu berguncang
karena ikan perairan yang baik untuk kehidupan ikan adalah perairan dengan PH 6
sampai 8,7.
Dari data
diatas dapat diketahui bahwa PH juga sangat berpengaruh pada kehidupan
fitoplankton maupun organisme air, sehingga dengan PH = 8 pada perairan waduk
selorejo membuat pertumbuhan ikan maksimal.
2. DO
Hasil pengukuran DO perwakilan inlet dalah sebesar 9,67
mg/L sedangkan untuk outlet sebesar 9,1
mg/L. Menurut Asmawi (1986), kalu jumlah oksigen terlarut diperairan hanya 1,5
mg/l, kecepatan makan ikan filapia akan berkurang atau jika kadar oksigen makan
ikan tersebut akan berhenti makan tetapi kalau oksigen terlarut dalam jumlah
yang sangat banyak ikan-ikan memang jarang sekali mati, tapi pada
keadaan-keadaan tertentu hal ini demikian dapat mematikan.
Dari data
diatas dapat disimpulkan bahwa kandungan DO pada waduk selorejo cukup baik
untuk pertumbuhan ikan. Jumlah oksigen yang dikonsumsi ikan sangat baik untuk
pertimbuhan ikan., sehingga kebutuhan oksigen tiap spesies ikan juga
berbeda-beda
3. Karbondioksida (CO2)
Dari pengukuran karbondioksida yang telah dilakukan di
dapatkan hasil CO2 sebesar 39,95
mg/l. Menurut Kordi dan Andi (2007), karbondioksida (CO2) atau biasa
disebut asam orang sangat mudah larut dalam suatu larutan . pada ummnya
perairan alami mengandung karbondioksida sebesar 2 mg/ l pada kosentrasi tinggi
(> 10 mg/l). karboindioksida dapat beracun, karena keberadaannya dalam darah
dapat menghambat pengikatan oksigen oleh homo globin. Dari data diatas, dapat
disimpulkan bahwa kandungan CO2 pada waduk selorejo kurang baik
untuk pertumbuhan ikan maupun organisme lainnya karena kandungan CO2-nya
terlalu besar.
4. Alkallinitas
Dari pengukuran
alkalinitas yang telah dilakukan didapatkan hasil alkalinitas sebesar 42.8 mg/l. Dari data data diatas
dapat disimpulkan bahwa kandungan alkalinitas waduk selorejo terlalu tinggi,
sehingga tidak baik dan dapat menyebabkan kehidupan ikan terganggu. Menuerut
Jusuf dalam Yudha (2005). Alkalinitas optirmun bagi pertumbuhan udang memiliki
kisaran antara 75-200 mg CaCO3/ l.
Alkalinitas
dipertahankan pada nilai 90-150 Rpm. Alkanitas yang rendah atau kurang 90 ppm
harus dilakukan pengapuran sehingga alkalinitas mencapai angka sesuai dengan
kisaran. Jenis kapur yang digunakan disesuaikan dengan kondisi PH air sehingga
pengaruh pengapuran tidak membuat PH tinggi. Jenis kapur disesuaikan dengan
keperluan dan fungsinya. Sebagai contoh kapur hidroksida Ca(OH)2 dii
aplikasikan untuk menaikan alkalinitas sekaligus menaikan PH air, bila PH air
sudah tinggi, maka untuk menaikan
alkalinitas digunakan jenis kapur carbonat (ca CO3) atau
kaptan (Arifin. al, 2007).
5. TOM
Dari data
pengamatan TOM/ total bahan organic pada praktikum limnology diperoleh
perwakilan inlet 3,318(kelompok
3) dan perwakilan outlet 1,975
(kelompok 10).
Menurut Alan (1995) dalam sari (2007), TOM dapat berupa allochtihonous yang
berasal dari perairan ini sendiri seperti pembusukan organisme mati oleh
destritus, aktiviotas perifithon, maktofil yang dibawa oleh aliran air dari
daerah sekitar.
Menurut Sari
(2007), kandungan bahan organic yang terlarut dekat sungai berkisar antara
256,69-447,97 mg/L dan diantara karamba ikan berkisar antara 348,16-456 mg/ L
nilai tersebut masih standart mutu air. Dari data diatas dapat disimpulkan
bahwa kandungan TOM waduk selorejo kurang baik untuk kehidupan ikan karena
hasilnya kurang dari optimal.
6. Orthofosfat
Pada praktikum
pengukuran orhofosfat didapatkan kelompok 3 dengan
hasil 5.6 mg/L
(inlet). Dari pengukuran orthofosfat yang telah dilakukan, di dapatkan hasil
pada kelompok 10 besar
orthofosfat adalah 7.2
mg/l (outlet). Menurut Lind (1979) dalam Subararijanti (1990) alam Arfiati (2001),
orthophosfat adalah senyawa pospat yang berbentuk athophosfat pertumbuhan yang
optimal bagi phytoplankton berkisar antara 0.018-0.09 mg/l.
Dari data
diatas dapat disimpulkan bahwa kandungan orthofosfat waduk selorejo tidak baik
untuk pertumbuhan ikan maupun organisme air karena terlalu tinggi atau melebihi
kisaran yang optimal dan akn terjadi blooming karena orthophospat yang optimal
bagi plankton berkisar antara 6,018-0,09 mg/L.
7. Nitrat –
Nitrogen
Dari pengukuran
nitrat –nitrogen yang telah dilakukan di dapatkan hasil sebesar 5 mg/l untuk
kelompok 3 (inlet) dan 1 mg/L untuk kelompok 10 (outlet). Menurut Noutji (1924)
dalam Pirzan dan Petnis (2008), bentuk ion nitrat dan ammonia mempunyai peranan
penting sebagai sumber nitrogen bagi plankton meskipun peranan masing-masing
ion tidak sama terhadap berbagai jenis
plankton. Menurut Raymat (1980) dalam Pirzan dan Petnis (2008) ada jenis
plankton yang lebih dulu menggunakan nitrat dan ada juga yang lebih dulu
menggunakan ammonium.
Menurut Arfiati
(2001), nitrat merupakan hasil dari reaksi biologi yaitu nitrogen organik
limbah industri dan domestik akan mengandung nitrat dan akan menjadi polusi
untuk permukaan air. Sedangkan menurut Macktor (1909) dalam Fachrul (1993)
dalam Organsastra (2007), kadar nitrat yang optimal bagi kehidupan fitoplankton
berkisar antara 3.9 – 15.5 mg/l, sehingga dapat disimpulkan bahwa kadar nitrat
di kawasan outlet waduk selorejo minimum karena hasilnya 0.5 mg/l. Dari data
diatas dapat disimpulkan bahwa tidak baik untuk pertumbuhan ikan dan organisme
air lainnya karena hasilnya terlalu rendah karena nilainya kurang dari 3,9-
15,5 mg/L.
8.
Amonia
Dari pengukuran
amonia yang telah dilakukan di dapatkan hasil sebesar 0.16 mg/L untuk kelompok 3 (inlet) dan 0.29 mg/L untuk kelompok 10 (outlet). Menurut poppo, dkk
(2009), nilai amonia dalam industri perikanan telah melewati standar baku mutu
yaitu 4.5 mg/l, sedangkan nilai standar baku mutu yang dipersyaratkan untuk
amonia adalah tidak lebih dari 1 mg/l. tingginya kandungan amonia pada air limbah disebabkan karena senyawa
ammonia melalui proses nitrifikasi yang terjadi secara aerob.
Menurut Brown (1957) dalam Asmawi (1985) bahwa kadar
ammonia yang rendah baik untuk kehidupan jasad-jasad hewan termasuk ikan, dan
kadar ammonia 2-7 ppm dapat mematikan beberapa jenis ikan. Dari data di atas dapat dilsimpulkan bahwa
kandungan ammonia pada waduk selorejo cocok untuk pertumbuhan ikan karena kurang
dari 1 mg/l, sehingga organisme air yang lainnya dapat tumbuh optimal
9. BOD (Biochemical Oxygen
Demand)
Dari pengukuran
BOD yang telah dilakukan didapatkan hasil sebesar 2,195 mg/l
untuk kelompok 3 (inlet) dan 4,8 mg/l untuk kelompok 10 (outlet) dengan perhitungan BOD
(ppm). Menurut Darsono (2007) pentingnya
jumlah oksigen yang berada dalam air, menyebabkan perlunya disediakan ukuran
kebutuhan oksigen yang diperlukan oleh bahteri merambak limbah. Salah satu
ukuran tersebut dalam Biological Oxygen Demand (BOD, kebutuhan oksigen untuk
proses biologi). BOD adalah “jumlah oksigen dalam ppm yang diperlukan selama
proses stabilisasi dari pemecahan bahan organik oleh bakteri agrab”
Menurut Bardo
dan Syamsul (2006).pada hasil analisis kadar BOD pada air sungai Code
didapatkan hasil bahwa BOD tersendah sebesar 3.20 mg/l. kadar BOD dalam air
sungai Code pada bagian hulu lebih rendah dan bagian yang lain dengan
kadar BOD di antara 3-4 mg/l. hal ini
disebabkan bahan-bahan buangan dalam air pada bagian hulu masih dalam sedikit
sehingga jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan tersebut
masih sedikit. Dapat disimpulkan bahwa kandungan BOD tersebut tidak baik untuk
kehidupanikan karena jumlahnya terlalu rendah.
10. Turbiditas
Dari pengukuran
turbiditas yang telah dilakukan di dapatkan hasil sebesar 3 FTU. Menurut Kordi dan
Andi (2007), kekeruhan yang baik adalah kekeruhan yang disebabkan oleh
jasad-jasad renik atau plankton, kekeruhan dipengaruhi oleh 1). Benda-benda
halus yang disuspensikan, seperti Lumpur dan sebaginya 2). Adanya jasad-jasad
renik (plankton), dan 3) warna air. Dapat disimpulkan bahwa perairan inlet
memiliki tingkat kekeruhan lebih tinngi disbanding periran outlet, karena di
daerah inlet terdapat banyak jasad-jasad dan lumpur yang tersuspensi.
4.3 Hubungan Antar Parameter
Kualitas Air
Dari data praktikum limnologi pada daerah outlet rata-rata
suhu 270 C sedangkan kandungan kadar oksigen terlarut dalam perairan
waduk didaerah outlet rat-rata 1.4 mg/l sedangkan pada daerah inlet 6.2 mg/l.
Bisa dilihat dari data bila suhu naik maka kadar oksigennya juga ikut naik.
Menurut Slamet, dkk (2009), kadar oksigen terlarut dalam air (DO) rata-rata
tiap stasiun berkisar 6.8-7.67 ppm dengan rata-rata terendah pada stasiun 10
dan tertinggi pada stasiun 13, terlihat bahwa tertinggi pada bagian permukaan
air (7.04-8.11 ppm = 7.28 ppm) disusul kemudian titik bagian tengah (6.5-7.9
ppm dengan rata-rata 6.9 ppm), hal ini disebabakan karena cahaya masih banyak
didaerah permukaan sehingga suhu dipermukaan lebih tinggi dibandingkan
diperairan tengah maupun dalam, dan kegiatan fotosintesa fitoplankton banyak dibagian
perairan permukaan dibandingkan diperairan tengah atau dalam.
Dari data yang didapat pada praktikum limnologi pada
daerah outlet substrat yang didapat liat berpasir, sedangkan pada daerah inlet
diperoleh data berlumpur dan nilai alkalinitas pada kelompok 2 yang mewakili
daerah outlet bernilai 141 mg/l dan data dari kelompok 7 yang mewakili daerah
inlet bernilai 188.72 mg/l. Alkalinitas dapat dibagi alkalinitas bikarbonat,
alkalinitas karbonat dan pada beberapa perairan alkalinitas hidroksida. Total alkalinitas
alami berkisar 5 mg/l sampai lebih dari 500mg/l. Perairan dengan total
alkalinitas yang tinggi telah berkaitan dengan endapan batu kapur tanah. Kolam
dengan nilai total alkalinitas yang
lebih rendah berada didaerah yang bertanah liat atau lempung yang sering kali
mengadung kalium karbonat. Nilai alkalinitas yang tinggi biasanya terdapat pada
perairan didaerah kering (living stone, 1983) dimana penguapan konsentrasi ion
diperairan lebih banyak terjadi perairan dengan kadar alkalinitas rendah ditemukan
ada tanah berpasir dan tanah yang mengandung banyak bahan organic akan memiliki
kadar alkalinitas yang rendah (Andayani, 2005)
4.4 Kelayakan Kualitas Air
Terhadap Budidaya dan Usaha Recovery
Menurut Asmani (1986) kualitas perairan memberi pengaruh
yang cukup besar terhadap survival dan pertumbuhan makhluk-makhluk yang hidup
di air. Untuk itu air terlebih dahulu harus merupakan lingkungan hidup yang
baik tumbuh-tumbuhan renik yang mampu berfotosintesis agar tumbuh-tumbuhan
renik dapat berasimilasi, air harus :
-
Mempunyai
suhu yang optimal untuk mendorong proses hidup
-
Menerima
matahari yang cukup
-
Mengandung
gas karbondioksida yang cukup
-
Mengandung
mineral-mineral yang cukup
Suhu air yang optimal untuk makan ikan ikan adalah antara 25-270C.
Perairan yang mengandung 3 mg/l, oksigen pada suhu 20-300C masih dipandang sebagai air yang cukup baik
untuk kehidupan ikan. Kadar amoniak yang baik untuk kehidupan ikan dan
organisme perairan lainnya adalah kurang dari 1 ppm.
Menurut Brotowidjoyo, dkk (1996) ikan herring berubah arah renangnya bila
ada arus dengan kekuatan lebih dari 3-9 cm/detik.
Menurut Asmawi (1986) nilai kecerahan yang baik untuk kelangsungan hidup
ikan adalah lebih besar dari 45 cm.
Menurut Anonymous (1995) dalam Yudha (2005) warna hijau ini disebabkan oleh
algae hijau biru (blue green algae).
Menurut Asmawi (!986) bahwa untuk menciptakan suasana yang bagus dalam
suatu perairan, phl arus air sudah agak mantap atau tidak terlalu guncangan,
karena ikan hanya terhadap pegunungan ph
5 sampai 8.
Menurut Pirzan dan Petrus (2008) perairan alam yang memiliki alkalinitas
total 40 mg/l atau telah dianggap produktif dari pada perairan beralkalinitas
rendah.
Dari data hasil praktikum limnologi diwaduk selorejo dapat disimpulkan
bahwa perairan tersebut layak usaha budidaya karena unsur hara didalamnya
tercukupi untuk proses budidaya. Dari data kelompok 7 didapatkan suhu 250C
dimana suhu tersebut optimal untuk selera makan ikan, dari data hasil
pengamatan DO didapat 9.67 mg/l baik untuk selera makan ikan karena adanya
fitoplankton yang hidup didalamnya. Kecerahan 25, ikan masih dapat hidup tetapi
kecerahan dibawah 25 ikan tidak dapat hidup.
4.5
Aplikasi Limnologi Dalam Budidaya Ikan
Menurut Wetzel (1989), limnologi
dalah suatu pembelajaran tentang hubungan fungsional dan produktivitas
komunitas air tawar bagaimana mereka dipengaruhi oleh faktor fisik kimia dan
biotik. Oleh karena mempelajari limno dapat dimanfaatkan dalam budidaya ikan.
Didalam budidaya harus diketahui tingkat kualitas air yang baik agar ikan yang
dibudidayakan, seperti perairan waduk selorejo yang dijadikan tempat pengamatan
didapatkan rata-rata suhu 250C hal ini baik untuk kegiatan budidaya.
Menurut Yudha (2005) suhu yang sesuai untuk kehidupan udang berkisar antara
28-320C. Jika suhu terlalu tinggi udang akan mengalami kram (kejang)
dan tidak mau makan. Dengan mempelajari limnologi dapat mengetahui ada tidaknya
tingkat pencemaran didalam suatu tambak atau kolam budidaya. Menurut Sari
(2007) parameter linkungan yang dapat dijadikan kontrol adanya polusi adalah
oksigen terlarut, konsentrasi amonia, pH dan suhu. Hal ini disebabkan karena
parameter tersebut dapat mempengaruhi kehidupan biota perairan. Sedangkan
menurut Asmani (1986) kualitas perairan memberikan pengaruh yang cukup besar
terhadap survival dan pertumbuhan makhluk-makhluk yang hidup di air. Air harus
merupakan lingkungan hidup yang baik untuk hewan dan tumbuh-tumbuhan tingkat
rendah. Untuk itu air terlebih dahulu harus merupakan lingkungan hidup yang
baik tumbuh-tumbuhan renik yang mampu berasimilasi.
1.
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada praktikum
limnologi adalah:
-
Limnologi adalah suatu pembelajaran tentang hubungan
fungsional dan produktivitas komunitas air tawar bagaimana dipengaruhi oleh
faktor fisik, kimia dan biologi lingkungan
-
Dari hasil pengamatan kelompok 7 mendapatkan hasil suhu
250C, kecepatan arus 3.25 mg/l, kecerahan 25 cm, kedalaman 154 cm,
warna perairan hijau kecoklatan, substrat lumpur, pH 8, DO 9.67 mg/l, CO2 27.97
mg/l, alkalinitas 188.72 dan TOM -1.39, orthopospat 5.8 mg/l, nitrat nitrogen
0.9 mg/l, BOD 8.26 ppm, Amonia 1.27 mg/l dan 1.037 mg/l dan turbiditas 79 FTV
-
Kelayakan kualias air terhadap budidaya dan usaha
recovery. Perairan tersebut layak utuk usaha budidaya karena unsur hara didalamnya
tercukupi untuk proses budidaya.
-
Aplikasi limnologi dalam budidaya ikan dengan mempelajari
limnologi, dapat mengetahui ada tidaknya tingkat tingkat pencemaran didalam
suatu tambak atau kolam budidaya. Menurut Sam (2007), parameter lingkungan yang
dapat dijadikan kontrol adanya polusi adalah oksigen terlarut, konsentrasi
amonia, pH dan suhu, hal ini disebabkan karena parameter tersebut dapat
mempengaruhi kehidupan perairan.
5.2
Saran
Dari praktikum yang dilakukan, hal
yang perlu ditingkatkan yaitu :
-
Pemanfaatan waduk yang lebih optimal, seperti membuat KJA
-
Menjaga kualitas air pada perairan tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Andayani, Sri. 2005. Manajemen Kualitas Air Untuk
Budidaya Peraiaran. Universitas Brawijaya. Malang
Andri, dkk. 2009. Makalah Faktor-faktor Penting Dalam
proses Pembesaran Ikan Di Fasilitas Nursery dan Pembesaran. http:google.com
Diakses pada tanggal 11 November 2009 pukul 20.00 WIB
Anwar, Nurmila. 2009. Tinjauan Pustaka. http:google.com Diakses
pada tanggal 11 November 2009 pukul 20.00 WIB
Asmawi, 1986. Pemeliharaan Ikan Dalam Keramba. Jakarta :
Gramedia
Brotowidjoyo, dkk. 1996. Pengantar Lingkungan dan
Perairan dan Budidaya Laut. Liberty. Yogyakarta
Efriyeldi, 1999. Sebaran Spasial Karakteristik Sedimen
dan Kualitas Air Muara Sungai Bantan Tengah, Bengkalis Kaitannya dengan
Budidaya KJA (Keramba Jaring Apung) : http: /e journal.ac.id Diakses pada
tanggal 11 November 2009 pukul 20.00 WIB
Kordi, K, M. Ghufran dan Andi Baso Tanjung, 2007.
Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan. Jakarta : Rineka Cipta
Pappo, Ari dkk. 2009. Studi Kualitas Perairan Pantai
Dikawasan Industri Perikanan Desa Rembangan Kecamatan Naegara, Kabupaten
Jembaran, Ude.Journal/pappo.paf http:akademikunsri.ac.id Diakses pada tanggal
11 November 2009 pukul 20.00 WIB
Pirzan Andi M dan Petrus Rani D. 2008. Hubungan Keragaman
Fitoplankton Dengan Kualitas Air Dipulau Gaululuang Kabupaten Takalar,Sulawesi
Selatan www.uhud.ac.id.
Diakses pada tanggal 11 November 2009 pukul 20.00 WIB
Yudha, Indra Gumay. 2005. Aplikasi Sistem Resirkulasi Tertutup (Closed Resirculation System) Dalam Pengelolan Kualitas Air Tambak Udang. Http//e journal.ac.id Diakses pada tanggal 11 November 2009 pukul 20.00 WIB
Sari, Sam gendro. 2007 Kualitas Air Sungai Manon Dengan
Perlakuan Keramba Ikan Di Kecamatan Rawae Kabupaten Mojokerto Jawa Timur. www.uncam.ac.id
Diakses pada tanggal 11 November 2009 pukul 20.00 WIB
Wetzel,
Robert G. 1989. Limnology Second Edition. Sainders Collage Publishing
Philadelphia new york Chicago. San Francisco Montrea Noronto London Sydney
Tokyo Mexico city. Rio de jamnamadrid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar