Laporan
Praktikum Tanggal
: 9 Mei 2012
m.k Manajemen kualitas air Dosen : Prof. Dr. Ir Sri
Andayani, MS
Asisten : M.
Huda Setiawan
Pengaruh Tanaman Air yang Berbeda terhadap Penurunan
Kadar Ammonia,
Pertumbuhan dan Kelulusan Hidup Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio)
Oleh :
Kelompok 5
Rizaldy
Rakhmad Kurniawan (105080507111008)
Huriyatul Fitriyah noor (105080501111027)
Anggita Brawidyastiti (105080501111019)
Hendra Budi Kusuma (105080501111004)
Miftahul Jannah (105080513111002)
Ahmad Rizky Akbar (105080507111008)
Satria Qatka Hudaya (105080501111025)
Widya Putra (105080501111041)
BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2012
RINGKASAN
Secara
umum morfologi ikan mas memiliki bentuk mulut yang pendek. Bentuk tubuh pipih
dan memiliki sungut. Mulutnya berbentuk terminal. Pada ujung dalam mulut
terdapat gigi kerongkongan yang terbentuk atas tiga baris gigi geraham.
Memiliki sisik berbentuk sikloid berukuran besar dan berwarna hijau.
Secara
umum Pertumbuahan ikan mas dilihat dari pola makan dan jumlah pakan yang
diberikan. Dari beberapa aspek pertumbuhan pakan ikan mempengaruhi pertumbuhan
ikan dari segi panjang dan berat tubuh ikan tersebut. Semakin besar ukuran ikan
mas tersebut, semakin banyak jumlah pakan yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya
Secara
umum kelulushidupan ikan mas yaitu tingkat kesuksesan dalam melewati beberapa
fase sampai melewati fase kritis yang menyebabkan terjadinya kematian yang sangat
tinggi pada ikan mas.
Secara
umum Morfologi eceng gondok yaitu sebagai tanaman air yang membantu dalam
proses penyerapan bahan – bahan limbah dan bahan organik yang bersifat logam
berat. Selain itu, juga bermanfaat dalam hal hiasan dari kolam, danau, atau
suatu kolam.
Secara
umum Morfologi eceng gondok yaitu sebagai tanaman air yang membantu dalam
proses penyerapan bahan – bahan limbah dan bahan organik yang bersifat logam
berat. Selain itu, juga bermanfaat dalam hal hiasan dari kolam, danau, atau suatu
kolam.
Secara
umum Morfologi hydrilla adalah tumbuhan air yang asli dan hidup di perairan
hangat hingga dingin dari Asia, Eropa, Afrika dan Australia. Memiliki rimpang
putih kekuningan tumbuh di sedimen di bawah air sampai dengan kedalaman 2 m.
Batang tumbuh 1-2 m panjang. Selain itu hydrilla adalah tanaman air yang
produktif.
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkanRahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktikum ini, Shalawat
dan salam tidak lupa penulis sampaikan kepangkuan baginda Rasullulah SAW yang
telah membawa risalah untuk umat manusia . Adapun judul yang penulis bahas
adalah “Laporan Praktikum Pengaruh Tanaman Air yang Berbeda terhadap Penurunan
Kadar Ammoniak, Pertumbuhan, dan Kelulushidupan Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio)”.
Selama
dalam proses penulisan Laporan Praktikum ini banyak sekali hambatan dan
kesulitan yang penulis alami di karenakan terbatasnya pengetahuan yang penulis
miliki. Justru itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada M. Huda Setiawan yang
telah banyak memberikan petunjuk, bimbingan dan dorongan dalam menyusun laporan
ini dari awal sampai akhir., juga kepada rekan seperjuangan, dan semua pihak
yang telah membantu penulis dalam menyusun laporan ini.
Atas
semua batuan dan bimbingan dari semua pihak penulis serahkn kepada Allah SWT,
semoga Allah dapat membalas dengan rahmat yang berlimpah ganda.
Laporan Praktikum ini masih sangat
jauh dari kesempurnaan, justru itu penulis megharapkan kritik dan saran dari
semua pihak yang sifatnya membangun demi kesempurnaan laporan Praktikum ini,
akhirnya harapan penulis, semoga Laporan Praktikum ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak pembaca, terutama bagi penulis sendiri
Malang, 12 Mei
2012
Penulis
DAFTAR ISI
RINGKASAN…………………………………………………………….………………..i
KATA
PENGANTAR…………………………………………………………………….ii
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………………...iii
DAFTAR
TABEL………………………………………………………………………...iv
DAFTAR
LAMPIRAN…………………………………………………………………....v
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang……………………………………………………………...9
1.2 Tujuan Praktikum………………………………………………………….9
1.3 Kegunaan…………………………………………………………………..9
1.4 Hipotesis……………………………………………………………………9
1.5 Tempat dan waktu…………………………………………………………9
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi ikan Mas (Cyprinus carpio)…………………………………11
2.1.1
Morfologi ikan Mas (Cyprinus carpio)………………………….11
2.1.2
Pertumbuhan Ikan Mas………………………………………….12
2.1.3 Kelulushidupan
ikan Mas………………………………………..13
2.2 Tanaman air………………………………………………………………14
2.2.1
Klasifikasi dan Morfologi eceng gondok……………………….14
2.2.2
Klasifikasi dan Morfologi hydrilla……………………………….16
2.2.3
Klasifikasi dan Morfologi Kayu apu…………………………….17
2.3 Kualitas Air………………………………………………………………..19
2.3.1
Suhu……………………………………………………………….19
2.3.2
Ph…………………………………………………………………..20
2.3.3
DO…………………………………………………………………20
2.3.4
Ammonia………………………………………………………….21
3. MATERI DAN METODE PENELITIAN
3.1 Materi penelitian………………………………………………………….23
3.2 Metode penelitian………………………………………………………...24
3.3 Rancangan penelitian……………………………………………………24
3.4 Prosedur penelitian………………………………………………………25
3.5 Parameter Uji……………………………………………………………..27
3.5.1
Parameter Utama
a. Ammonia……………………………………………………...27
b. SR……………………………………………………………..29
c. RGR…………………………………………………………...29
d. SGR…………………………………………………………...30
3.5.2
Parameter Penunjang
a.
Suhu…………………………………………………………..30
b.
pH……………………………………………………………...31
c.
DO……………………………………………………………..31
d.
FCR……………………………………………………………32
3.6 Analisa
Data……………………………………………………………….32
4. HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………………….
5. KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan…………………………………………………………………..
5.2 Saran………………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perhitungan SR………………………………………………………………35
Tabel
2. Analisa Keragaman atau Sidik Ragam SR …….………………………..35
Tabel 3. Nilai BNT SR…………………………………………………………………36
Tabel 4. Perhitungan Amoniak……………………………………………………….36
Tabel 5. Analisa Keragaman atau Sidik
Ragam Amoniak…………………………37
Tabel 6. Nilai BNT Amoniak…………………………………………………………..37
Tabel 7. Perhitungan FCR…………………………………………………………….37
Tabel 8. Analisa Keragaman atau Sidik
Ragam FCR……………………………..38
Tabel 9. Nilai BNT FCR……………………………………………………………….38
Tabel 10. Perhitungan GR……………………………………………………………38
Tabel 11. Analisa Keragaman atau Sidik
Ragam GR……………………………..39
Tabel 12. Data Pengamatan Kualitas Air……………………………………………40
DAFTAR GAMBAR
Gambar
1. Ikan Mas (Cyprinus carpio)…………………………………………...4
Gambar
2. Kayu Apu (Pistia stratiotes
L)……………………………………….5
Gambar 3.Grafik Hasil Pengukuran SR Ikan
Mas Selama Pratikum Manajemen
Kualitas
Air…………………………………………………………..20
Gambar 4.Grafik Hasil Pengukuran GR Ikan
Mas Selama Pratikum
Manajemen
Kualitas Air………………………………………........22
Gambar 5.Grafik Hasil Pengukuran FCR Ikan Mas Selama Pratikum
Manajemen
Kualitas Air……………………………………………24
Gambar 6.Grafik Hasil Pengukuran Amoniak Ikan Mas Selama
Pratikum
Manajemen
Kualitas Air……………………………………….......26
DAFTAR
LAMPIRAN
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Air merupakan
kebutuhan dasar manusia dan sumber daya yang perlu dijaga kelestariannya untuk
kepentingan manusia dan lingkungan. Pemeliharaanya secara kualitas dan
kuantitas secara berkelanjutan memerlukan perhatian dan penanganan yang serius.
Salah satu permasalahannya terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara
ketersediaaan air dengan kebutuhan dan penggunaannya (Safitri, 2009).
Gulma air
didefinisikan sebagai tumbuhan air yang dalam keadaan dan waktu tertentu tidak
dikehendaki karena dianggap lebih banyak menimbulkan kerugian daripada manfaat
yang ditimbulkannya. Keberadaan gulma air di suatu perairan umum merupakan
bagian dari masalah yang perlu penanganan dalam manajemen sumber daya perairan.
Hydrilla verticillata (ganggang,
hydrilla, water thyme) merupakan salah satu jenis gulma air yang menduduki
kategori penting nomor dua di dunia (termasuk kawasan Asia Tenggara) setelah
eceng gondok (Eichhornia crassipes).
Gangguan serius dan kerugian yang disebabkan ganggang antara lain dapat
mengurangi aliran air dalam system saluran irigasi dan hidroelektris. Aliran
air akan berkurang sekitar 40-95 % pada system irigasi, dan dapat menyebabkan
banjir seperti yang terjadi di Guyana dan Malaysia. Gangguan serius lainnya
dapat mengurangi mobilitas navigasi untuk berbagai kepentingan
(Shofawie, 1990).
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan
dari praktikum Manajemen Kualitas Air dengan materi Pengaruh
Tanaman Air yang Berbeda terhadap Penurunan Kadar Ammonia, Pertumbuhan, dan
Kelulushidupan Benih Ikan Mas (Cyprinus
Carpio) adalah untuk mengetahui pengaruh penyerapan ammonia oleh kayu apu pada akuarium yang dipelihara benih ikan mas.
1.3 Kegunaan Praktikum
Kegunaan dari
Praktikum ini adalah Untuk mengetahui pengaruh tanaman air berbeda terhadap
penurunan kadar ammonia, pertumbuhan dan Kelulushidupan Benih ikan Mas (Cyprinus carpio).
1.4 Hipotesis
H0 : Penggunaan Kiambang (Salvinia molesta) tidak berpengaruh
terhadap penurunan kandungan ammonia, dan
kelulushidupan ikan
mas (Cyprinus
carpio).
H1 : Penggunaan Kiambang (Salvinia molesta) berpengaruh terhadap
penurunan kandungan ammonia, dan kelulus
hidupan ikan mas
(Cyprinus
carpio).
1.5 Tempat dan Waktu
Praktikum Manajemen Kualitas Air dilaksanakan
pada tanggal 12 - 26 Mei 2012, di Laboratorium Reproduksi Ikan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang
II. TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Klasifikasi dan Morfologi
Gambar 1. Google
image.com
Adapun
klasifikasi ikan mas (Cyprinus carpio) menurut Puspitasari
(2010) adalah sebagai
berikut:
Phyllum : Chordata
Class : Osteichthyes
Subclass :
Actinopterygii
Ordo :
Cypriniformes
Subordo : Cyprinoidea
Family :
Cyprinidae
Genus :
Cyprinus
Species : Cyprinus carpio
Secara umum morfologi ikan mas memiliki bentuk mulut
yang pendek. Bentuk tubuh pipih dan memiliki sungut. Mulutnya berbentuk
terminal. Pada ujung dalam mulut terdapat gigi kerongkongan yang terbentuk atas
tiga baris gigi geraham. Memiliki sisik berbentuk sikloid berukuran besar dan
berwarna hijau. Hal
ini diperkuat oleh Puspitasari
et. al. (2010), secara
morfologis, ikan mas
mempunyai bentuk tubuh
agak memanjang dan memipih
tegak. Mulut terletak di
ujung tengah dan dapat disembulkan. Bagian
anterior mulut terdapat
dua pasang sungut
berukuran pendek. Bentuk tubuh
ikan mas agak memanjang dan memipih tegak (comprossed). Mulutnya terletak di
bagian tengah ujung
kepala (terminal) dan
dapat disembulkan (protaktil). Di bagian anterior mulut
terdapat dua pasang sungut. Di
ujung dalam mulut terdapat gigi
kerongkongan (pharyngeal
teeth) yang terbentuk
atas tiga baris
gigi geraham. Secara umum, hampir
seluruh tubuh ikan mas ditutupi sisik dan hanya sebagian kecil saja yang
tubuhnya tidak ditutupi
sisik. Sisik ikan mas
berukuran relatif besar
dan digolongkan dalam tipe
sisik sikloid berwarna
hijau, biru, merah,
kuning keemasan atau kombinasi
dari warna-warna tersebut sesuai dengan rasnya.
Secara morfologi, ikan mas memiliki ciri-ciri bentuk tubuh agak
memanjang dan memipih tegak. Mulut terletak di ujung tengah dan dapat
disembulkan. Bagian anterior mulut terdapat dua pasang sungut berukuran pendek.
Hampir seluruh tubuh ikan mas di tutupi sisik dan hanya sebagian kecil tidak ditutupi
sisik. Sisik ikan mas berukuran relatif besar dan digolongkan ke dalam tipe
sisik sikloid dengan warna yang sangat
beragam (Mones, 2008).
2.1.2 Pertumbuhan ikan mas
Secara
umum Pertumbuahan ikan mas dilihat dari pola makan dan jumlah pakan yang
diberikan. Dari beberapa aspek pertumbuhan pakan ikan mempengaruhi pertumbuhan
ikan dari segi panjang dan berat tubuh ikan tersebut. Semakin besar ukuran ikan
mas tersebut, semakin banyak jumlah pakan yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Hal ini diperkuat oleh Patriono et. al. (2009), berdasarkan penelitian Suryadi diketahui bahwa
perlakuan dengan pemotongan sirip kaudal dengan pemberian pakan berupa pellet
dapat meningkatkan pertumbuhan ikan mas. Namun, informasi mengenai pengaruh
pemotongan sirip dorsal dan ventral dengan pemberian pakan alami dan pellet
terhadap pertum-buhan panjang tubuh ikan mas belum diketahui secara pasti,
sehingga perlu dilakukan penelitian. Penelitian ini perlu dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui pengaruh pemotongan sirip dorsal, ventral, dan kau-dal
terhadap pertumbuhan panjang tubuh ikan mas .
Pakan
larva yang terdiri atas suspensi kuning telur masak + tepung pelet efektif
untuk memacu pertumbuhan harian larva ikan mas. Tingkat pertumbuhan harian
larva yang di beri pakan tersebut lebih tinggi di bandingkan larva yang di
bandingkan larva yang di beri pakan lainya seperti suspensi kuning telur masak,
suspensi kuning telur mentah, dan suspensi kuning telur mentah + tepung pelet.
Namun, keempat jenis pakan tersebut dimanfaatkan secara efisien oleh larva ikan
mas (Mantau et. al., 2004).
2.1.3 Kelulushidupan Ikan Mas
Secara umum kelulushidupan ikan mas
yaitu tingkat kesuksesan dalam melewati beberapa fase sampai melewati fase
kritis yang menyebabkan terjadinya kematian yang sangat tinggi pada ikan mas.
Hal ini diperkuat oleh Widiastuti (2009), padat penebaran merupakan faktor yang sangat penting untuk
menentukan keberhasilan suatu kegiatan budidaya. Padat penebaran dalam suatu
kegiatan budidaya sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ukuran
benih, jenis ikan, sistem budidaya yang dilakukan, namun biasanya semakin
rendah kepadatan ikan dalam kolam budidaya maka akan mempengaruhi pertumbuhan
ikan begitu pula sebaliknya. Pada padat penebaran yang tinggi akan menghasilkan
produksi yang tinggi tetapi berat individu kecil tetapi sebaliknya apabila
padat penebaran rendah akan menghasilkan produksi yang rendah dengan berat
individu besar. Jika kepadatan populasi tinggi maka pertumbuhannya cenderung
kurang pesat. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan percobaan dengan padat penebaran ikan mas 8
ekor, 16 ekor, 24 ekor dan 32 ekor dalam tangki dengan volume 262,5 liter air
selama 30 hari pemeliharaan. Hasil yang diperoleh ternyata kepadatan 8 ekor dan
16 ekor yang menunjukkan pertumbuhan terbaik. Oleh karena itu perlu suatu
kajian yang lebih mendalam tentang jumlah ikan mas yang harus ditebar dalam
setiap satu m2 agar pertumbuhannya baik dan menjamin kelangsungan
hidupnya. Hal ini sangat perlu dilakukan di Sulawesi Tengah karena selama ini
pembudidaya ikan mas masih terkendala dengan cara budidaya yang hanya berdasarkan
pengalaman dan masih bersifat tradisional yang mengarah ke semi intensif serta
pengetahuan tentang teknologi budidaya yang masih terbatas.
Dampak dari
pergeseran teknologi budidaya dari sistem tradisional ke sistem intensif,
apabila tidak memenuhi kaidah cara berbudidaya ikan yang baik (CBIB) di
antaranya dapat menurunkan kualitas lahan budidaya. Kondisi ini dapat terjadi
di perairan umum maupun di lahan darat. Sesuai dengan sifatnya, sumberdaya alam
akan mengalami penurunan daya guna apabila pengaruh lingkungan yang ditimbulkan
oleh aktivitas manusia dan industri terlalu berat. Penurunan daya guna ini
berupa penurunan kualitas perairan yang bersifat fisik, kimia, maupun biologi
yang dampaknya terhadap penurunan produksi perikanan dari kegiatan budidaya
tersebut. Selain dampak terhadap penurunan kualitas perarian dan daya dukung
lingkungannya, dampak lain yang tidak kalah pentingnya adalah penurunan tingkat
imunitas ikan. Dengan menurunnya tingkat imunitas, ikan mudah terserang
penyakit dan akhirnya mengakibatkan kematian. Kondisi ini menjadi kendala dalam
meningkatkan produksi dari sektor perikanan budidaya (Saputra et. al., 2010).
2.2
Tanaman Air
2.2.1
Klasifikasi dan Morfologi Eceng Gondok
Secara umum
Morfologi eceng gondok yaitu sebagai tanaman air yang membantu dalam proses
penyerapan bahan – bahan limbah dan bahan organik yang bersifat logam berat.
Selain itu, juga bermanfaat dalam hal hiasan dari kolam, danau, atau suatu
kolam. Hal ini diperkuat oleh Hal ini diperkuat oleh Haryanti (2006), Perkembangan eceng gondok umumnya dengan secara vegetatif yaitu menggunakan stolon. Kondisi optimum
bagi perbanyakannya me?merlukan waktu antara 11-18 hari.
Kecepatan pertumbuhan eceng gondok di
Bogor mencapai 3,69% berat basah.
Menurut
Rudiyanto (2004), Klasifikasi Eceng gondok adalah sebagai berikut :
Gambar 2. Google
image.com
Menurut Pasaribu (2006), Eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart.)
Solm.) merupakan tanaman gulma
di wilayah perairan yang hidup terapung pada air yang dalam atau mengembangkan perakaran di dalam
lumpur pada air yang dangkal. Eceng gondok
berkembangbiak dengan sangat cepat, baik secara vegetatif maupun generatif. Perkembangbiakan dengan
cara vegetatif dapat melipat ganda dua kali dalam waktu 7-10 hari.Perkembangbiakannya yang demikian
cepat menyebabkan
tanaman eceng gondok telah
berubah menjadi tanaman gulma di beberapa wilayah perairan di Indonesia. Di kawasan perairan danau,
eceng gondok tumbuh pada bibir-bibir pantai
sampai sejauh 5-20 meter. Perkembangbiakan ini juga dipicu oleh
peningkatan kesuburan di
wilayah perairan danau (eutrofikasi), sebagai akibat dari erosi dan sedimentasi lahan, berbagai aktivitas
masyarakat (mandi, cuci, kakus/MCK), budidaya
perikanan (keramba jarring apung), limbah transportasi air, dan limbah
pertanian
2.2.2 Klasifikasi dan Morfologi hydrilla
Secara
umum Morfologi hydrilla adalah tumbuhan air yang asli dan hidup di perairan
hangat hingga dingin dari Asia, Eropa, Afrika dan Australia. Memiliki rimpang
putih kekuningan tumbuh di sedimen di bawah air sampai dengan kedalaman 2 m.
Batang tumbuh 1-2 m panjang. Selain itu hydrilla adalah tanaman air yang
produktif. Hal ini diperkuat dengan pendapat dari Tanor, N (2004), Hydrilla verticillata adalah tumbuhan
air yang merupakan bagian ekosistem danau dan berperan sebagai sumber daya baik
langsung maupun tidak langsung. Jenis tumbuhan air ini menduduki rangking ke
empat di perairan Indonesia berdasarkan bahaya yang disebabkannya. Sebagai
tumbuhan air H. verticillata mengandung
beberapa unsur hara penting, sehingga dapat dijadikan sebagai sumber pupuk
organik yang berguna untuk kegiatan pertanian.
Gambar 3. Goolge image.com
Menurut
Indriani (2001), Klasifikasi H. Verticillata adalah :
Filum : Spermatophyta
Subfilum : Angiospermae
Kelas : Monokotiledon
Famili : Hydrocharitaceae
Genus : Hydrilla
Spesies : Hydrilla verticillata (L.f) Royle
Menurut Sumardi
(2009), Eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart.) Solms.)
merupakan tanaman gulma di wilayah perairan yang
berkembangbiak dengan sangat cepat. Di balik dampak negatifnya yang
merusak wilayah perairan, ecenggondok merupakan bahan yang sangat potensial
untuk digunakan sebagai pupuk organik. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk membandingkan
kecepatan pembentukan dan kualitas kompos eceng gondok yang dibuat dengan penambahan bioaktivator SD dan DS dalam
bioreaktor mini yang disimpan di rumah kawat
dan laboratorium. Kualitas kompos yang dihasilkan kemudian diuji dengan
mengamati pertumbuhan cabai merah
(Capsicum annuum L.).
2.2.3.
Klasifikasi dan Morfologi Kayu Apu
Secara
umum Kayu apu adalah tanaman air yang biasa dijumpai mengapung di perairan
tenang atau kolam. Kayu apu terkenal sebagai tumbuhan pelindung akuarium.
Tumbuhan ini adalah satu – satunya anggota marga Pistia. Orang juga mengenalnya
sebagai apu – apu atau kapu – kapu. Hal ini diperkuat dengan pendapat Safitri
(2009), Klasifikasi Kayu Apu adalah
Kerajaan
|
: Plantae (tumbuhan)
|
Subkerajaan
|
: Tracheobionta
|
Superdivisi
|
: Spermatophyta
|
Divisi
|
: Magnoliophyta
|
Kelas
|
: Liliopsida
|
Sub-kelas
|
: Arecidae
|
Ordo
|
: Arales
|
Famili
|
: Araceae
|
Genus
|
: Pistia
|
Spesies
|
: Pistia stratiotes L
|
Gambar 4. Google image.com
Nama lokal tumbuhan ini
adalah kayu apu. Bentuknya mirip dengan sayuran kol atau kubis yang berukuran
kecil. Banyak tumbuh di daerah tropis, terapung pada genangan air yang tenang
dan mengalir dengan lambat. Kayu apu mempunyai banyak akar tambahan yang penuh
dengan bulu-bulu akar yang halus, panjang dan lebat. Bentuk dan ukuran daunnya
sangat bervariasi, dapat menyerupai sendok, lidah atau rompong dengan ujung
daun yang melebar. Warna daunnya hijau muda makin ke pangkal makin putih.
Susunan daun terpusat berbentuk roset. Batangnya sangat pendek, bahkan
terkadang tidak tampak sama sekali. Buah buninya bila telah masak pecah sendiri
serta berbiji banyak. Selain dengan biji, kayu apu berkembang biak dengan
selantar atau stolonnya
(Safitri,2009).
2.3 Kualitas
Air
2.3.1
Suhu
Secara umum suhu pada perairan, suhu
di ekosistem perairan tawar mudah berubah. Perubahan suhu baik musiman dan
harian terjadi pada bagian permukaan dari perairan, sementara bagian dalam
biasanya akan lebih konstan. Suhu rata-rata perairan bisa mengalami kenaikan
disebabkan oleh aktivitas manusia, seperti pemukiman, industri dan area
pertanian. Suhu secara fisika dinyatakan dalam satuan 0C. Metode
pengukuran dilakukan dengan menggunakan termometer atau termistor. Termistor
merupakan alat pengukur suhu berbasis elektronik. Hal ini diperkuat dengan
pernyataan Affan (2012), suhu berperan penting bagi kehidupan dan
perkembangan biota laut, peningkatan
suhu dapat menurun kadar oksigen terlarut sehingga mempengaruhi metabolisme seperti laju pernafasan
dan konsumsi oksigen serta meningkatnya konsentrasi
karbon dioksida. Suhu perairan hasil penelitian ini berkisar 29,26 – 29,38 oC.
Menurut
Apridayanti (2008), suhu berpengaruh terhadap proses metabolisme sel organisme
air. Peningkatan suhu akan menyebabkan peningkatan kecepatan proses metabolisme
sel dan respirasi organism air, dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan
dekomposisi bahan organik mikroba. Kisaran suhu yang optimum bagi pertumbuhan
fitoplankton adalah suhu antara 20 – 30 °C.
2.3.2 pH
Secara umum ph pada perairan adalah
kondisi asam atau basa pada perairan ditentukan berdasarkan nilai pH. Nilai pH
antara 0-14, yang mana pH 7 merupakan pH normal. Kondisi pH kurang dari 7
menunjukkan air bersifat asam, sedangkan ph di atas 7 menunjukkan kondisi air
bersifat basa. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Affan (2012), derajat keasaman (pH) sangat
berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan kelangsungan
hidup ikan. Nilai pH air laut berkisar 7,5 – 8,4 dan semakin rendah ke wilayah pantai karena pengaruh air
tawar.
Menurut Apridayanti (2008), sebagian besar biota akuatik sensitif
terhadap perubahan pH dan menyukai
nilai pH sekitar 7–8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses
nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah. Selain
itu toksisitas logam-logam memperlihatkan peningkatan pada pH rendah. Derajat keasaman (pH) dipengaruhi oleh
konsentrasi karbondioksida serta ion–ion
bersifat asam atau basa. Fitoplankton dan tanaman air akan mengambil karbondioksida selama proses fotosintesis
berlangsung, sehingga mengakibatkan pH perairan menjadi meningkat pada
siang hari dan menurun pada malam hari.
2.3.3 DO
Secara umum oksigen
terlarut adalah salah satu gas yang
terlarut dalam perairan. Sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi
oksigen yang terdapat di atmosfer dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air
dan fitoplankton. Difusi oksigen dari atmosfer ke dalam air dapat terjadi
secara langsung pada kondisi air diam atau terjadi karena agitasi atau
pergolakan massa air akibat adanya gelombang atau ombak dan air terjun. Hal ini
diperkuat oleh Affan (2012), oksigen
terlarut merupakan parameter yang paling kritis di dalam budidaya ikan. Kelarutan oksigen didalam air
dipengaruhi suhu, salinitas dan tekanan udara.
Peningkatan suhu, salinitas dan tekanan menyebabkan penurunan oksigen, begitu juga sebaliknya. untuk bertahan hidup ikan memerlukan kadar oksigen 1 mg/l,
namun untuk dapat tumbuh dan berkembang minimal
3 mg/l.
Menurut Apridayanti (2008), oksigen merupakan parameter yang
penting di suatu perairan. Oksigen terlarut
penting bagi organisme perairan yang bersifat aerobik, disamping menentukan kecepatan metabolisme dan
respirasi dari keseluruhan ekosistem perairan,
juga sangat penting bagi kelangsungan hidup dan pertumbuhan biota air. Keberadaan oksigen di perairan
ditentukan oleh kemelimpahan fitoplankton. Hal ini erat kaitannya
dengan kandungan klorofil pada fitoplankton yang menghasilkan oksigen pada proses fotosintesis. Kandungan oksigen terlarut di perairan
selama penelitian berkisar antara 6,086-12,854 mg/L. Kandungan oksigen
terlarut di Waduk
Lahor tergolong tinggi mungkin
karena kelimpahan fitoplanktonnya
juga tinggi.
2.3.4 Amonia
Secara umum ammonia pada
suatu perairan berasal dari urin dan feses yang dihasilkan oleh ikan. Kandungan
ammonia ada dalam jumlah yang relatif kecil jika dalam perairan kandungan
oksigen terlarut tinggi. Sehingga kandungan ammonia dalam perairan bertambah
seiring dengan bertambahnya kedalaman. Pada dasar perairan kemungkinan terdapat
ammonia dalam jumlah yang lebih banyak dibanding perairan di bagian atasnya
karena oksigen terlarut pada bagian dasar relatif lebih kecil. Konsentrasi
ammonia yang tinggi pada permukaan air akan menyebabkan kematian ikan yang
terdapat pada perairan tersebut. Hal ini diperkuat oleh pendapat Djenar (2008),
air limbah berasal dari sisa – sisa pengolahan limbah cair yang mengandung
amoniak dan urea yang dibuang ke badan air sehingga terjadi penurunan kualitas
air. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan dan bahaya bagi semua
makhluk hidup yang bergantung pada sumberdaya air tersebut contohnya amoniak
yang terkandung dalam limbah cair pada konsentrasi 1 – 3 ppm dapat meracuni
ikan dan makhluk air yang lain. Jika kandungan ammonia yang dibuang ke perairan
lebih tinggi daripada baku mutu air golongan B, maka air yang mengandung
ammonia tersebut dapat dikategorikan sebagai limbah ammonia. Pada suhu dan
tekanan normal ammonia di perairan alami berada dalam bentuk gas dan membentuk
kesetimbangan dengan ion ammonium.
Menurut Syamsuddin
(2008), konsentrasi ammonia tertinggi (0,26 ppm) terjadi pada lokasi restoran
terapung dan tempat penambatan perahu dan pemukiman penduduk. Hal ini
disebabkan menumpuknya limbah yang mengandung protein dan urea yang berasal
dari restoran dan pemukiman penduduk. Konsentrasi amoniak pada perairan sekitar
areal pertambakan di Desa Bojo (Teluk Labuange) berkisar 0,16-0,19 ppm. Gas ammonia
di lokasi terutama berasal dari sisa – sisa pakan udang di tambak – tambak yang
mengalami dekomposisi dan keluar ke perairan di sekitarnya pada saat
penggantian air dan pengeringan tambak menjelang dan sesudah panen.
3. MATERI DAN METODE PENELITIAN
3.1 Materi Penelitian
3.1.1 Alat dan Fungsi
Alat – alat yang dibutuhkan dalam praktikum
Manajemen Kualitas Air Budidaya Ikan tentang Pengaruh Tanaman Air yang berbeda
terhadap Penurunan Kadar Ammonia, Pertumbuhan dan Kelulusan Hidup Benih Ikan
Mas (Cyprinus carpio), yaitu :
·
Blower :
Sebagai suply oksigen
·
Akuarium :
Sebagai tempat hidup ikan
·
Timbangan digital : Untuk
menimbang berat ikan dan pakan
dengan ketelitian 10-2 gram
·
DO meter :
Untung mengukur nilai DO dalam air
·
pH meter :
Untuk mengukur pH dan suhu perairan
·
Spektofotometer : Untuk
mengetahui nilai ammonia
·
Gelas ukur : Untuk tempat
larutan mengukur ammonia
·
Erlenmeyer : Untuk tempat
larutan mengukur ammonia
. Pipet Tetes : Untuk mengambil larutan nessler
. Corong : Untuk
membantu memasukan larutan nessler
. Beaker Glass : Untuk mengukur volume
air sampel
3.1.2 Bahan dan Fungsi :
Bahan – bahan yang dibutuhkan dalam praktikum
Manajemen Kualitas Air Budidaya Ikan tentang Pengaruh Tanaman Air yang berbeda
terhadap Penurunan Kadar Ammoniak, Pertumbuhan dan Kelulusan Hidup Benih ikan
Mas (Cyprinus carpio), yaitu :
· Benih
ikan mas (Cyprinus carpio) : Sebagai objek pengamatan
Ukuran 1-3 cm
·
Hydrilla (Hydrilla
verticillata) :
Sebagai media tanaman pembanding
· Kayu apu (Salvinia molesta) : Sebagai media tanaman
pembanding
· Eceng gondok (Eichhornia crassipes):
Sebagai media tanaman pembanding
· Air :
Sebagai media hidup ikan
· Pakan ikan PF. 500 : Sebagai sumber
energi pada ikan
· Larutan nessler :
Sebagai larutan pengikat ammonia
· Kertas saring :
Sebagai penyaring air
· Aquades :
Untuk larutan pengencer
. Tissue :
Untuk membersihkan alat-alat yang
sudah digunakan
3.2
Metode Penelitian
Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah
metode eksperimen. Menurut Natzir (1998), penelitian eksperimental adalah
penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi tehadap objek penelitian
serta adanya kontrol. Tujuan penelitian ekperimental adalah untuk menyelidiki
kemungkinan saling hubungan sebab-akibat dengan cara mengenakan kepada satu
atau lebih kelompok eksperimental satu atau lebih kondisi perlakuan dan membandingkan hasilnya dengan satu atau lebih kelompok
kontrol yang tidak dikenal kondisi perlakuan (Tirtalina, 2011).
3.3 Rancangan
Penelitian
Dalam
percobaan yang digunakan dalam praktikum adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)
yaitu rancangan yang digunakan untuk percobaan yang mempunyai media atau tempat
percobaan yang seragam atau homogen, sehingga banyak digunakan untuk percobaan
di laboratorium. Menurut Ghoni
(2005), pada RAL ini, data hasil percobaan Y dinyatakan dalam model matematik.
Y=
Keterangan:
Y = nilai pengamatan
T = pengaruh perlakuan
Rancangan
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL), dengan masing- masing perlakuan adalah sebagai berikut:
A = Perlakuan dengan pemberi Hidrilla 50 %
B = Perlakuan dengan pemberian Enceng Gondok 50
%
C = Perlakuan dengan pemberian Kayu Apu 50 %
K = Kontrol, tanpa menggunakan Tanaman Air
A3
|
B1
|
K1
|
K3
|
C1
|
B2
|
A2
|
A1
|
C3
|
C2
|
K2
|
B3
|
Keterangan :
A, B, dan C =
Perlakuan
1, 2, dan 3 =
Ulangan
K =
Kontrol
3.4 Prosedur
Penelitian
a. Persiapan Penelitian
Dalam praktikum Manajemen Kualitas Air
Budidaya Ikan
yang dilakukan adalah disiapkan wadah dan peralatan 1 hari sebelum dilaksanakan
praktikum yang terdiri dari akuarium
percobaan ukuran 60x30x30 cm sebanyak 12 akuarium, lalu dibersihkan agar terkondisikan steril dari penyakit. Kemudian
disiapkan kayu apu, eceng gondok, dan hydrilla dengan jumlah yang telah
ditentukan yaitu 50% dari berat keseluruhan sebagai perbandingan mana
yang efektif dari kesekian banyak jumlah kayu apu,
eceng gondok, hydrilla tersebut, lalu disiapkan biota percobaan yaitu benih ikan mas (Cyprinus carpio) dengan jumlah dan
ukuran yang telah ditentukan yaitu 30 ekor benih ikan pada tiap akuarium dengan
ukuran masing-masing antara 1-3 cm dan beserta pakan
peletnya. Dan yang terakhir disiapkan perlengkapan yang akan digunakan untuk
praktikum.
b. Pelaksanaan Penelitian
Pada praktikum Manajemen
Kualitas Air Budidaya Ikan tentang penebaran ikan,
langkah pertama yang harus dilakukan adalah disiapkan alat dan bahan. Setelah itu disiapkan
akuarium yang akan ditebar. Sebelum praktikum dilaksanakan,ikan mas (Cyprinus carpio) diadaptasikan (diaklimatisasi)
terhadap kondisi lingkungan yang baru dengan cara dipelihara pada akuarium. hal ini diharapkan agar
ikan mas (Cyprinus carpio) tidak
stress saat dimasukkan akuarium pengamatan dan meminimalisir kematian. Lalu
disiapkan biota percobaan yaitu benih ikan mas (Cyprinus carpio) dengan jumlah dan ukuran yang telah ditentukan
yaitu 30 ekor benih ikan pada tiap akuarium dengan ukuran masing-masing 1-3 cm
dan beserta pakan peletnya. Dan yang terakhir disiapkan perlengkapan yang akan
digunakan untuk praktikum.
Pada pengukuran
kualitas air harian, yang akan diukur adalah ph, suhu, dan DO. Pengukuran
dilakukan pada pagi hari antara pukul 07.00 – 07.30 WIB dan pengukuran pada
sore hari antara pukul 15.00 – 15.30 WIB. Pengukuran ph dilakukan dengan
menggunakan pH meter, pada DO dilakukan dengan menggunakan DO meter, dan pada
suhu dapat dilakukan pengukuran dengan menggunakan pH meter atau menggunakan DO
meter. Setelah dilakukan pengukuran, dicatat pada tabel data hasil pengamatan.
Pada pengamatan kualitas air mingguan, yang diukur adalah kadar ammoniak dalam
akuarium.
Pada
pemberian pakan dilakukan perhitungan berat ikan terlebih dahulu dan didapatkan
rata – rata dari sampel 5 ekor ikan mas. Setelah itu, dilakukan penimbangan
berat pakan yang dibutuhkan selama 1 minggu pertama. setelah didapatkan berat
pakan 1 minggu pertama, dilakukan pembagian pakan selama 7 hari. Kemudian pakan
di berikan pada ikan mas di akuarium mulai pagi pukul 07.00 WIB. Sedangkan pada
siang hari dan sore hari diberikan pada pukul 12.00 WIB dan 15.00 WIB.
Pemberian pakan tidak langsung diberikan semuanya, tetapi diberikan secara
sedikit demi sedikit sampai ikan tersebut dapat menghabiskan pakan yang telah
ditimbang.
3.5 Parameter Uji
3.5.1 Parameter utama
A. Amonia
Untuk pengukuran amonia yang dilakukan tiap seminggu
sekali. Pertama-tama yang dilakukan adalah diambil air sample kemudian
dimasukkan ke dalam beaker glass 250 ml, diambil kertas
saring untuk penyaringan pada air sample dan dimasukkan ke dalam gelas ukur
sebanyak 15 ml tujuan dilakukannya penyaringan adalah untuk memisahkan air
sample dengan kotoran atau padatan lainnya. Kemudian dipindahkan ke beaker
glass lalu ditetesi nesler sebanyak 15 ml dan dihomogenkan hingga terdapat
endapan. Setelah itu diambil air yang bening kemudian diukur dengan menggunakan
spektrofotometer. Pada penggunaan alat spektrofotometer pertama-tama hubungkan
stopkontak ke aliran listrik kemudian ditekan power dan ditekan method. Lalu
ditekan nomor program (380) dan ditunggu dicocokin panjang gelombang (425 nm)
lalu ditekan rezero hingga muncul (0,00) dan dimasukkan aquades dalam
cuvet ditekkan zero lalu dimasukkan air
sampel dalam 10 ml ditekan enter. Kemudian didapatkan hasil. Hal ini diperkuat oleh pendapat Djenar (2008), air
limbah berasal dari sisa – sisa pengolahan limbah cair yang mengandung amoniak
dan urea yang dibuang ke badan air sehingga terjadi penurunan kualitas air.
Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan dan bahaya bagi semua makhluk
hidup yang bergantung pada sumberdaya air tersebut contohnya amoniak yang
terkandung dalam limbah cair pada konsentrasi 1 – 3 ppm dapat meracuni ikan dan
makhluk air yang lain. Jika kandungan ammonia yang dibuang ke perairan lebih
tinggi daripada baku mutu air golongan B, maka air yang mengandung ammonia
tersebut dapat dikategorikan sebagai limbah ammonia. Pada suhu dan tekanan
normal ammonia di perairan alami berada dalam bentuk gas dan membentuk
kesetimbangan dengan ion ammonium
Untuk
pemberian pakan disini pertama-tama yang harus dilakukan adalah diambil 5 ikan
untuk rata-rata ikan yang ditebar. Kemudian setelah mendapatkan hasil rata-rata
tersebut dikalikan 5% , setelah mendapatkan hasil kemudian hasil tersebut
dikalikan 30 karena jumlah ikan yang ditebar adalah sebanyak 30 ekor. Setelah
mendapatkan hasilnya dikalikan 7 , karena pakan diberi selama 7 hari. Hasil
tersebut merupakan pemberian pakan untuk ikan selama 1 hari setiap hari selama
seminggu.
B. SR (Survival rate)
Selanjutnya dihitung jumlah ikan yang mati
dan dimasukkan data dalam form, kemudian dihitung jumlah akhir ikan dan dicatat
sebagai
ikan dipanen, kemudian
dihitung tingkat kelulus hidupan (SR) dengan rumus
SR
=
x 100%, setelah itu dicatat hasil perhitungan
dalam tabel.
Menurut
Kadarini (2010), sampling pertama dilakukan pada awal percobaan dan selanjutnya
setiap 10 hari sekali sampai 50 hari pemeliharaan. Parameter yang diamati dalam
penelitian ini adalah Sintasan yaitu :
Keterangan :
SR = Sintasan (%)
Nt = Jumlah benih pada akhir
penelitian (ekor)
N0 = Jumlah
benih pada awal penelitian (ekor)
C.
RGR
RGR
adalah nilai perubahan berat per satuan waktu dan relatif terhadap berat. Rumus
dari RGR adalah RGR =
Menurut Astuti et.al. (2004), Perubahan berat merupakan suatu hal
yang di samping juga pertambahan
tinggi, banyak digunakan
orang dalam mempelajari pertumbuhan tanaman. Menggunakan berat tanaman, pertumbuhan tanaman disimak
lewat besaran laju pertumbuhan nisbi (RGR), yaitu nilai yang menggambarkan
perubahan berat (dW) per satuan waktu (dt), relatif terhadap berat (W) yang ada:
D.
SGR
SGR (specifik grow rate), adalah
nilai pertumbuhan ikan dalam waktu (hari), untuk SGR ditekankan pada waktu,
sesuai yang kita inginkan. Laju pertumbuhan ini dapat dihitung mengunakan rumus
:
Perlakuan perbedaan kepadatan
memberikan pengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan spesifik ikan. Setelah di
ketahui bahwa perlakuan padat penebaran berpengaruh nyata, kemudian dilanjutkan
dengan uji wilayah ganda ducan yang bertujuan mengetahui perbedaan antara
perlakuan yang diujicobakan (Kadarini, et al., 2010).
3.5.2 Parameter
penunjang
A. Suhu
Pada praktikum Manajemen
Kualitas Air tentang pengamatan suhu , langkah pertama yang harus dilakukan
adalah disiapkan alat dan bahan. Kemudian pen DO meter dicelupkan dalam
aquarium, selanjutnya ditekan tombol ON/ OFF pada DO meter.lalu tentukan satuan
suhunya menggunakan Celcius Selanjutnya ditunggu hingga angka yang terletak
dibawah angka DO muncul pada layar DO meter stabil. Dan dicatat hasilnya.
Menurut pernyataan Affan (2012), suhu berperan penting bagi kehidupan dan perkembangan biota
laut, peningkatan suhu
dapat menurun kadar oksigen terlarut sehingga mempengaruhi metabolisme seperti laju pernafasan
dan konsumsi oksigen serta meningkatnya konsentrasi
karbon dioksida. Suhu perairan hasil penelitian ini berkisar 29,26 – 29,38 oC.
B. pH
Pada praktikum Manajemen
Kualitas Air tentang pengamatan pH, langkah pertama yang harus dilakukan adalah
disiapkan alat dan bahan. Kemudian pH meter dicelupkan kedalam aquarium,
selanjutnya ditekan tombol ON/ OFF pada pH meter. Selanjutnya ditunggu hingga angka yang muncul
pada layar Ph meter stabil dan dicatat
hasilnya. Kemudian pH meter dimatikan saat dalam aquarium.
Menurut
Apridayanti (2008), sebagian
besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7–8,5. Nilai
pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi
perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah. Selain itu toksisitas logam-logam
memperlihatkan peningkatan pada pH rendah. Derajat
keasaman (pH) dipengaruhi oleh konsentrasi karbondioksida serta ion–ion bersifat asam atau basa.
Fitoplankton dan tanaman air akan mengambil karbondioksida selama proses fotosintesis berlangsung,
sehingga mengakibatkan pH perairan menjadi meningkat pada
siang hari dan menurun pada malam hari.
C. DO (Oksigen Terlarut)
Pada praktikum Manajemen
Kualitas Air tentang pengamatan DO ( Oksigen Terlarut), langkah pertama yang
harus dilakukan adalah disiapkan alat dan bahan. Kemudian pen DO meter
dicelupkan dalam aquarium, selanjutnya ditekan tombol ON/ OFF pada DO meter.
Selanjutnya ditunggu hingga angka yang muncul pada layar DO meter stabil. Dan
dicatat hasilnya. Menurut Affan (2012),
oksigen terlarut
merupakan parameter yang paling kritis di dalam budidaya ikan. Kelarutan oksigen didalam air
dipengaruhi suhu, salinitas dan tekanan udara.
Peningkatan suhu, salinitas dan tekanan menyebabkan penurunan oksigen, begitu juga sebaliknya. untuk bertahan hidup ikan memerlukan kadar oksigen 1 mg/l,
namun untuk dapat tumbuh dan berkembang minimal
3 mg/l.
D. FCR (feed covention rate)
Selanjutnya dihitung total pakan yang digunakan dengan cara
mengurangkan jumlah pakan dengan sisa pakan selama masa pemeliharaan, kemudian
dicatat sebagai
pakan.
Setelah itu ditimbang total berat akhir ikan dengan timbangan analitik. Pertama
ditekan tombol ON/OFF untuk menyalakan timbangan, selanjutnya diletakkan kotak
plastik berisi air, selanjutnya ditekan ZERO agar timbangan netral, kemudian
dimasukkan ikan dan ditunggu hingga skala timbangan stabil, kemudian dicatat
berat seluruh ikan sebagai
berat. Selanjutnya dihitung konfersi pakan (FCR) dengan rumus
FCR =
dan dimasukkan data dalam form.
Menurut Yuniarti (2008),
untuk mengetahui efisiensi terhadap pakan yang diberikan selama kegiatan, maka
dilakukan penghitungan (FCR) Feed Convention Rate pada akhir pemeliharaan. FCR
yang paling bagus adalah pada perlakuan F yaitu benih hasil pemijahan antara
induk jantan dan betina Chitralada adalah sebesar 1,97 sedangkan paling tinggi
pada perlakuan E yaitu sebesar 3,04.
3.6 Analisa Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisa secara
statistik dengan menggunakan analisa keragaman (ANOVA) sesuai dengan rancangan
yang digunakan yaitu rancangan acak lengkap (RAL). Apabila dari data sidik
ragam diketahui bahwa perlakuan menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (significant) atau berbeda sangat nyata (highly significant), maka untuk
membandingkan nilai antar perlakuan dilanjutkan dengan uji BNT (beda nyata
terkecil) dan regresi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Survival Rate (SR)
Dalam praktikum Manajemen Kualitas Air tentang Survival Rate
(kelulus hidupan) diperoleh data dari hasil pengamatan yaitu pada perlakuan
control, pemberian tanaman hydrilla 50%, Eceng Gondok ((Eichhornia
crassipes ) 50% dan Kayu Apu (Pistia stratiotes, L) (50%). Nilai SR ini
diperoleh dengan rumus :
SR
Dari hasil pengamatan
tersebut nilai SR pada masing – masing perlakuan berbeda . untuk kontro SR dari
minngu 1 sekitar 63% sedangkan untuk minngu ke 2 adalah sekitar 50%. Untuk
perlakuan diberi tanaman Hydrilla sebanyak 50% rata – rata pada minngu 1 adalah
memiliki nilai SR sebeasar 80%, untuk minnngu ke 2 skitar 70%. Untuk perlakuan
ke2 diberi tanaman Enceng Gondok sebesar 50% di dapatkan nilai SR minggu 1
relatif kecil yaitu sekitar 40% sdangkan minnngu ke 2 adalah sekitar 30%.
Untuk perlakuan yang di beri tanaman Kayu Apu sebesar (Pistia stratiotes, L)
50% pada minggu 1 niali SR sekitar 50% sedangkan
minnngu ke 2 skitar 40%. Nilai tersebut berbeda – beda karena terdapat faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal di antaranya seperti umur, daya
tahan tubuh ikan, gen, dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal berasal dari
lingkungan di mana spesies itu berada yaitu seperti adanya virus, bakteri yang
menyebabkan kematian pada ikan tersebut, suhu, pH, DO, dan lain-lain. Data
tersebut dapat dilihat pada grafik sebagai berikut :
Dari hasil pngamatan
tersebut untuk nilai SR, kelangsungan hidup yang tinngi dengan di bandingkan
dengan control adalah diberi tanaman hydrilla sebesar 50% hal ini di karenakan
di dalam tanaman hydrilla terdapt unsure hara yang baik untuk makanan ikan. Menurut Tungka dan Rondo (1991) dalam louman (2011) persentase kandungan gizi
dari Hydrilla verticillata adalah : 1,74 % protein; 0,54 %
lemak; 1,82 % serat kasar; 1,51 % abu; 3,97 % karbohidrat; dan 90,42 % air.
Tanaman Hydrilla verticillata dapat menurunkan kadar logam Cr
dalam limbah penyamakan kulit hingga 95,85 % dengan waktu penyerapan 8
hari.Penyerapan Cu dengan tanaman air jenis Hydrilla verticillata cenderung
meningkat sampai hari ke-15. Pada penelitian yang telah dilakukan juga terlihat
bahwa tanaman air jenis Hydrilla verticillata ini masih tetap
berwarna hijau segar hingga pengamatan pada hari ke-15, berbeda dengan daun
tanaman air lainnya yang sudah mulai menguning dan agak layu. Jadi Hydrilla
verticillata juga berfungsi sangat baik untuk penyerapan Cu pada
suatu perairan yang tercemar limbah.
4.2
FCR
Dalam praktikum Manajemen
Kualitas Air tentang FCR (Food Ratio Rate) diperoleh data dari hasil pengamatan
yaitu pada perlakuan control, pemberian tanaman hydrilla 50%, Eceng Gondok(Eichhornia crassipes ) 50% dan Kayu Apu (Pistia stratiotes, L) (50%). Nilai FCR ini
diperoleh dengan rumus :
FCR =
Dengan hasil pada control dari ulangan 1 sampai ulangan ke 3di
dapatkan nilai FCR rata – rata intuk minggu 1 adalah 0.19 grm sedangkan pada
minggu 2 adalah mengalami minus rata – rata 0.1 gram. Sedangkan untuk perlakuan
diberi hydrilla sebesar 50% didapatkan FCR pada minngu 1 adalah sekitar 0.4
gram sedangkan pada minggu ke 2di dapatkan nilai rata – rata sekitar 0.3 grm.
Perlakuan pada pemberian Eceng Gondok (Eichhornia
crassipes ) 50 %di dapatkan nilai FCR pada minnngu 1 adalah sebesar 0.3 gram
sedangkan pada minngu 2 adalah sebsar -1.2 grm. Untuk perlakuan yang diberi
tanaman kayu apu (Pistia stratiotes,
L) sebesar 50% di dapatkan hasil FCR pada minngu
1 adalah sebesar 0.2 grm sedangkan pada minngu ke 3 adalah nilainya sebesar 0.2
grm. Dapat diketahui bahwa jumlah pakan yang diberikan untuk pembentukan 1 kg
daging ikan mas (Cyprinus carpio)
pada perlakuan A rata – rata sebesar 0,4 gr. Sedangkan pada perlakuan B jumlah
pakan yang diberikan untuk pembentukan 1 kg daging ikan sebesar –0,1 gr. Dan
pada perlakuan C jumlah pakan yang diberikan untuk pembentukan 1 kg daging ikan
sebesar 0,2 gr. Hal tersebut didukung oleh literatur menurut Mujianto (2009), FCR merupakan kepanjangan
dari Feed Convertion Ratio. Artinya berapa rasio pakan. Atau definisi yang
sangat mudah dipahami, FCR adalah berapa banyak pakan (kg) yang diberikan untuk
menghasilkan 1 kg daging ikan. Jika pakan yang diberikan 1 kg berarti FCR = 1.0
dan FCR =1.2 apabila kita membutuhkan pakan 1.2 kg untuk mengasilkan daging 1
kg ikan. Besar nilai FCR setiap akuarium berbeda- beda karena banyak faktor
yang mempengaruhinya diantaranya faktor internal dan eksternal. Contoh faktor
eksternal adalah nutrisi pakan, suhu, pH, DO,
amoniak dll. Sedangkan faktor internal diantaranya spesies, umur, nafsu makan,
jenis kelamin, gen, dll. Dari data terbbut di dapatkan grafik sebagai berikut :
Dari semua perlakuan
yang diberikan, ikan yang memiliki nilai FCR tertinggi adalah ikan
padaperlakuan diberi tanaman hydrilla 50
yaitu sebesar - 0.1 grm. Dalam kegiatan budidaya mengetahui nilai FCR adalah suatu
yang sangat penting. Tujuanya agar dapat memanajemen pengeluran dan dapat
megatur perputran uang dalam usaha, agar dalam usahanya dapat tetap berjalan
dan menguntungkan. Karena dalam usaha budidaya ikan 70% dari dana akan di
habiskan untuk keperluan pakan. Hal tersebut sesuai. Menurut Cholik (2005), penggunaan
pakan harus dilakukan secara benar. Artinya, pakan yang diberikan harus
digunakan semaksimal mungkin oleh ikan yang dipelihara untuk pertumbuhan.
Efisiensi penggunaan pakan dapat diukur dengan menghitung rasio konversi pakan
atau FCR. Upaya- upaya untuk memperbaiki FCR dapat dilakuakan melalui pemilihan
bahan pakan yang tepat.
4.3 Laju Pertumbuhan (GR/SGR)
Data bobot
rata-rata individu benih ikan mas (Cyprinus
carpio) selama praktikum dapat dilihat pada Tabel 1. dan Lampiran 1 dibawah
ini
Tabel
1. Data Laju Pertumbuhan pada benih Ikan Mas (Cyprinus carpio) minngu 1
Perlakuan
|
Ulangan
|
Total
|
Rata- Rata
|
||
1
|
2
|
3
|
|||
K
|
0.12
|
0.015
|
0.25
|
0.385
|
0.1283333
|
A
|
0.037
|
0.021
|
0.19
|
0.248
|
0.0826667
|
B
|
0.0035
|
0.12
|
0.24
|
0.3635
|
0.1211667
|
C
|
0.08
|
0.21
|
0.004
|
0.294
|
0.098
|
Total
|
|
|
|
1.2905
|
|
Tabel
2. Data Laju Pertumbuhan pada benih Ikan Mas (Cyprinus carpio) minngu 2
Perlakuan
|
Ulangan
|
Total
|
Rata- Rata
|
||
1
|
2
|
3
|
|||
K
|
0.19
|
0.028
|
0.78
|
0.998
|
0.332667
|
A
|
0.029
|
0.029
|
0.74
|
0.798
|
0.266
|
B
|
0.02
|
0.017
|
0.05
|
0.087
|
0.029
|
C
|
0.36
|
0.3
|
0.002
|
0.662
|
0.220667
|
Total
|
2.545
|
Keterangan :
K : Kontrol B : Eceng
Gondok (Eichhornia
crassipes )
50%
A : Hydrilla 50% C : Kayu apu(Pistia stratiotes, L)
50%
Data tersebut
selanjutnya dihitung dan dianalisis keragamannya (Tabel 2) minngu 1 untuk
menentukan pengaruh perlakuan.
Sumber Keragaman
|
db
|
JK
|
Kt
|
F hitung
|
F5%
|
F1%
|
Perlakuan
|
3
|
0.003983
|
0.001328
|
-0.03303ns
|
4.07
|
7.59
|
Acak
|
8
|
-0.32155
|
-0.04019
|
|||
Total
|
11
|
-0.31757
|
Keterangan ns: Tidak Berbeda Nyata
Data tersebut
selanjutnya dihitung dan dianalisis keragamannya (Tabel 2) minngu 2 untuk
menentukan pengaruh perlakuan.
Sumber Keragaman
|
db
|
JK
|
Kt
|
F hitung
|
F5%
|
F1%
|
Perlakuan
|
3
|
0.153122
|
0.051041
|
-0.45634ns
|
4.07
|
7.59
|
Acak
|
8
|
-0.89477
|
-0.11185
|
|||
Total
|
11
|
-0.74165
|
-0.06742
|
Ket ns: Tidak Berbeda
Nyata
Berdasarkan hasil
analisis ragam di atas dapat terlihat bahwa masing perlakuan yang diberi
perlakuan berupa pemberian tanaman air hydrilla 50% , Eceng gondok 50% dan Kayu
Apu (Pistia stratiotes) 505 tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap
laju pertumbuhan ikan mas. Meskipun berat tubuh ikan mas mengalami peningkatan,
namun laju pertumbuhannya tidak mengalami perubahan yang besar.
Berdasarkan
analisis ragam pada penjelasan sebelumnya, diketahui bahwa pemberian kayu apu (Pistia stratiotes, L)
dengan kepadatan yang berbeda tidak memiliki pengaruh
secara langsung terhadap laju pertumbuhan benih ikan mas. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada diagram 1 berikut ini,
Dari
hasil tersebut banyak factor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dari ikan
mas ( cyprinus carpio).menuerut Mudjiman (2008), jumlah energi yang digunakan untuk
pertumbuhan tergantung pada jenis ikan, umur, kondisi lingkungan, dan komposisi
makanan. Semua faktor tersebut akan berpengaruh dalam metabolisme dasar atau
metabolisme standar.
4.4 Kualitas Air
4.4..1 Amoniak
Dari data tersebut yang paling
berpengaruh terhadap penyerapan kadar amonik adalah pada perlakuan di beru
Enceng Gondok (Eichhornia crassipes ) sebanyak 50%. Karena di lihat dari
data pengamatan darai minngu pertma dan minngu kedua jumlah Amoniak yang
berkurang untuk minnngu ke dua adalah besar dari rata – rata 0.5 mg/l untuk
minggu pertama menjadi sekitar 0.2 mg/l. Menurut
Dhahiya (2010), anggota family Pontederiaceae memiliki daya serap tinggi terhadap
polutan. Karena itu, sejak lama eceng gondok dimanfaatkan untuk mengolah
limbah. Penelitian tentang pengolahan limbah pemotongan hewan ternak
menunjukkan eceng gondok mampu mengurangi kadar padatan terlarut pada limbah
hingga 23,92%. Kadar senyawa organik yang tidak terurai secara biologis turun
51,65%, amonia 58%, nitrat 32,07%, dan fosfor total 25,81%.
4.4.2 Suhu
Dari
hasil pengamatan selama 7 hari yang dilakukan selama tiga kali di dapatkan
bahwa suhu rata – rata tiap perlakuan di waktu pagi hari berbeda untuk
perlakuan control suhu rata- rata dari ulangan ke 1 sampai ke 3 adalah 24 0
C sdangkan sore hari adalah 25 0C. Sedangkan untuk perlakuan
diberi tanaman hydrilla sebanyak 50% rata – rata suhu perairan pada pagi hari
adalah sebesar 20 0C sedangkam pada sore hari adalah 220C.
Untuk ulangan pertama nilainya adalah tinggi akan tetapi pada ulangan ke 2
mengalami penurunan. Untuk perlakuan ke3 yang diberi eceng gondok (Eichhornia
crassipes ) 50% rata
– rata suhu pada pagi hari adalah 23 0C , sedangkan pada sore hari
adalah 25 0C. baik untuk ulangan 1 sampai ulangan ke 3. Untuk
perlakuan diberikan kayau apu (Pistia stratiotes, L)
sebanyak 50% untuk pagi hari ulangan 1 sampai ulang ke 3 mengalami rata – rata
niali suhu adalah menurun, hal ini disebabkan karena prlakuan tersebut
diletakkan pada tempat yang berbeda. Suhu pada kisaran 220C.
Sedangkan pada sore hari. Sedangkan pada sore hari adalah tiap – tipa ulangan
juga mengalami penurunan yaitu rata- rata nilai suhu adalah 220C.
Hal ini dapat dilihat pada grafik pngamatn suhu pada`data sebai berikut.
Dari hasil grafik tersebut
dapat kita simpulkan bahwa pada pagi hari dan siang hari berbeda, sebagian
besar pada masing – masing perlakun pada sore hari adalah mengalami kenaikan
suhu. Pada control suhu pada pagi hari rata – rata adalah 24 0C sedangkan pada
sore hari mengalami peningkatan menjadi 25 0c. Hal ini disebabkan pada control
perlakuanya tidak di beri tanman air. Selain itu juga factor dari lingkunag
luar juag ikut berpengaruh menurut Sutanmuda (2007) kualitas air untuk
pemeliharaan ikan mas harus bersih, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar
bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/ limbah pabrik dan nilai suhu yang baik
untuk ikan mas berkisar
antara 200 - 250C. Sehinga dari pernyataan tersebut maka
dapat dikatakan bahwa suhu yang ada pada perairan akuarium tersebut masih bisa
dikatakan cukup baik untuk hidup ikan mas. Hal ini diperkuat oleh pernyataan
Rozi (2011) bahwa Ikan mas dapat hidup pada kisaran suhu
140 – 380 C. Pada suhu dibawah 140 C dan
diatas 380C, kehidupan ikan mas mulai terganggu dan akan mati pada suhu 60C dan 420C.
4.4.3 Ph
Dari
hasil pengamatan selama 7 hari yang dilakukan selama tiga kali di dapatkan
bahwa pH rata – rata tiap perlakuan di waktu pagi hari dan sore hari tidak jauh
berbeda untuk perlakuan control pH rata- rata dari ulangan ke 1 sampai ke 3
adalah sekitar 8. Sedangkan untuk perlakuan diberi tanaman hydrilla sebanyak 50% rata – rata suhu perairan pada pagi hari
adalah sebesar 7 sedangkam pada sore hari adalah 6. Untuk ulangan pertama
nilainya adalah tinggi akan tetapi pada ulangan ke 2 mengalami penurunan. Untuk
perlakuan ke 3 sedangkan yang diberi eceng gondok (Eichhornia
crassipes ) 50% rata
– rata pH pada pagi hari adalah 8 , sedangkan pada sore hari adalah 7. baik
untuk ulangan 1 sampai ulangan ke 3. Untuk perlakuan diberikan kayau apu(Pistia stratiotes, L)
sebanyak 50% untuk pagi hari ulangan 1 sampai ulang ke 3 mengalami rata – rata
niali pH adalah menurun dari8 menjadi 7, hal ini disebabkan karena perlakuan
tersebut diletakkan pada tempat yang berbeda.Rata pH pada masing – masing perlakuan pada pagi hari
pada Ph normal 7. Sedangkan pada sore hari adalah tiap – tipa ulangan dan
perlakuan adalah 8. Hal ini dapat dilihat pada grafik pngamatn suhu pada`data
sebagaii berikut.
Nilai pH mempngaruhui
kandungan amoniak yang terlarut dalam perairan. Menurut Boyd, 1990 dalam Syawal et al., 2008 dengan
meningkatnya pH maka kadar amoniak juga meningkat. Dri nialai rata – rata pH pada
masing – masing perlakuan, adalah pH yang sesuai untuk dilakukannya pengamatan
pH tersebut berkisar antara 6 sampai mendekati 8. Menurut cahyono 2001Kualitas
air pada media untuk budi daya ikan mas seperti PH air yang harus berada pada
kisaran 7-8. Kelompok ikan mas ini tidak dapat mentolerir pH air dibawah 5 dan
diatas 10 .
4.4.4 DO( Dissolved Oxygen)
Dari hasil pengamatan
selama 7 hari yang dilakukan selama tiga kali di dapatkan bahwa nilai DO rata –
rata tiap perlakuan di waktu pagi hari dan sore hari tidak jauh berbeda untuk
control DO rata- rata dari ulangan ke 1 sampai ke 3 adalah mengalami penurunan
dari 11 ml/g sampai 6 ml/g. Sedangkan untuk perlakuan diberi tanaman hydrilla sebanyak 50% rata – rata
DO perairan pada pagi hari adalah
sebesar 5 mg/l sedangkam pada sore hari
adalah 3 mg/l. Untuk perlakuan ke 3 yang
diberi eceng gondok (Eichhornia crassipes ) 50% rata – rata DO pada pagi hari
adalah untul ulangan 1 adalah 6 mg/l sedangkan ulangan 2 adalah 11 mg/l begitu
juga pada sore hari. Untuk perlakuan diberikan kayau apu(Pistia
stratiotes, L) sebanyak 50%
untuk pagi hari ulangan 1 sampai ulang ke 3 mengalami rata – rata niali DO
adalah9 mg/ untuk pagi hari sedangkan untuk sore hari adalah mengalami
penurunan untuk ulangan ke 3 yaitu 4 mg/l.Rata DO pada masing – masing perlakuan pada pagi hari
adalah 9 mg/l. Sedangkan pada sore hari adalah tiap – tipa ulangan dan
perlakuan adalah 9 mg.l. Hal ini dapat dilihat pada grafik pngamatn suhu
pada`data sebagaii berikut.
Pada control dan perlakuan yang di beri ceng
gondok 50% oksigen terlarut adalah melbih ambang, niali yang diperoleh sangat
besae yaitu 14 mg/l -16mg/l. hal imi tidak sesuai dengan batas ambang untuk
kebutuhan oksigen ikan mas. Batas optimum untuk Do yang dibutuhkan ikan mas adalah
antara 6- 8 Menurut Admin, (2010), oksigen terlarut
diperlukan oleh hampir semua bentuk kehidupan akuatik untuk proses pembakaran
dalam tubuh. Ikan mas termasuk ikan air tawar yang mempunyai suhu optimum 20-280C
dan tumbuh baik pada kadar oksigen 6-7 ppm serta kisaran pH 6,6 – 9,0
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil praktikum Peranan
Tanaman Air Terhadap Penurunan Kandungan Ammonia,
Pertumbuhan, Dan Kelulushidupan Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio, L) dapat disimpulkan bahwa :
·
Dalam
praktikum manajemen kualitas air tentang peranan tanaman air terhadap penurunan
kadar ammonia Pertumbuhan Dan Kelulushidupan Benih
Ikan Mas (Cyprinus carpio, L),
digunakan tanaman air Eceng gondok
(Eichornia Crassipes), Kayu apung (Pistia
stratiotes L.), dan
Hidrilla (Hydrilla verticillata).
·
Parameter yang di
ukur adalah Suhu, pH, DO,dan Ammoniak.
·
Rancangan penelitian
yang digunakan adalah RAL (Rancangan Acak Lengkap), dengan masing-masing
perlakuan sebagai berikut:
K = Perlakuan tanpa tanaman air
A = Perlakuan dengan pemberian Kayu Apu 50%
B =
Perlakuan dengan pemberian Eceng gondok 50%
C = Perlakuan dengan pemberian Hydrila 50%
Dalam
perlakuan ini masing-masing perlakuan diberi ulangan sebanyak 3 kali.
5.2 Saran
Dapat melakukan penelitian pada ikan yang
lain terutama pada ikan yang memilki nilai ekonomis tinggi, karena penggunaan
Tanaman air, sangat mudah dan memiliki kemampuan dalam meningkatkan
kelulushidupan selama pemeliharaan karena dapat mengurangi kadar amoniak dalam
perairan.
DAFTAR PUSTAKA
Affan, J.M.
2012. Identifikasi Lokasi Untuk
Pengembangan Budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) Berdasarkan FaktorLingkungan
Dan Kualitas Air di Perairan Pantai Timur Bangka Tengah. Jurnal Mahasiswa
Budidaya Perairan. Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Apridayanti, E. 2008.
Evaluasi Pengelolaan Lingkungan Perairan
Waduk Lohor Kabupaten Malang Iawa Timur. Tesis. Semarang.
Astuti, A.F. 2004. Analisis PertumbuhanTiga Kultivar Kacang Tunggak. Jurnal Dosen
Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta. 11: 7-12
Djenar, N.S. dan H. Budiastuti. 2008. Absopsi Polutan Amoniak Di Dalam Air Tanah
Dengan Memanfaatkan Tanaman Enceng Gondok (Eichhornia
crassipes). Vol 15. nomor 2.
Spektrum Teknologi. Bandung.
Ghoni, A. 2005. Pengaruh
Pemberian Filtrat Lempuyang Wangi (Zingiber aromaticum) Dengan Dosis Yang
Berbeda Terhadap Pertumbuhan Bakteri Vibrio parahaemolyticus Secara In Vitro. Skripsi.
Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan : Malang
Indriani, I. 2001. Kemampuan Ikan Silver Dollar (Metynnis schreitmuelleri E. Ahl). Dalam
Mengendalikan Ganggeng (Hydrilla verticillata L. f. Royle) Pada Berbagai
Kepadatan.Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian
Bogor. Bogor
Kadarini, T. 2010. Pengaruh Padat Penebaran Terhadap Sintasan Dan Pertumbuhan Benih Ikan
Hias Silver Dollar (Metynnis hypsauchen)
Dalam Sistem Resirkulasi. Jurnal
Universitas Diponegoro. Semarang.
Mantau, Z., J. B .M Rawung, dan Sudarty. 2004. Pembenihan Ikan Mas Yang Efektif Dan
Efisien. Vol 23, Nomor 2. Jurnal Libang Pertanian. Manodo.
Mones, R.A. 2008 Gambaran
Dara Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn) Strain Majalaya Yang Berasal Dari
Daerah Ciampea Bogor. Skripsi Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Pasaribu, G. dan Sahwalita. 2007. Pengelolaan Enceng Gondok Sebagai Bahan Baku Kertas Seni.
Prosseding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian.
Rudiyanto, F. 2004. Tingkat Kemampuan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) Dalam Memperbaiki
Kualitas Limbah Cair Hasil Deasidifikasi Nata De Coco. Skripsi Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Safitri, R. 2009. Phytoremidiasi
Greywater Dengan Tanaman Kayu Apu (Pistia
stratiotes) Dan Tanaman Kiambang (Salvinia molesta) Serta Pemanfaatannya Untuk
Tanaman Selada (Lactuca sativa)
Secara Hidroponik. Skripsi. Program Studi Tanah. Fakultas Pertanian. ITB
Bogor.
Saputra, A. O. Praseno, A. Sudrajat, dan A. B. Prasetio.
2010. Pertumbuhan Berberapa Strain Ikan
Mas Yang Dipelihara pada tambak Bersalinitas Rendah. Prosiding Forum
Inovasi Teknologi Akuakultur. Pusat Riset Perikanan Budidaya. Jakarta.
Shofawie, A. T. 1990. Studi Tentang Kemempuan Konsumsi Harian Ikan Koan (Ctenopharyngodon
idella) Terhadap ganggang ( Hydrilla verticillata). Fakultas Perikanan.
ITB. Bogor.
Sumardi, A. K.
2009. Pembuatan Kompos
Eceng Gondok (Eichhornia
crassipes (Mart) Solms.) dengan Penambahan Bioaktivator
yang Berbeda dan Uji Kualitas Kompos
pada Pertumbuhan
Tanaman Cabai Merah (Capsicum
annuum L.)
Syamsuddin, R. 2008. Kondisi Ekologi Perairan Pantai Mallusetasi, Kabupaten barru, Sulewesi
Selatan(hubungan dengan perikanan Budidaya.Torani, Vol. 18(4). 306-313.
ISSN: 0853-4489. FPIK. UNHAS. Makasar.
Tanor,M.N. 2004. Hydrilla
Verticillata Sebagai Sumber Hara pada Sistem Budidaya Kacang Tanah.Eugenia 10(1).
FMIPA. UNIV. Negeri Manado> Manado.
Tirtalina, C. 2011. Efektifitas Ekstrak Kasar Jintan Hitam (Nigella sativa Linn) Terhadap
Pertumbuhan Bakteri Vibro Parahaemoluticus Secara In Vitro. Skripsi. Program
Studi Budidaya Perairan. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perikanan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar